Transparansi dan Proporsional dalam Penyelesaian Sengketa Lahan Perkebunan

Dalam beberapa tahun terakhir ini terdengar kembali keluhan keluhan baik dari pihak penguasa perkebunan maupun dari petani

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Transparansi dan Proporsional dalam Penyelesaian Sengketa Lahan Perkebunan
ist
Albar Sentosa Subari SH.MH

5. Petani kurang dipersiapkan agar menjadi petanj yang memahami dengan baik bagaimana mengelola kelapa sawit

6. Pupuk yang mutlak harus digunakan oleh petani, menurut petani harganya terlalu tinggi, sebaliknya harga buah tidak menggembirakan petani.

7. Pola perkebunan dan berbagai aturan yang menyertainya tidak memihak atau melindungi petani pemilik tanah.

Permasalahan di atas baru dapat diselesaikan dengan tuntas bilamana pertama dan terutama pihak perusahaan menerapkan pola baru yang tidak hanya menguntungkan pengusaha.

Akan tetapi juga memberikan manfaat dan keuntungan bagi masyarakat petani dan pemerintah daerah yang bersangkutan.

Untuk itu berbagai aturan yang menyertai pola perkebunan harus disesuaikan dan seharusnya lebih memberikan perlindungan kepada petani demi memenuhi rasa keadilan dan kepatutan.

Contoh kita ambil dinegara tetangga Serawak.

Di Serawak warga tidak kehilangan tanah, keberadaan tanah adat dihargai sehingga  tidak ada gejolak sebagaimana terjadi di negara kita.

Petani memperoleh penghasilan yang memadai dan oleh karenanya ekonomi meningkat, pemerintah sungguh sungguh tanpa pilih kasih membantu dan memihak kepada petani agar tidak menjadi objek eksploitasi semata.

Tanah adat mempunyai kedudukan yang penting dalam pelaksana perkebunan yaitu dihargai sebagai suatu saham yang berupakan modal dari petani dalam kegiatan kerja sama perkebunan antara petani dan pengusaha.

Orientasi tanah adat untuk perkebunan terutama adalah untuk kesejahteraan keluarga petani pemilik tanah, sedangkan pengusaha akan dengan sendirinya  memperoleh keuntungan termasuk pemerintah.

Perolehan dividen dilakukannya dengan pembagian jelas, proporsional dan transparan antara petani, investor dan pemerintah

Pengalaman di daerah Sarawak Malaysia Timur ini patut menjadi perhatian para pengusaha perkebunan terutama Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, bahkan pola dan ketentuan ketentuan yang berlaku di sana dapat diadopsi untuk dipakai du Indonesia khususnya di Sumatra Selatan.

Minimal untuk menentukan pola baru dalam hal usaha perkebunan.

Hal di atas sebenarnya sudah ditopang secara yuridis okeh Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 55/PUU-VIII/2010.

Yang inti pertimbangannya bahwa pemidanaan dalam sengketa perkebunan terutama dengan kepemilikan secara adat adalah inskonstitusional.  (Baca dalam majalah Konstitusi no. 56 - September 2011)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved