Hutan Lestari Salah Satu Upaya Antisipasi Karhutla
Strategi dan konsep sustainability atau keberlanjutan di era global ini menjadi suatu hal yang bersifat mandatory dalam pengelolaan sumberdaya hutan
Oleh: Tatang Rosida, S. Hut
Praktisi Rimbawan di Sumatera Selatan
Strategi dan konsep sustainability atau keberlanjutan di era global saat ini menjadi suatu hal yang bersifat mandatory dalam pengelolaan sumberdaya hutan.
Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan atau deforestasi yang terjadi akibat adanya illegal logging, perambahan hutan, kebakaran hutan dan lain-lain.
Tidak sedikit kerusakan hutan terjadi lapangan yang juga berdampak luat terhadap system likungan hidup yang sehat dan baik.
Dalam perspektif perusahaan sebagai pengelola sumberdaya hutan, dimana keberlanjutan yang dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder.
Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, diantaranya adalah ;
(1) ketersediaan dana,
(2) misi lingkungan,
(3) tanggung jawab sosial,
(4) terimplementasi dalam kebijakan,
(5) mempunyai nilai manfaat.
Pada kondisi ini, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada kondisi financial (single bottom line) namun harus berpijak pada triple bottom lines yaitu kondisi keuangan, sosial dan lingkungan.
The triple bottom line dikenal sebagai "people, planet, profit". Konsep planet jelas berkaitan dengan aspek the environment.
Konsep people di dalamnya bisa merujuk pada konsep social development dan human rights yang tidak hanya menyangkut kesejahteraan ekonomi masyarakat (seperti pemberian modal usaha, pelatihan keterampilan kerja).
Melainkan pula, kesejahteraan sosial (misal pemberian jaminan sosial, penguatan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan, penguatan kapasitas lembaga-lembaga sosial dan kearifan lokal).
Kondisi keuangan tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).
Perusahaan akan terjamin apabila juga memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup.
Untuk menghadapi trend global tersebut maka sudah saatnya setiap perusahaan memandang serius pengaruh dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya.
Dalam kontek pengelolaan sumberdaya hutan, pembangunan berkelanjutan dikenal dengan Sustainable Forest Management (SFM) atau Pengelolaan Hutan Lestari.
Hutan memiliki tiga fungsi;
yaitu fungsi produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan; fungsi lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air. Mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi (penerobosan) air laut.
Memelihara kesuburan tanah fungsi konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri tertentu yang memiliki fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Secara makro bahwa pengelolaan hutan yang lestari atau berkelanjutan harus dilakukan dengan pendekatan tiga prinsip kelestarian yaitu kelestarian ekonomi, kelestarian ekologi dan kelestarian sosial.
Ketiga prinsip kelestarian merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya.
Pengelolaan hutan lestari adalah menjadi suatu keharusan bagi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.30/MenLHK/Setjen/PHPL.3/3/2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin, Hak Pengelolaan, atau Pada Hutan Hak.
Untuk mengetahui secara obyektif tingkat kepatuhan terhadap aturan dan tingkat kinerja yang dicapai oleh para pemegang IUPHHK, maka Kementerian LHK memberlakukan Program Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari pada Unit Pengelolaan (yang juga dikenal sebagai Sertifikasi PHPL) bagi seluruh pemegang HPH dan IUPHHK di Indonesia.
Di dalam implementasi Program Penilaian Kinerja PHPL ini, Kementerian LHK melibatkan/ memanfaatkan jasa Lembaga Penilai sebagai pelaksana penilaian untuk memperoleh hasil yang lebih optimal.
Program Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) wajib ini dilaksanakan berdasarkan sistem/ mekanisme, kriteria dan indikator yang ditetapkan oleh Menteri KLHK sebagai ketentuan wajib bagi seluruh pemegang ijin HPH atau IUPHHK.
Disamping pemenuhan kewajiban dari pemerintah, pengelolaan hutan lestari menjadi kebutuhan perusahaan dalam rangka pengembangan pasar produk berbasis bahan baku kayu terutama pasar luar negeri seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang.
Beberapa negara bahkan sudah memasukan persyaratan tersebut ke dalam peraturan dan perundang-undangannya. Sertifikasi tersebut bersifat sukarela atau voluntary.
Sertifikasi hutan ini memenuhi prinsip independensi, non-diskriminiatif, obyektif dan transparan, yang implementasinya bersifat sukarela (voluntary).
Untuk memenuhi prinsip-prinsip sertifikasi tersebut, maka pengembangannya melibatkan para pihak (pemerintah, asosiasi, Non Goverment Organisation (NGO), perguruan tinggi, pelaku usaha, dan sebagainya).
Karena sertifikasi yang dikembangkan merupakan market driven yang sifatnya sukarela, maka produsen perlu mempertimbangkan untuk memenuhi atau tidak tuntutan sertifikasi tersebut sesuai dengan kemampuan dan segmen (pangsa) pasar yang akan dimasuki.
Dalam hal ini penulis mencoba memberikan contoh salah satu perusahaan di lapangan yang telah menjalankan dan mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga penilai baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bergerak dibidang kehutanan.
Menurut amatan penulis PT.Sumber Hijau Permai (SHP) merupakan salah satu pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang telah memperoleh izin melalui Keputusan Menteri Kehutanan.
PT.SHP yang sampai saat ini telah memperoleh sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dari Lembaga Penilai PHPL PT.Mutuagung Lestari sesuai dengan Peraturan Dirjen PHPL KemenLHK RI No. P.14/PHPL/SET/4/2016 tentangStandar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu.
PT.SHP dalam mencapai visi misi pengelolaan hutan secara lestari.
Sertifikasi pengelolaan hutan lestari yang bersifat voluntary yang telah diperoleh oleh PT.SHP adalah Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari standar IFCC oleh Lembaga Sertifikasi Bureau Veritas Certification yang diperoleh pada tahun 2015.
IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) adalah lembaga penyusun standar yang mendorong pembangunan berkelanjutan khususnya sumberdaya alam untuk skema sertifikasi hutan di Indonesia.
Standar IFCC tersebut mengacu dan telah mendapat pengakuan dari PEFC (Programme for the Endorsment of Forest Certification) internasional.
Di samping sertifikasi hutan skema IFCC, PT. SHP juga telah dinilai dalam sertifikasi SGLS (Singapore Green Labelling Scheme).
Dalam sertifikasi ini perusahaan dinilai melalui standar yang menggabungkan praktek-praktek pengelolaan hutan terbaik yang diakui secara internasional dengan pengelolaan lahan gambut dan manajemen kebakaran hutan.
Penulis yakin ada banyak Perusahaan Perusahaan sejenis dibidang kehutanan yang telah dan akan melakukan sertifikasi agar berkomitmen untuk memberikan dampak yang positif baik dari segi Ekonomi, Sosial dan Budaya bagi masyarakat terutama yang berdampingan langsung dengan areal konsesi.