Media Propaganda
Panglima TNI Ingatkan Media Sosial Menjadi Alat Propaganda untuk Membangkang
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengingatkan bahwa media sosial telah dijadikan alat propaganda untuk melawan pemerintah.
SRIPOKU.COM -- -Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengingatkan bahwa media sosial dapat dijadikan alat untuk melakukan proganda. Termasuk melakukan perlawanan dan pembangkangan terhadap pemerintah, dan mengancam keutuhan sebuah bangsa.
"Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus akui bahwa media sosial telah dapat dimanfaatkan sebagai media propaganda," kata Hadi dalam Webinar bertajuk "Sinergi Anak Bangsa Dalam Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara Dari Aksi Separatisme di Dunia Maya", Sabtu (21/11).
"Penggunaan dan jangkauan yang luas, medsos bisa digunakan efektif untuk perang informasi, dan perang ideologi," kata jenderal bintang empat ini.
Tentu saja yang dikhawatirkan apabila informasi yang disebar dengan cepat itu merupakan isu sensitif, dan dapat menimbulkan provokasi di masyarakat.
Baca juga: Giliran Gubernur Lemhannas Ingatkan Habib Rizieq
Baca juga: Kemendagri: FPI Tak Boleh Ada Kegiatan, Pangdam akan Tindak Keras, Munarman: Ingat UU Nomor 17
"Bahasa yang digunakan biasanya bahasa provokatif, semua ditujukan untuk membangkitkan emosi masyarakat," ujarnya.
Isu sensitif yang diangkat dengan bahasa provokatif tersebut mampu membuat masyarakat menjadi terkotak-kotak, dibenturkan satu sama lainnya. Jika hal ini terus terjadi, maka masyarakat akan terpolarisasi.
Meski demikian, ia meyakini bahwa tetap ada elemen masyarakat yang tidak mudah termakan informasi propaganda.
Di sisi lain, ia mengatakan, ada banyak masyarakat yang terhasut dan akan mereplikasi pesan, bahkan ikut membuat pesan propaganda semakin besar.
Jika hal ini terus dilakukan, mampu menimbulkan politik identitas yang sempat digunakan penjajah kepada bangsa. "Politik identitas kembali marak digunakan, sejak beberapa tahun belakangan karena dinilai mudah menggerus masyarakat dan mudah meraih dukungan," katanya.
Selain itu, Panglima TNI menilai bahwa aksi propaganda melalui media sosial bisa lebih efektif dibandingkan perlawanan bersenjata.
"Contoh berita bohong (hoax) sudutkan pemerintah, sasaran utamanya adalah masyarakat awam dan generasi muda," ujar Hadi.
Propaganda untuk memengaruhi cara pandang seseorang agar sesuai dengan keinginan suatu pihak, merupakan jenis komunikasi yang sudah dijalankan sejak dulu.
Akan tetapi, propaganda di era digital seperti sekarang ini tentu praktiknya berbeda. Meskipun, tujuannya tetap sama, memengaruhi persepsi publik terhadap suatu isu.
Penelitian Oxford Internet Institute berjudul “The Global Disinformation Order” mengungkapkan beberapa hal yang berbeda dari praktik propaganda di era digital.
Perbedaan itu terlihat dari sisi strategi, peralatan, dan teknik yang digunakan yang menggunakan perrhitungan algoritma komputer, automasi, dan data besar yang disediakan oleh sistem.