Alasan Dibalik Tangis Kim Jong Un, Diduga Takut Dilengserkan Rakyatnya Sendiri

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un terisak menangis, ketika berpidato dalam parade militer untuk merayakan 75 tahun

Editor: Yandi Triansyah
KRT via AP
Dalam foto yang merupakan tangkapan layar dari kanal televisi Korea Utara KRT pada 10 Oktober 2020, nampak Kim Jong Un memberikan pidato dalam parade militer untuk merayakan 75 tahun Partai Buruh di Pyongyang.(KRT via AP) 

SRIPOKU.COM, PYONGYANG -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un terisak menangis, ketika berpidato dalam parade militer untuk merayakan 75 tahun berdirinya Partai Buruh pada Sabtu pekan lalu (10/10/2020).

Dalam tayangan yang diduga adalah rekaman itu, Kim melepas kacamatanya dan menyapu air mata saat membahas guncangan ekonomi yang melanda Korea Utara.

Kepada ribuan orang yang memadati Lapangan Kim Il Sung, Kim Jong Un menyatakan bahwa dia gagal untuk mengangkat derajat kehidupan rakyat.

"Rakyat kita sudah menggantungkan kepercayaan, setinggi langit, sedalam lautan, tapi saya gagal.

Saya gagal mengangkat memuaskan kalian," kata dia.

"Untuk itu, saya minta maaf," lanjut pemimpin yang menghabiskan masa mudanya di Swiss, dan menggemari keju serta olahraga basket itu, seperti dikutip dari Kompas.com.

Dia menuturkan, dia mendapatkan tanggung jawab yang sangat berat untuk memimpin pendahulunya dari dua pendahulunya, Kim Il Sung dan Kim Jong Il.

Tapi, dalam pandangannya kejujuran dan usaha keras yang dilakukannya ternyata belum cukup untuk mengatasi kesulitan rakyat Korea Utara.

Dilansir The Sun Selasa 913/10/2020), pakar menyebut tangisan Kim itu diyakini adalah pengalihan atas semakin panasnya situasi di Utara.

Pakar menduga, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menangis karena dia takut jika dilengserkan oleh rakyatnya sendiri.

Bahkan, pengamat menyatakan Kim tahu dia berisiko dilengserkan rakyatnya yang kecewa.

Kecuali dia segera menuntaskan janji-janjinya.

Ramon Pacheco-Pardo, profesor muda di King's College London menuturkan, Kim tahu ancaman paling mengerikan adalah dari rakyatnya sendiri.
"Kim tentu sadar jika dia masih ingin menikmati kekuasaanya, dia harus membuat janji-janjinya nyata," terang pakar hubungan internasional itu.

Pacheco-Pardo mengatakan, Kim selalu menekankan bahwa rakyat Korea Utara tak perlu mengetatkan ikat pinggang.

Tapi pada awal tahun ini, dia terpaksa memerintahkannya.

Dia menjelaskan, pergantian rezim di negara penganut ideologi Juche tersebut tentu tidak aakn datang dalam waktu dekat ini.

Tapi yang pasti, Kim akan mendapatkan tantangan internal.

Apalagi berdasarkan studi Universitas Vienna, 60 persenpopulasi Korut sangat miskin.

Pacheco-Pardo menerangkan, Kim tahu Amerika Serikat (AS) takkan bisa menginvasi.

Apalagi mereka mempunyai senjata nuklir.

"Kemungkinan dari dalam. Jika Anda melihat diktator dari seluruh dunia, pergantian kekuasaannya jelas terjadi secara internal," kata dia.

Sang profesor muda yakin, Kim Jong Un yang menangis itu menunjukkan bahwa dia merupakan "pria bersahaja" dan dibutuhkan Korut.

"Dia secara implisit menekankan kini adalah waktu yang tepat memulai diplomasi. Hanya dengan cara itu, maka ekonomi akan membaik," jelasnya.

Peneliti Jurusan Internasional Universitas Oxford berujar, Kim harus bertindak jika tidak ingin pemerintahannya terguncang.

Pada 2018, dia sempat memperkenalkan kebijakan bernama "Panduan Strategis Baru".

Berisi fokus mereka dari nuklir ke ekonomi. Dengan memperkenalkan kebijakan tersebut, Howell menganalisa Kim berada dalam tekanan agar kemakmuran negara lebih diperhatikan.

"Rencana Kim setelah mendeklarasikan program nuklir Korut sudah selesai adalah perubahan drastis ke pembangunan ekonomi," papar Howell.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kim Jong Un Menangis, Diduga Takut Dilengserkan Rakyatnya Sendiri", K

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved