Transparansi dan Proporsional dalam Penyelesaian Sengketa Lahan Perkebunan

Dalam beberapa tahun terakhir ini terdengar kembali keluhan keluhan baik dari pihak penguasa perkebunan maupun dari petani

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Transparansi dan Proporsional dalam Penyelesaian Sengketa Lahan Perkebunan
ist
Albar Sentosa Subari SH.MH

 

SRIPOKU.COM - Dalam beberapa tahun terakhir ini terdengar kembali keluhan keluhan baik dari pihak penguasa perkebunan maupun dari petani, terutama pemilik yang kehilangan tanah.

Menurut  Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan Albar Sentosa Subari SH.MH, Jumat (14/8/2020) saat ditemui Sripoku.com, keluhan penguasa timbul okeh karena buah kelapa sawit pada areal kebun inti diambil oleh sekelompok orang peserta petani plasma.

Selain itu terjadi pemagaran di lokasi perkebunan membuat rintangan atau menutup jalan jalan di lokasi perkebunan sehingga mengganggu dan menghentikan kegiatan di perkebunan itu.

Sedangkan dari pihak petani mulai sadar bahwa tanah yang dijadikan kebun inti itu adalah tanah yang masih mereka akui sebagai tanah mereka, sehingga atas dasar itu mereka merasa boleh mengambil buah kelapa sawit disitu.

Ilustrasi Petani mengumpulkan tandan buah segar (tbs) kelapa sawit di kebun inti kelapa sawit.
Ilustrasi Petani mengumpulkan tandan buah segar (tbs) kelapa sawit di kebun inti kelapa sawit. (KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES)

Petani merasa tanah mereka itu belum pernah diperjualbelikan dengan pihak penguasa dan kepada siapa pun, yang ada adalah berupa ganti rugi tanam tumbuh di atas tanah mereka.

Dan menurut mereka besarnya ganti rugi itu tidak memadai dibanding kerugian yang harus mereka tanggung.

Alasan lain adalah alasan perut guna mempertahankan hidup, terutama dilakukan oleh sebagian dari mereka yang hanya berpenghasilan terbatas.

Berbagai kondisi di atas tidak saja merugikan penguasa akan tetapi juga merugikan petani itu sendiri.

Pertanyaan pokok adalah mengapa mereka berbuat seperti itu. Ternyata ada beberapa faktor yang menjadi pemicu antara lain :

1.       Penghasilan kebun sawit kurang dari penghasilan rata rata, walaupun penghasilan rata rata itu tetap saja tidak cukup membiayai kebutuhan pokok keluarga.

Apa lagi seperti sekarang semua biaya naik dan gangguan covid 19 yang tidak tahu kapan akan berakhir nya.

2. Keluarga yang bersangkutan tidak mempunyai hasil tambahan oleh karena tidak mempunyai lahan lain.

3. Bahwa asal usul lahan untuk kebun inti adalah tanah milik mereka dan diakui masih milik mereka, oleh karena itu mereka merasa boleh mengambil buah kelapa sawit di kebun inti.

4. Mulai timbul kesadaran di kalangan petani bahwa seharusnya mereka tidak kehilangan tanah.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved