Berita Palembang

Palembang Kerap Banjir, Sejarawan : Anak Sungai Musi Banyak yang Hilang karena Ditimbun Pembangunan

Sejarawan Ungkap Peran Sungai Sangat Vital, Semua Daerah Dulu Terkoneksi Via Anak Sungai

Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Welly Hadinata
Kolase Sripoku.com/ODI
Sejarawan Palembang Kemas Ari Panji dan Sungai Musi 

Laporan wartawan Sripoku.com,  Odi Aria

SRIPOKU.COM,PALEMBANG - Sejarawan Palembang, Kemas Ari Panji mengungkapkan keberadaan sungai sangat memiliki peran vital terhadap kehidupan masyarakat Palembang.

Sejak zaman dahulu, masyarakat kota Palembang sangat bergantung terhadap keberadaan air sungai.

"Keberadaan sungai  tak hanya dijadikan sumber air, tetapi juga dimanfaatkan sebagai jalur transportasi, benteng alam dan roda perekonomian masyarakat" ujarnya, Kamis (11/2/2021).

Dijelaskannya, Kota Palembang memiliki struktur tanah yang sebagian wilayahnya adalah rawa-rawa yang dialiri banyak anak Sungai Musi, kurang lebih ada 107 anak sungai yang mengelilingi kota Palembang. 

Kalau dulu, anak-anak Sungai Musi ini bisa dimanfaatkan masyarakat sebagai media atau jalan karena pada umumnya anak-anak sungai ini terkoneksi satu sama lain. 

Untuk diketahui, struktur tanah di Palembang terbagi menjadi tiga bagian yakni Bukit (dataran tinggi), Talang (dataran sedang) dan rawa-rawa atau lebak (dataran rendah).

Untuk daerah Bukit yakni Bukit Seguntang,  Bukit Besak,  Bukit Kecik,  Bukit Sangkal,  Bukit Mayangsari san Gunung Meru. Kemudian untuk daerah Talang ada Talang Tuo, Talang Betutu, Talang Kelapo, Talang Semut, Talang Gerunik, Talang Macan Lindungan dan Talang Masmiako.

Kemudian untuk daerah Lebak yakni Lebak Keranji dan Lebak Malang. 

ASAL Usul Pempek Palembang, Sejarawan : Bukan dari Cina, ada Sejak Zaman Sriwijaya, Ini Buktinya!

Dulunya Dikenal Pempek Telok Besak, Ternyata Ini Asal-usul Penyebutan Pempek Kapal Selam Palembang

Ada Bukti Kerajaan Sriwijaya yang Diresmikan Presiden Soeharto, Ini 9 Objek Wisata di Kota Palembang

Kemudian,  untuk anak laut (sungi) di Palembang ada 107 sungai diantaranya Sungai Sekanak, Sungai Pedado, Sungi Lambidaro, Sungai Rendang, Sungai Goren, Sungai Kedukan, Sungai Kedemangan, Sungai Kelenteng, Sungai Kenduruan dan sungai-sungai lainnya. 

"Sehingga untuk menjangkau ke suatu daerah di kota pempek bisa tempuh lewat jalur sungai. Maka dari itu kota Palembang ini dari dulu sudah terkenal dengan beragam budaya sungai atau air (Riveren Culture)," jelas Kemas. 

Menurutnya, keberadaan anak-anak Sungai Musi saat ini kebanyakan sudah hilang atau tertimbun karena masifnya pembangunan.

Jikapun masih ada bentuknya sudah berubah menjadi kecil dan airnya tidak lagi bening. 

Melihat topografi Palembang yang sebagian besar rawa-rawa  pasang-surut, ketika banyak anak sungai dan rawa ditimbun maka tidak heran menyebabkan air meluap sehingga terjadinya banjir di Palembang. 

"Pemerintah dan masyarakat seharusnya menyikapi serius terhadap banjir yang terjadi di Palembang. Jika ingin membangun, tetap harus memperhatikan keberadaan sungai dan ruang terbuka hijau untuk resapan air," ungkapnya.

Satu unit mobil ekskavator tengah sibuk melakukan pengerukan rawa  di kawasan Purwosari Kecamatan Kalidoni, Palembang, Rabu (10/1). Rawa ini merupakan anak Sungai Borang yang sudah 15 tahun alami pendangkalan.
Satu unit mobil ekskavator tengah sibuk melakukan pengerukan rawa di kawasan Purwosari Kecamatan Kalidoni, Palembang, Rabu (10/1). Rawa ini merupakan anak Sungai Borang yang sudah 15 tahun alami pendangkalan. (SRIPOKU.COM / Odi Aria)

Wajar Saja Tiap Tahun Palembang Banjir, Puluhan Anak Sungai sudah Berubah Jadi Daratan

Pendangkalan 21 Anak Sungai, Banjir di Palembang Makin Sulit Surut

Puluhan Anak Sungai Dangkal, Palembang Rawan Banjir, tapi Baru Tahun Depan Dikeruk

Puluhan Anak Sungai sudah Berubah Jadi Daratan

Satu unit mobil ekskavator tengah sibuk melakukan pengerukan rawa di kawasan Purwosari Kecamatan Kalidoni, Palembang, Rabu (10/1/2021).

Dengan teratur operator mengerakan ekskavator mengeruk sisi kanan dan kiri rawa yang memiliki lebar sekitar lima meter tersebut.

Pengerukan yang dilakukan ternyata bukan rawa biasa, namun pengerjaan itu merupakan normalisasi anak Sungai Borang yang berada di kawasan Purwosari.

Anak sungai ini mengalami sedimentasi atau pendangkalan cukup lama.
Terhitung sejak 15 tahun lalu anak Sungai Borang ini tak pernah dikeruk.

Bahkan, lahan yang semula merupakan aliran ke Sungai Borang itu dapat dilalui dengan menggunakan jalan kaki sudah lama mengeras.

Normalisasi anak sungai ini diinisiasi oleh Dinas PUPR Palembang bersama Komunitas Peduli Sungai dan Lingkungan Palembang.

Pengerukan yang dilakukan merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi DAS sebagai daerah resapan untuk meminimalisir terjadinya banjir di Palembang.

Sedimentasi yang sudah terjadi puluhan tahun di DAS Borang tersebut bukan satu-satunya yang terjadi di kota pempek.

Dari data Komunitas Peduli Sungai dan Lingkungan Palembang yang merupakan organisasi independen, sudah ada puluhan anak sungai di Palembang yang tertimbun dan menghilang keberadaannya sejak beberapa tahun lalu.

Ketua Komunitas Peduli Sungai dan Lingkungan Palembang, Alexander menjelaskan di kota Palembang terdapat 116 anak sungai yang tersebar di 18 kecamatan di Palembang.

Dari ratusan anak sungai sebagian besar sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.

Ke 116 anak sungai itu semuanya bermuara ke 19 DAS yakni DAS Aur, Batang, Bendung, Boang, Borang, Buah, Gandus, Gasing, Jakabaring, Juaro, Kedukan, Keramasan, Kertapati, Kidul, Lambidaro, Nyiur, Sekanak, Selincah, dan Sriguna.

Bahkan, di beberapa titik ada anak sungai tidak dapat berfungsi lagi karena sedimentasinya sudah menutupi aliran air.

Kondisi anak-anak sungai yang sudah tertutup sedimentasi, membuat aliran sungai yang sejatinya terkoneksi ke Sungai Musi tidak dapat bekerja maksimal sehingga air yang seharusnya mengalir menjadi penyebab banjir.

"Seperti di kawasan Sapta Marga kenapa selalu banjir, itu karena anak sungai di sana tidak terkoneksi aliran sungai karena adanya sedimentasi," katanya.

Menurut Alexander, pendangkalan anak sungai di kota Palembang cukup memprihatinkan.

Dalam satu bulan anak-anak sungai alami pendangkalan sebanyak 5 cm atau jika dikalkulasinya dalam setahun mencapai 50 cm.

Maka, tidak mengherankan jika anak-anak sungai yang tidak dilakukan normalisasi hingga bertahun-tahun membuat aliran sungai mengalami pendangkalan cukup parah.

"Pendangkalan inilah penyebab banjir Palembang. Anak sungai yang sudah jadi sedimentasi tak mampu mengalir menuju muara sungai-sungai besar di Palembang," tegas Alexander.

Dijelaskannya, anak-anak sungai yang mengalami sedimentasi disebabkan karena faktor alam dan pembangunan masyarakat yang tidak memperdulikan fungsi aliran air dengan menutup anak sungai. Seharusnya, jika ingin membangun masyarakat harus berkaca terhadap undang-undang yang mengatur fungsi aliran air.

"Aliran air yang ada semakin sempit karena timbunan dan bangunan yang berada di atas anak sungai. Jadi, tidak heran kalau Palembang banjir karena aliran air tidak berfungsi maksimal," ungkapnya.

Senada, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS VIII), Birendrajana mengungkapkan
sebanyak 21 anak sungai di kota Palembang mengalami pendangkalan pada musim kemarau kemarin.

Adapun ke 21 anak sungai yang alami pendangkalan yakni Sekanak, Bendung, Sungai Buah, Jakabaring, Borang, Selincah, Kertapati, Juaro, Lawang Kidul, Batang, Keramasan, Sriguna, Nyiur, Kedukan, Rengas, Aur, Gasing, Plaju, Gandus dan lain-lain

Pendangkalan yang terjadi ini dinilai kerap kali menjadi biang keladi banjir yang sulit surut berhari-hari.

Sedimentasi atau pengendapan terjadi pada umumnya terjadi karena penumpukan limbah rumah tangga, lumpur hingga tumbuhan.

"Anak sungai ini rencananya akan kita lakukan pengerukan sedimentasi akan dilakukan sedalam satu meter.

Kita akan ratakan gundukan sedimentasi, sehingga aliran air dapat berjalan dengan lancar," jelas Birendrajana.

Menurutnya, sejumlah titik rawan banjir di kota Palembang dikarenakan aliran air dari anak sungai terjepit karena terjadinya pendangkalan, sehingga menyebabkan air yang seharusnya masuk dengan cepat keluar ke sungai menjadi terhambat dan terjadilah banjir.

Maka itu, pengerukan dirasa sangat perlu untuk membuat aliran-aliran air anak sungai tak lagi terhambat dan menyebabkan banjir di kota pempek.
Diakuinya, idealnya pengerukan anak sungai dilakukan lima tahun sekali.

Dengan dilakukan normalisasi dan restorasi bisa meminimalisir banjir yang melanda Palembang.

"Permasalahan banjir jadi prioritas balai, kita akan berkordinasi untuk melakukan pengerukan anak-anak sungai yang mengalami pendangkalan," tuturnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved