Mengenang Cinta yang Menggenang Bakda Hujan
Kesan ketiga, penulis cenderung membuat kabur latar yang ada sehingga pembaca bebas saja untuk menafsirkan di mana sebetulnya kejadian ini terjadi
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - SAAT pertama kali membaca judul kumpulan cerita Lalu Hujan, Lalu Cinta (bennyinstitute, Desember 2020), saya bertanya-tanya apa maksud yang ingin disampaikan sang penulis, Juli Yandika?
Apakah cerita-cerita dalam buku ini penuh dengan peristiwa hujan?
Apakah hujan akan menyebabkan tokoh-tokohnya “penuh seluruh” oleh cinta?
Hujan dalam sastra Indonesia bagai tak habis-habisnya dieksplorasi dalam berbagai bentuk teks puisi atau pun prosa.
Yang paling dikenal mungkin hujan dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono atau hujan dalam cerita pendek Nugroho Suksmanto atau Sutardji Calzoum Bachri.
Cinta pun begitu, terus-menerus dituliskan.
Roman terbitan Balai Pustaka atau cerita-cerita Tionghoa Peranakan adalah cerita yang menyoal cinta.
Kini, cerita cinta ditulis dalam berbagai genre dan sesak memenuhi rak-rak toko buku.
Proses pembacaan buku ini, saya mulai dengan termenung di halaman daftar judul, yang tiap-tiap judulnya hanya terdiri atas satu kata, dan berusaha untuk membayangkan sendiri cerita apa yang akan saya hadapi berdasarkan 15 judul cerita tersebut.
Kemudian, saya beranjak membaca satu demi satu cerita yang ada.
Simaklah ringkasan cerita berikut.
Cerita kedua “Berlayar”, mengisahkan tokoh aku (laki-laki) yang mengajak kau (perempuan) untuk berlayar.
Berlayar di sini bermakna denotatif dan konotatif.
Makna sesungguhnya, aku memang mengajak kau untuk “bepergian dengan perahu” ke Pulau Tikus dan makna kiasan, aku sebetulnya ingin mengajak si tokoh kau “mengarungi kehidupan fana” atau menjalani kehidupan rumah tangga.
Bagaimana akhir cerita?