Mimbar Jumat

Sya’ban, Bulan Diangkatnya Amal

Sejak bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhon secara berturut-turut disebut bulan Pensucian, pen­su­cian badan, pensucian hati dan pensucian ruh.

Editor: Salman Rasyidin
ist
Drs. HM. Daud Rusjdi AW 

Oleh : Drs. HM. Daud Rusjdi AW  

Penulis Da’i Bid Tadwin/Pengurus Masjid Al Qodr 5 Ulu.

Sejak bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhon secara berturut-turut disebut bulan Pensucian, pen­su­cian badan, pensucian hati dan pensucian ruh.

 Akan halnya bulan Sya’ban, Yahya bin Muaz ra, me­­ri­wayatkan bahwa kata Sya’ban memiliki arti, dimana setiap hurufnya kaum muslimin akan diberi suatu pemberian.

Syin bermakna syaraf yaitu suatu kehormatan atau syafaat.

Sedangkan ’Ain yang berarti izzah akan diberi keperkasaan dan kemuliaan.

Huruf Baa’ berarti biir yang bermakna kebaikan. Sementara Alip akan diberi kelemahlembutan atau ulfahde­­mi­kian juga Nun berarti Nur cahaya.

 Khusus bulan Sya’ban, ada sebuah hari yang disebut engan hari Nisfu Sya’ban. Hari itu disebut peristiwa pergantian catatan amal sekaligus menentukan nasib seorang hamba oleh Allah SWT.

Merujuk salah satu hadits Rasalullah, pada bulan Sya’ban ini kaum muslimin disunnatkan ber­pu­asa, “barang siapa berpuasa tiga hari pada awal bulan Sya’ban dan tiga hari pada tengahnya ser­ta tiga hari pada akhir bulannya, maka Allah akan menuliskan baginya pahala dari 70 orang na­bi, dan seperti orang beribadah kepada Allah selama 70 tahun.sedangkan apabila dia mati pa­da tahun itu maka dia mati sebagai pahlawan syahid”.

Usman bin Hasan Al-Khaibawi dalam kitabnya Durratun Nasihin menyebutkan bahwa Rosulullah SAW kedatangan malaikat Jibril as untuk memberi tahu kepada beliau tentang keutamaan bulan Sya’­ban, khususnya Malam Nisfu Sya’ban.

Jibril berkata kepada Rasulullah saw bahwa malam bu­lan Sya’ban khususnya malam nisfu, pintu-pintu langit dan pintu-pintu Rahmat dibuka lebar.

Maka bang­kitlah dan kerjakan shalat serta angkatlah kepalamu dan dua tanganmu ke langit untuk ber­doa.

Karena merasa masíh ragu dengan penjelasan Jibril, lantas Rasulullah bertanya, hai Malaikat Jibril, a­­pakah artinya malam ini, maka Jibril menjawab, bahwa malam ini telah dibuka tiga ratus pintu Rah­­mat dan Allah SWT akan mengampuni semua orang yang tidak menyekutukan-Nya.

 Kemudian menurut buku Tarikh Islam, bulan Sya’ban merupakan suatu bulam dimana seluruh a­ma­lan hamba diangkat dan dilaorkan oleh malaikat Jibril ke hadirat Allah swt.

Hal ini termaktub da­­lam sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : “yarfaullaha’malal ibadi kullaha fi hazal syahri’(Allah mengangkat amalan-amalan hambanya pada bulan ini, sya’ban).

Dari hadits di atas ini kita dapat memahami bahwa perbuatan amal maupun lainnya yang selama ini dikerjakan oleh hamba Allah swt, semuanya dilaporkan kepada DIA, yaitu pada bulan penutup bulan sya’ban.

Oleh sebab itu kemudian Rasulullah SAW menganjurkan umatnya agar memper­si­ap­­kan diri menyambut kedatangan bulan mulia ini dengan memperbanyak Ibadan pada bulan sya’ban, terutama berpuasa.

Ummi Salamah ra mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah berpuasa dalam satu tahun kecuali pada bulan sya’ban yang diteruskan pada bulan ramadhon.

