Virus Corona di Sumsel
7 Pesan Prof Yuwono, Mengapa Harus Optimis di Tengah Pandemi Covid-19
Sikap optimisme dalam menghadapi wabah Virus Corona atau Covid-19 tetap harus dilakukan baik masyarakat maupun pemerintah.
Penulis: maya citra rosa | Editor: adi kurniawan
Laporan wartawan Sripoku.com, Maya Citra Rosa
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Sikap optimisme dalam menghadapi wabah Virus Corona atau Covid-19 tetap harus dilakukan baik masyarakat maupun pemerintah.
Ketua Jubir Tim Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Provinsi Sumsel, Prof Yuwono, M.Biomed memberikan pemikiran rasionalnya dengan tetap optimis bahwa Pandemi Covid-19 ini dapat dituntaskan.
Yuwono menegaskan bahwa optimis itu adalah memandang ke depan, bukan berkutat dengan masa lalu dan meributkannya.
Sebelumnya muncul pesan berantai di whatsapp yang berisi dari Prof. Yuwono mengenai mengapa harus tetap optimis dalam melawan Covid-19.
Yuwono membenarkan pesan berantai tersebut, hal tersebut ia tulis melalui akun fanpage Facebook miliknya kemarin, Jumat (18/04/2020).
“Saya terus menggaungkan optimisme seperti tulisan-tulisan saya sebelumnya,” ujarnya.
• , Karena Alasan Ini, Maverick Vinales Pernah Mempertimbangkan Untuk Hengkang ke Ducati
• Asprov PSSI DKI Miliki Harapan Khusus Soal Sosok Pengganti Sekjen PSSI Jangan Susah Dihubungi
• 11 Peserta Positif Covid-19 Usai Ikuti Ijtima Ulama di Gowa, Bahkan 4 Orang Sudah Tulari Keluarganya
Berikut ini tujuh alasan mengapa harus optimis ditengah Pandemi Covid-19:
1. Pola Pandemi Covid-19 cenderung konsisten, hal ini dapat dilihat melalui sebuah tabel yang menjelaskan pola pandemi Covid-19 di dunia.
Di dalam tabel tersebut, jumlah kasus per 16 April 2020 adalah 2.183.721 terdiri dari kasus aktif atau sedang berlangsung dan kasus selesai.
Kasus aktif sebanyak 1.484.108 atau 67,96 persen terdiri dari 1.427.520 atau 96 persen tanpa gejala dan sakit ringan yang tidak perlu perawatan.
“Sedangkan sisanya 56.588 atau empat persen sakit berat sampai kritis,” ujarnya di dalam tabel tersebut.
Yuwono mengasumsikan bahwa yang sakit berat sampai kritis, meninggal dunia semua, sedangkan yang tanpa gejala dan sakit ringan, semuanya sembuh.
Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah meningal adalah 203.458 orang atau 9,32 persen dari seluruh kasus dan yang sembuh adalah 1.980.263 atau 90,68 persen.
2. Idealnya setiap dua hingga empat kematian harus terdeteksi 50 - 100 kasus positif yang berasal dari 5000 - 10000 sampel diperiksa.
Namun, kenyataan di Indonesia, dari sekitar 500 kematian hanya 5100-an terdeteksi positif, yang mana mestinya ada 25000 - 50000 kasus positif.
“Tak usah menggerutu atau menyalahkan, inilah kekurangan negera kita,” ujarnya.
3. Bila 25000 - 50000 kasus positif tadi terdeteksi semua atau seberapa pun yg positif saat ini diisolasi dan masyarakat patuh akan untuk physical distancing, jaga jarak dan menggunakan masker, diperkirakan pandemi Covid-19 ini akan segera usai.
“Kita patuh jaga jarak, inshaAllah pandemi segera reda dan akhirnya usai,” ujarnya.
4. Peningkatan kasus di Sumsel di satu sisi ini menjadi sangat memprihatinkan, namun satu sisi lainnya, dengan angka kematian tiga orang yang mestinya mestinya 75 -100 kasus positif harus terdeteksi.
“Saat ini kita terus giat mencari kasus baru agar bisa menerapkan isolasi yg efektif,” ujarnya.
5. Alasan kelima mengapa harus optimis, saat ini masyarakat mulai terbiasa dengan informasi tentang pandemi ini, dan selanjutnya terus meningkatkan kesadaran untuk patuh pada program pencegahan dan bersikap tepat terhadap orang lain.
Seperti halnya OTG, ODP, PDP, Kasus Positif Rapid Test & Kasus Positif PCR, tidak perlu ada perlakukan ekstrem, sehingga mereka cepat dapat memulihkan kondisi tubuhnya.
“Kita harusnya tidak sinis, tidak mengucilkan, tetapi cukup jaga jarak dan bantu mereka semampu kita,” ujarnya.
6. Yuwono mengimbau agar masyarakat hendaknya untuk fokus menjaga imunitas, jaga kebersihan, dan jaga kekompakan.
Selain itu juga memperkuat diri dengan rajin ibadah dan mencari info yg diperlukan saja.
“Tidak perlu sebar-sebar berita yang justru menambah panik, apalagi berita hoax,” ujarnya.
7. Terakhir, sebagai manusia biasa, maka sudah sepatutnya untuk meminta pertolongan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang mana kekurangan pemerintah, keterbatasan rumah sakit dan petugas medis, serta kekurangan diri sendiri.
“Fokus saja pada solusinya bukan masalah, saling mendukung dan berdoa, terlebih melihat betapa sulitnya pandemi ini untuk dilewati,” ujarnya.
