Pembahasan Tidak Berkualitas, Pengesahan RUU Cipta Kerja Amat Berisiko
Saya kira Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk mempercepat proses pengesahan ini walaupun pembahasan yang dilakukan tidak berkualitas
SRIPOKU.COM, JAKARTA - Pembahasan RUU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah dan DPR tidak berkualitas,banyaknya hal-hal yang menyangkut hak konstitusional yang harus di atur undang undang justru diserahkan pengaturannya pada PP (Peraturan Pemerintah).
Karena itu, pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai pengesahan RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, yang telah disepakati oleh badan legislatif DPR dan Pemerintah, Sabtu (3/10/2020) amat berisiko.
Diketahui, DPR dan pemerintah telah menyepakati RUU Cipta Kerja pada tingkat I. Rencananya akan dibahas untuk disahkan di tingkat II yaitu saat sidang paripurna DPR pada Kamis ( 8/10/2020).
Menurut Timboel, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna nanti akan membuat perlindungan terhadap pekerja semakin menurun.
"Saya kira Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk mempercepat proses pengesahan ini walaupun pembahasan yang dilakukan tidak berkualitas dan menyerahkan semuanya kepada Peraturan Pemerintah (PP)," kata Timboel, Senin (5/10/2020).
Menurut Timboel hasil yang disepakati pada RUU Ciptakerja masih belum jelas mengingat banyak hal yang diserahkan ke PP.
Dia mencontoh terkait pasal 66, bahwa anggota Baleg sepakat Pasal 66 UU 13 tahun 2003 tidak diubah tapi diserahkan pengaturannya ke PP.
"Seharusnya isi Pasal 66 tersebut tetap dicantumkan di UU Cipta Kerja sehingga jelas, tidak diintepretasikan lain di PP nantinya. Kalau diserahkan ke PP maka akan terjadi interpretasi subjektif Pemerintah terhadap isi pasal tersebut," terangnya.
Demikian juga dengan PKWT, upah minimum, proses PHK dan kompensasi PHK dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) juga diserahkan ketentuan detailnya ke PP.
"Saya menilai seharusnya norma-norma yang terkait dengan hak konstitusional harus diatur di UU bukan di PP. Hak mendapatkan hidup yang laik, pekerjaan yang laik, dan jaminan sosial yang laik diimplementasikan dalam hubungan kerja (PKWT, outsourcing), upah minimum, proses PHK dan kompensasi PHK serta JKP, sehingga norma-norma tersebut diatur secara jelas di UU," tuturnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan PKWT dan Outsourcing yang dibuka seluas-luasnya akan menyebabkan kepastian kerja akan hilang.
Ke depan, setiap saat pekerja diperhadapkan pada perjanjian kontrak kerja yang tertentu waktunya. Demikian juga dengan dipermudahnya proses PHK maka kepastian kerja akan hilang.
Timboel meyakini hak konstitusional untuk mendapatkan pekerjaan yang laik akan didegradasi oleh UU Cipta Kerja ini.
• Omnibus Law Cipta Kerja Dimata DR Muhammad Erwin, SH MHum, Pekerja Perusahaan Kena Dampak
• Banyak Kontroversial RUU Omnibus Law Ciptakerja, Buruh Ancam Gelar Aksi Mogok Massal
• Serikat Pekerja Tolak Pengesahan RUU Ciptaker, Berpotensi Tidak Berpihak Nasib Buruh
"Jadi disahkannya RUU Cipta Kerja ini khususnya klaster ketenagakerjaan merugikan pekerja, pengusaha dan Pemerintah. Saya berharap Pemerintah dan DPR berpikir ulang untuk segera mengesahkan RUU ini," kata Timboel.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul RUU Cipta Kerja Disahkan, Pengamat: Perlindungan Bagi Pekerja Semakin Menurun