Sedangkan dari Ayub ra mengatakan bah­wa Rasulullah SAW tidak pernah puasa sunat lebih banyak, selain pada bulan Sya’ban.

 Demikian juga dalam hadits Rowahu Ahmad, Bukhori dan Muslim, Rasulullah SAW pernah puasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban.

Maka itu, kita hamba Allah dianjurkan untuk berpuasa dengan harapan bila amal kita dilaporkan ke hadirat-Nya, bertepatan pula kita sedang melakukan Ibadan sunnah yaitu berpuasa.

 Amalan-a­mal­an juga yang sangat baik dilakukan selain berpuasa tadi yaitu banyak membaca solawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Hal ini selaras dengan hadits beliau yang dirawi oleh Anas bin Malik ra sebagai berikut .

“Allah telah menciptakan cahaya di bawah arasy.

Lalu Allah ciptakan malaikat yang memiliki dua sayap. Satu sayap di timur dan satu lagi di barat.

Sedangkan kepalanya dibawah arasy serta kakinya bertengger dibawah lapisan bumi yang ke tujuh.

Maka ketika seorang hamba berselawat kepadku di bulan sya’ban, maka Allah memerintahkan malaikat untuk berendm dalam air ke­hi­dup­an.

Setelah itu diperintahkan Allah untuk mengibaskan kedua sayapnya.

Dari sela bulu sa­yap­nya berguguran percikan air yangmenetes.

Dari tetesan air itu tercipta banyak malaikat yang ke­mu­dian memohon ampunan kepada Allah untuk mereka yang berselawat tadi sampai hari ki­am­at”.

Sungguh banyak keutamaan bulan Sya’ban. Buktinya dalam hadits lain yang dirawikan oleh Sayyidina Ali Karomallahu Wajhah, Rasulullah bersabda:

”jika datang malam nisfu Sya’ban ber­ja­galah kamu pada malam harinya dan berpuasa sunnatlah pada siang harinya.

Sesungguhnya Allah mengumandangkan pengumuman : ketahuilah bahwa siapa-siapa yang meminta, akan aku be­ri, ketahuilah siapa-siapa yang meminta ampunan kepadaku, maka akan Aku ampuni. Ke­ta­hui­lah siapa-siapa yang meminta dikaruiai rizki maka Aku karuniai rizki.

Pengumuman atau pembe­ri­tahuan ini berlaku sampai terbit fajar”.

Dalam hadits berderajat Dhaif disebutkan agar pada malam Nisfu Sya’ban, setelah selesai menu­nai­kan sholat marghrib, hamba Allah dianjurkan sholat sunnah dua rakaat.

Setelah itu membaca surah Yasin sebanyak tiga kali yang setiap selesai yasin diselingi dengan permohonan doa kepada Allah SWT.

 Alhamdulillah di tempat-tempat kita di negeri ini, maksud hadits ini sudah lama di­lak­sanakan, bahkan di masjid-masjid secara berjamaah.

 Menurut sebagian pendapat, baik shalat sun­nah dua rakaat maupun membaca surah yasin, walaupun dalam jamaah.

Namur dikerjakan sen­diri-sendiri, kecuali dalam jamaah doa Nisfu Sya’ban boleh dipimpin oleh salah seorang jamaah.

Memperhatikan arti manfaat yang diberitahukan Allah swt, alangkah sayangnya bila kita sempat me­nyia-nyiakan pengumuman Allah ini.

Kita masih lalai untuk berpuasa serta menyia-nyiakan malam-malam pada bulan ramadhon termasuk malam nisfu sya’ban.

Terlepas dari kegiatan yang disebutkan di atas, ada pula tradisi di negeri tercinta ini yang tidak per­­­nah terkikis walaupun kemajuan zaman terus melesat.

Tradisi dimaksud ádalah acara ruwahan atau lazim disebut dengan sedekah ruwah.

Tradisi ini masih terus dilaksanakan oleh kaum mus­li­min di tanah jawa dan sumatera selatan yang Sangat kita cintai dan sayangi ini.

Tradisi yang diwariskan dari budaya kewalian ini bila kita perhatikan dengan cermat kaya dan sa­rat dengan ajaran dan nasihat hidup bagi anak cucu.

Ajaran hidup dan pesan-pesan agama ini da­pat dilihat dan diterjemahkan dalam simbol-simbol dan sajian yang digunakan. Misalnya bubur abang dan bubur putih.

Makna yang terkandung didalamnya ádalah permohonan doa selamat kepada Allah SWT bagi mereka yang masih hidup dan mohon ampunan kepada mereka-mereka yang su­dah meninggal.

Kemudian kue apam melambangkan yang hidup pasti akan menuju pada ke­ma­tian.

Masih dipercaya oleh umat Islam di beberapa tempat, bahwa bulan Sya’ban atau bulan ruwah ádalah bulannya para arwah atau ruh.

Karena pada bulan ini ribuan bahkan jutaan ruh ahli kubur da­tang menemui keluarganya yang masih hidup. Ruh-ruh ini menurut cerita, datang untuk didoa­kan sekaligus mengingatkan kepada sanak keuarganya akan datangnya bulan suci Ramadhan.

Walaupun dasar kepercayaan ini dinilai tidak cukup kuat, baik dari penjelasan Alquranul karim maupun hadits-hadits shoheh.

Namur bukan berarti tradisi ruahan bertentangan dengan jiwa ajaran Is­lam.

Karena tradisi dalam ruwahan terkandung nasihat, peringatan dan renungan bahwa setiap yang hidup yang bernyawa akan menemui kematian.

Ini akan memotivasi kita agar bersiap-siap meng­umpulkan modal amal dan kebajikan.

Menurut hasil pengamatan (monitoring), dalam tradisi ruwahan juga terkandung pengakaran agar mereka yang masih hidup ini terbiasa untuk memperbanyak doa lepada para keluarganya yang su­dah meninggal, banyak bersedekah dan memberikan bantuan lepada siapa saja yang membu­tuh­kan.

Sebenarnya seperti yang kita telah maklumi bersama, para arwah tidak butuh makanan dan mi­numan sebagaimana selalu dipersiapkan bila digelar acara ruwahan.

Justru sajian makanan dan mi­numan itu dikhususkan buat para jamaah acara.

Yang dibutuhkan para arwah adalah doa-doa ke­pada Allah SWT, dengan harapan dapat ditebarkan di jagat raya ini.

Konon menurut waliullah, yang mempopulerkan acara ruwahan adalah Sunan Kali Jaga.

Sunan Kali Jaga prnah melihat para ruh yang selama ini berada di dalam kubur, pada bulan sya’ban dibe­bas­kan untuk pergi kemana saja oleh Allah SWT.

Para ruh itu kemudian pergi bersilaturrahim ter­u­tama menemui para keluarganya untuk melihat bagaimana keadaan mereka.

Setelah melihat sanak keluarganya yang kebenaran saat itu tidak berbuat kebajikan dan mungkin te­ngah santai-santai bahkan sedang berbuat maksiat, para ruh itu kembali dengan sedih.

Dari sini kemudian waliullah itu menceritakan pengalaman yang dilihatnya kepada semua orang.

Waliullah itu menyarankan agar semua sanak keluarga menghibur para ruh yang sedih itu dengan menga­da­kan sedekah.

Acara sedekah diisi dengan membaca surah yasin, membaca tahlil, tahmid dan selawat serta di­akhiri dengan mendoakan para arwah tersebut.

Setelah menggelar acara,Waliullah tadi melihat ke la­­ngit. Ia melihar arwah-arwah yang tadinya sedih lantas bergembira karena telah mendapat ki­rim­an doa dari keluarganya yang masih hidup di dunia.

Berangkat dari cerita waliullah inilah, maka ter­ciptalah acara ruwhan, dan entah darimana pula awal sumbernya, wall ahu a’lam.

 Namun ken­da­tipun sumbernya tidak begitu jelas, namun bila dikaitkan dengan pengiriman baik surat Al Fatihah maupun doa-doa kepada para arwah, yang jelas sumbernya, tradisi ruwahan tidaklah me­nyim­­pang, karena intinya mendoakan para arwah yang telah mati.

Janji Allah SWT, doa yang dipanjatkan kepada-Nya untuk disampaikan kepada arwah pasti akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved