Merajut Asa Tulang Punggung Keluarga, Melihat Pelaku UMKM yang kembali Bangkit di Masa Pendemi
Senyum ramah menyambut kami ketika menyambangi rumah Eka Yunalia di Jalan AKBP H Umar, Nomor 598, Ario Kemuning, Palembang.
Penulis: Rahmaliyah | Editor: Welly Hadinata
Laporan wartawan Sripoku.com, Rahmaliyah
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Senyum ramah menyambut kami ketika menyambangi rumah Eka Yunalia di Jalan AKBP H Umar, Nomor 598, Ario Kemuning, Palembang.
Ia adalah salah satu dari ribuan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang terjun dalam usaha panganan khas Kota Palembang.
Disini, 10 tahun silam Eka atau akrab disapa Umi merintis usaha pempek, model, tekwan dan panganan khas Palembang lainnya dimulai.
Tidak ada hal istimewa, wanita berhijab tersebut memulai usaha berjualan Pempek dengan label Pempek Umi Abi itu, hanya memanfaatkan teras rumahnya untuk dijadikan "toko" menjajakan dagangan dan dapur kecil berukuran 2x3 meter sebagai "pabrik" produksi.
Pagi itu, Eka ternyata tengah sibuk memproduksi pempek yang dipesan oleh konsumennya.
Dibantu dua orang pegawainya, Merlyati dan Supriyatin yang sedang membuat adonan pempek dan isian, ia langsung menghidupkan kompor untuk memanaskan air rebusan.
Sembari menunggu, Eka menceritakan bahwa sejak pandemi Covid-19 terjadi usaha kecil seperti dirinya sangat merasakan langsung dampaknya.
Omset dan pesanan merosot hingga 70 persen, belum lagi tiga bulan usahanya terpaksa tutup.
Hal ini ada kaitannya dengan imbauan pemerintah untuk stay at home yang membuat aktifitas diluar rumah berkurang serta pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kala itu.
Padahal sebelum pandemi, selain buka toko di teras rumah Eka juga memiliki kedai kecil di Pangkalan Balai (dekat pintu masuk Gerbang Pemkab Banyuasin) dan stand di OPI Mall
"Dulu saya punya enam pegawai, tapi sekarang hanya tinggal tiga orang. Dua orang bantu saya di sini dan satunya jaga stand di OPI Mall. Sementara di Pangkalan Balai saya tutup karena sepi pembeli dan belum bisa menutupi biaya operasional disana," ujarnya
Eka sangat sedih ketika terpaksa menutup kedai dan harus merumahkan pegawainya.
Apalagi, ditengah kondisi seperti saat ini banyak orang yang sebenarnya membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarga mereka.
"Makanya tiga orang karyawan yang masih ikut dengan saya tidak saya berhentikan lagi. Mereka semua tulang punggung keluarganya. Seperti, yang jaga di OPI Mall suaminya dipecat dari hotel tempatnya bekerja karena dampak pandemi.
Jadi, dia yang bantu cari uang sembari suaminya cari pekerjaan lain. Mereka semua menggantungkan harapan besar agar usaha ini tetap bertahan. Kalau usaha saya tutup nasib mereka bagaimana," ujar ibu dua anak itu
Meskipun omset jualan menurun drastis namun soal kewajibannya membayar upah para pegawai tetap dirinya penuhi.
Tapi bukan dengan cara menyekolahkan aset agar dapat tambahan modal, Eka justru putar otak dengan berinovasi layanan, produk dan cara pemasaran sehingga ia berhasil bertahan hingga sekarang dan tetap bisa mendapatkan pemasukan.
Bahkan, Eka juga kerap memposting proses produksi pempeknya ke akun media sosial, dimana para pegawainya menerapkan standar kebersihan dan protokol kesehatan seperti pakai masker, cuci tangan, dll agar konsumen semakin yakin terhadap produk yang ia jual
"Alhamdulillah walau sedang sepi, upah mereka masih saya bayarkan. Saya juga karena tidak ada pinjaman jadi tidak pusing untuk bayar angsuran. Pegawai yang bantu di dapur produksi upahnya Rp 300 ribu perorang/Minggu. Sementara di OPI Mall Rp 1 Juta perbulan. Semua tertutupi dari pesanan online dan pengiriman pempek frozen ke luar kota,"tuturnya.
