Sumsel Virtual Fest 2020
Asal Usul Nasi Gemuk, Ternyata Hidangan Sakral di Palembang Kelas Hotel Bintang 5 Untuk Perayaan Ini
Mayoritas masyarakat di Palembang, tiap pagi hari sudah banyak menjual nasi gemuk, untuk sarapan.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Panganan nasi gemuk saat ini mudah ditemui di Kota Palembang.
Mayoritas masyarakat di Palembang, tiap pagi hari sudah banyak menjual nasi gemuk untuk sarapan.
Namun tau kah kalian, bahwa panganan satu ini termasuk makanan yang sakral.
Tidak mudah zaman dulu di Palembang, untuk tiap hari menyantap nasi gemuk tersebut.
Ada momen-momen tertentu, warga di Palembang baru bisa menikmati nasi gemuk tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh pemerhati budaya sekaligus dosen Universitas Sriwijaya, Dr Hj Izza Zen Syukri, saat menjadi nara sumber di acara Sumsel Virtual Fest 2020, Jumat (17/7/2020).
• Tiba-tiba Posting Foto Testpack Positif Hamil, Ayu Ting Ting Buat Heboh, Ternyata Ini Faktanya!
• Narji Ungkap Pesan Terakhir Almarhumah Omas untuk Dirinya, Merasa Terpukul Atas Kepergian Seniornya
Cek Izza mengungkapkan, nasi gemuk bukanlah panganan yang mudah dicari.
Dahulu, untuk menikmati nasi gemuk lengkap dengan lauk pauknya mesti ada momen tertentu.
Misalnya, khatam "turutan".
Ibu-ibu dengan bangga dan senang hati menyiapkan nasi gemuk untuk dibawa ke tempat ngaji, didoakan guru ngaji, dan dimakan bersama-sama.
"Momen khatam juz amma pun seperti itu," kata dia.
• Peringatan Dini BMKG, Waspada Cuaca Ekstrem Hujan Lebat Disertai Angin Kencang, Sabtu 17 Juli 2020
• Perjuangan Heroik Warga Desa Surulangun Muratara Padamkan Api Saat Mobil Damkar tak Bisa Masuk
Menurut dia, kebanggaan bagi para orangtua jika anak-anak mereka bisa membaca lancar dan mengkhatamkan ke-37 surat pada juz terakhir Alquran tersebut.
"Sebagai bentuk rasa syukur, mereka biasanya bersedekah nasi gemuk," kata dia.
Apalagi jika para putra putri mereka bisa khatam 30 juz.
Betapa orangtua merasa bangga dan bersegera menyiapkan nasi gemuk untuk dimakan bersama dan disedekahkan pula.
"Anak-anak di masa itu dihiasi dengan pakaian adat dan diarak keliling kampung," kata dia.
Budaya ini kata dia, membuat si anak bahagia karena sudah menamatkan kitab suci yang sungguh tak mudah.
• Kabar Terbaru Covid-19 di Sumsel, Kembali Bertambah 67 Kasus, Kini Total 2.899 Orang Positif
• Gaya Hidup Berubah Selama Pandemi, Stoper Muba Babel United Lakukan Cara Ini Hibur Putri Kembarnya
"Zaman kami, untuk bisa membaca Quran mesti lancar membaca "turutan", bacaan huruf hijaiyyah yang ditulis besar-besar dan diberi baris fathah, kasroh, dan dhommah, juga dilengkapi dengan huruf sambungnya," kata dia.
Selain itu, momen bertambahnya usia pun biasanya sama.
Keluarga-keluarga tertentu menghidangkan nasi gemuk sambil berdoa untuk keberkahan usia zuriyat mereka.
Di samping untuk makan bersama, nasi gemuk pun dicicipkan jiron tetangga.
• GAJI 13 tak Ada Kejelasan, PNS Dirundung Duka, Pencairannya Terhambat Karena Ini
• BREAKING NEWS: Enam Warga Kedapatan Bakar Lahan, Dua dari OKI dan 4 dari Kabupaten PALI
Acara-acara istimewa tak luput dari perhatian masyarakat Palembang.
Orang Palembang biasanya merayakannya dengan sedekah nasi gemuk.
Lauk yang biasa mengiringinya adalah telur rebus, sambel cenge, ikan teri, dan kemplang abang.
"Mengapa diarani 'dinamakan' nasi gemuk? Leksem "gemuk" dalam bahasa Melayu Palembang bermakna ambigu. Pertama, gemuk berarti ‘gendut’.
"Gemuk nian awak anak kau ni," 'Gendut sekali badan anakmu ini'. Gemuk juga bisa bermakna 'gurih'.
Misal, "Gemuk manis raso bubur talam ini", 'Gurih manis rasa bubur talam ini'" kata dia.
Nasi gemuk dimasak dengan santan, diberi sedikit garam, serai, dan daun salam.
Oleh karena itu, rasanya gurih dan harum aromanya.
Lebih-lebih setelah ditaburi bawang goreng dan disantap dengan pernak-perniknya.

Identitas nasi gemuk sebagai santapan istimewa kini berubah.
Orang Palembang dengan mudah menemukan bakul nasi gemuk di kampung-kampung untuk sarapan pagi.
Jika dahulu nasi gemuk berkelas hotel bintang lima, kini seolah-olah jadi jajan pasar kaki lima.
Nasi gemuk secara nasional disebut nasi uduk.
Tidak sedikit orang di Palembang yang berjualan nasi gemuk menghilangkan istilah nasi gemuk menjadi nasi uduk.
Padahal, istilah ini jika tetap dipertahankan akan lebih baik.
Di samping membuat "orang luar" penasaran dan ingin mencicipi, membudayakan istilah nasi gemuk berarti membantu melestarikan budaya nenek moyang.