Rahim Sungai Musi
13 Oktober, Teater Potlot-SAU Dance Pentaskan Live Streaming Rahim Sungai Musi Via Platform Youtube
Sungai Musi kini melahirkan banjir di musim penghujan dan kekeringan di musin kemarau, berdampak keselamatan manusia, juga pertanian dan perkebunan
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- “Eksploitasi bentang alam yang begitu masif saat ini yang semata untuk kepentingan ekonomi, tidaknya hanya memusnahkan beragam kekayaan hayati, tetapi juga melenyapkan identitas budaya.”
Pernyataan itu ditegaskan Conie Sema kepada Sriwijaya Post, dalam percakapan santai di sekretariat Teater Potlot Palembang, belum lama ini.
Menurut Conie, gencarnya pemerintah mengeluarkan perizinan pengelolaan bentang alam untuk perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku pabrik CPO dan energi Biodiesel, serta HTI akasia sebagai bahan baku kertas dan tissu di Sumatera Selatan, berdampak luas tidak hanya hancurnya habitat dan ekosistem aneka makhluk hidup di bentang alam, juga lenyapnya berbagai tanaman khas dan benda-benda abiotik sebagai penanda identitas budaya masyarakat tradisional.
• Seniman Teater Hasan: Saya Suka Teater Karena Kita Bisa Memerankan Peran Orang Lain dan Berkarakter
Lebih parah lagi, kegiatan ekonomi ekstraktif itu juga menyebabkan banyak anak sungai dan ranting sungai yang lenyap ditimbun untuk pembukaan lahan perkebunan monokultur tersebut.
“Beranjak dari keprihatinan itu, kami mencoba menggarap karya-karya yang lebih berfokus persoalan lingkungan hidup, dengan pendekatan budaya.
Kami melihat eksploitasi bentang alam untuk kepentingan bisnis itu, harus disikapi secara serius oleh seniman dan pekerja seni melalui karya-karya mereka,” ujar Conie.
• Rachel Obeto Mahasiswa AS Tampil di Pentas Teater UBD, Sempat Dievakuasi Karena Kabut Asap
Sementara T Wijaya, yang banyak berurusuan persoalan konten, isu, dan riset karya di Teater Potlot memaparkan, luas lahan di Sumsel sekitar 9,15 juta hektar sebagian besar sudah dikelola menjadi perkebunan monokultur skala besar dan pertambangan.
Misalnya perkebunan sawit yang luasnya sekitar 1.183.334 hektar, yang tersebar di 15 dari 17 kabupaten dan kota.
Dari luasan tersebut, kebun sawit milik masyarakat seluas 183.572 hektar.
Sekitar satu juta hektare dikuasai perusahaan.
Sementara HTI (Hutan Tanaman Industri) yang berupa akasia dan sengon, luasan lahan sekitar 1 juta hektar.
• Peringati Hari Teater Dunia, 25 Kelompok Teater Sumsel Unjuk Gigi di Auditorium RRI Palembang
Perkebunan sawit dan HTI tersebut bukan hanya berada di lahan mineral.
Dari sekitar 1,254 juta hektar luasan rawa gambut di Sumsel, lebih kurang 738.137,84 hektar dijadikan HTI dan perkebunan sawit.
Sumsel dinilai memiliki cadangan batubara sekitar 18,13 miliar ton atau 60 persen dari cadangan nasional.
Kandungan kalorinya antara 4800-5400 Kcal per kilogram.
Sebelumnya melalui PT Bukit Asam dan PT Bukit Kendi yang berada di Kabupaten Muaraenim, baru sekitar 5,6 miliar ton batubara diambil. Jika sisanya, sekitar 13,07 miliar ton batubara digali, maka akan membuka lahan sekitar 2,7 juta hektar.
Pada masa Pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) pada 2009, sekitar 1,2 juta hektar lahan diberikan untuk izin penambangan batubara. Tahun 2010 bertambah 928,7 ribu hektar, 2011 seluas 483,8 ribu hektar, serta 2012-2013 seluas 205 ribu hektar.
• Teater Arwah MAN 2 Palembang Buktikan Tema Persaudaraan
Dari berbagai aktivitas perkebunan monokultur dan pertambangan tersebut, tentu saja berdampak perubahan bentang alam, terutama keberadaan puluhan sungai besar di Sumsel, khususnya Sungai Musi.
Sungai Musi sulit mengendalikan airnya, baik volume maupun kualitasnya.
Sungai Musi yang panjangnya 750 kilometer, kini bukan lagi sahabat bagi makhluk hidup.
Sungai Musi kini melahirkan banjir di musim penghujan dan kekeringan di musin kemarau, yang berdampak keselamatan manusia, juga pertanian dan perkebunan masyarakat.
Bahkan saat ini sering kali ditemukan banyak ikan yang mati karena keracunan atau perubahan kualitas air Sungai Musi.
Selanjutnya Sungai Musi pun menjadi “parit besar” bagi sejumlah industri untuk membuang limbahnya. Mulai dari pengelolaan karet, sawit, kertas, pupuk, serta limbah dari rumah sakit, mall, pertokoan, serta rumah tangga.
Rahim Sungai Musi
Selama pandemi covid-19 ini, Teater Potlot banyak memproduksi karya-karya mereka melalui media digital atau virtual.
Beberapa karya tersebut berkaitan isu pangan dan isu-isu sungai antara lain, Setelah Hari Itu, Batu di Atas Tubuh Ibuku, Rumahku Dalam Rahim Sungai, serta yang tengah digarap prosesnya saat ini, Rahim Sungai Musi, sebuah koreografi karya Sonia Anisah Utami.
Rahim Sungai Musi digarap bersama Teater Potlot dan SAU Dance melalui pertunjukan Live Streaming melalui platform Youtube.
“Ini karya kolaborasi agak kolosal.
Melibatkan 43 penari perempuan dari beberapa perguruan tinggi serta para ibu-ibu dan remaja putri di pesisir sungai Musi,” jelas Conie.
Pentas Rahim Sungai Musi akan digelar secara live streaming, mengambil tempat di tepian Sungai Ogan, 15 Ulu, Jakabaring Palembang, 13 Oktober nanti.