Itu baru sebatas upah pegawai, dalam kondisi usaha yang belum stabil ia juga tetap harus menyiapkan biaya operasional sewa tempat, bahan baku jualan, listrik dan hingga tagihan air bersih miliknya yang membengkak dua kali lipat dari biasanya.
Namun, ia bersyukur keikutsertaannya dalam Asosiasi Pengusaha Pempek (ASPPEK) Sumatera Selatan ternyata mempertemukannya dengan PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bank Sumsel Babel.
Pendampingan yang diberikan BSB diakuinya sangat komprehensif dalam membantu UMKM untuk bangkit dari keterpurukan dampak pandemi Covid-19.
"BSB punya banyak cara untuk bantu UMKM seperti kami bangkit. Mereka mau akomodir apa yang kita butuhkan. Contoh kecil saja, mereka bantu kami lewat kerjasama promosi dan diskon, QRIS, bantu Vakum, pengurusan halal dll. Sejauh ini yang benar-benar bantu saya adalah BSB, usaha kami pernah diikutsertakan saat ada event seperti percontohan untuk pengenalan transaksi QRIS di Palembang," katanya.
Diakuinya, dulu brand usahanya tak begitu dikenal masyarakat. Tetapi setelah kenal dengan produk layanan QRIS BSB, banyak konsumen yang justru memilih melakukan pembayaran menggunakan QRIS karena bisa mendapatkan banyak promo menarik.
"Selain itu, kami juga sering kerjasama untuk paket promo BSB misal Harga merdeka bayar Rp 75 pakai QRIS BSB Mobile," katanya.
Hanya saja, menurutnya edukasi dan sosialisasi terhadap penggunaan QRIS harus lebih masif. Pasalnya, dirinya masih mendapati konsumen yang ia tawarkan untuk bayar pakai QRIS BSB Mobile mengaku belum mempunyai aplikasi berbasis kode QR melalui aplikasi mobile banking BSB itu.
"Inilah yang harus ditingkatkan, pemahaman masyarakat pakai QRIS sejauh ini masih rendah. memang perlu lebih gencar lagi edukasi masyarakat.
Mereka yang tak punya QRIS masih pakai uang cash. Padahal, pakai QRIS ini lebih mudah tanpa bersentuhan cukup scan kode QR. Penggunaan uang cash juga berkurang pasti," jelasnya.
Menariknya, menurut Eka BSB punya trik jitu agar semua transaksi menggunakan QRIS. Dimana, semua pelaku UMKM yang difasilitasi proses pengurusan Halal juga turut dibukakan tabungan.
"Jadi sekarang saya yakin makin banyak yang punya rekening BSB dan pakai QRIS," katanya.
Sementara, Direktur Utama PT BPD Bank Sumsel Babel, Achmad Syamsuddin menuturkan, BSB memiliki misi untuk berkontribusi bagi pembangunan daerah dan pengentasan kemiskinan. UMKM bagian dari upaya pengentasan kemiskinan dan menggerakkan roda ekonomi.
"Makanya kita selalu berupaya bantu UMKM apa saja masalah yang dihadapi, agar bisa melakukan action-action perbaikan. Ada dua challenge BSB untuk UMKM, pertama bagaimana pembinaan dan pemasaran," ujarnya.
Pihaknya menginginkan semua UMKM di Sumsel jadi lebih kreatif, tidak hanya dengan BSB namun semua komoditas.
"Kita ingin UMKM plus mulai dari kasih kredit, plus sertifikat halal gratis dan pemasaran produk dengan QRIS. Dan saat ini 30 persenan UMKM yang menggunakannya dan ini terus kita update," katanya.
Yang menjadi PR BSB, kata Syamsudin tinggal bagaimana mengedukasi masyarakat agar lebih paham menggunakan QRIS dan bagaimana UMKM menjalankan usaha ditengah pandemi bangkit dengan meyakinkan konsumen terhadap produk yang mereka buat.
"Begitu juga dari segi pengemasan harus bersih, menarik serta cara pembayaran menggunakan QRIS tentu tidak ada sentuhan sama sekali sehingga penyebaran virus sangat diminimalisir," katanya.
Dirinya berharap, pendampingan yang diberikan BSB di masa pandemi ini menjadikan pondasi UMKM semakin kuat. UMKM semakin siap menghadapi segala tantangan apapun itu.
"Tentunya dengan digitalisasi yang kita siapkan akan menjadikan jembatan bagi UMKM maju mengembangkan bisnis mereka dengan beragam kemudahan transaksi dari BSB untuk sama-sama membangun daerah," tutupnya.