korupsi

Komisi Kejaksaan Minta KPK DIlibatkan Dalam Kasus Djoko S TJandra, Tak Perlu Unjukrasa

KOMISI Kejaksaan kembali mengingatkan agar KPK dilibatkan dalam penanganan skandal korupsi Djoko S Tjandra. Supaya transparan.

Editor: Sutrisman Dinah
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Irjen Napoleon Bonaparte dan kuasa hukumnya Gunawan Raka 

SRIPOKU.COM -- Komisi Kejaksaan menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan dalam mengusut skandal korupsi Djoko S Tjandra. Kasus ini bukan saja melibatkan seorang taipan bisnis di Indonesia, tetapi menyeret penegak hukum dari kepolisian dan kejaksaan.

Skandal korupsi Djoko S Tjandra, bermula mulai merebak bak puting beliung, ketika divonis bersalah dalam kasus pengambil-alihan hutan Bank Bali. Djoko S Tjandra, kemudian divonis bebas di tingkat kasasi Mahkamah Agung; kemudian diajukan upaya hukum PK (peninjauan kembali).

Pasca-vonis bersalah di pengadilan negeri, Djoko S Tjandra. Dalam status buron dan masuk daftar red-notice buronan Interpol. Kemudian, dalam status buron itu, ternyata Djoko Tjandra bebas keluar-masuk wilayah Indonesia dan melintas antar-negara.

Bukan hanya hilang dari daftar buron Interpol, status buronan tidak masuk daftar pencegahan-tangkal di Imigrasi. Skandal ini menyeret dua jenderal di Mabes Polri, seorang jaksa cantik, dan pengacara yang memiliki intelektual cukup.

Sehingga, permintaan Komisi Kejaksaan sebagai peringatan agar kasus Djoko Tjandra tidak menyeret tersangka baru lainnya. KPK dilibatkan dinilai penting untuk menghadirkan kepercayaan publik, karena kasus Djoko Tjandra melibatkan oknum Kejaksaan Agung dan Polri.

Skandal Djoko Tjandra di Kejagung melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Sementara di Polri, skandal Djoko Tjandra melibatkan dua jenderal yakni Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Barita menekankan, pelibatan KPK perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kasus yang melibatkan aparat penegak hukum berjalan secara independen.

Terlebih, Komjak tidak memiliki fungsi untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan, tapi hanya bisa memberikan rekomendasi.

"Terlibatnya KPK menyambut baik itu, bukan hanya di Pinangki dan AIJ (Andi Irfan Jaya) KPK bisa jeli, sangat diperlukan untuk meyakini publik," tandas Barita.

Kasus yang menyeret Jaksa Pinangki terkait pengurusan fatwa Djoko Tjandra telah naik ke persidangan.

Pinangki didakwa menerima uang senilai 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Hal ini dilakukan agar Djoko Tjandra bisa lepas dari eksekusi pidana penjara kasus hak tagih Bank Bali.

Bahkan dalam action plan Pinangki untuk Djoko Tjandra, tertulis nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua MA Hatta Ali.

Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved