Derita Anak Amrozi Pelaku Bom Bali I yang tak Terungkap, Selain Susah Kerja Ternyata Juga Alami Ini
Derita Anak Amrozi Pelaku Bom Bali I yang tak Terungkap, Selain Susah Kerja Ternyata Juga Alami Ini
Saya ambil positifnya," tambahnya lagi dalam pertemuan di Sedayu, Lamongan, Jawa Timur, daerah tempat Hendra bekerja saat itu.
Ia mengaku jarang bertemu dengan ayahnya karena kedua orang tuanya berpisah saat Hendra masih bayi.
Tetapi begitu mengetahui ayahnya ditangkap dan dieksekusi enam tahun kemudian--pada November 2008-- reaksinya "sempat marah kepada negara" karena mengeksekusi ayahnya.
"Sudah kacau pikiran saat itu.
Setelah lihat jenazah dibuka.
Saya down.
Emosi memuncak," katanya.
Ditambah lagi dengan sulitnya dia mencari nafkah dengan cap yang lekat padanya sebagai anak pelaku pengeboman.
Ia mengatakan sempat bertemu ayahnya di Nusakambangan beberapa kali sebelum dieksekusi dengan perasaan yang "campur aduk" saat itu, antara percaya dan tidak percaya di tengah "emosi jiwa muda."
Di tengah emosi yang cukup tinggi dan "rasa dendam", kata Hendra, ia sempat "mau meneruskan apa yang dilakukan bapak" dengan belajar membuat senjata dan sempat meminta pamannya, Ali Fauzi, untuk mengajarinya membuat bom.
Namun permintaan itu ditolak.

Dua pamannya yang lain, Ali Gufron alias Mukhlas dan Ali Imron, juga terlibat Bom Bali 1.
Ali Gufron dieksekusi bersamaan dengan Amrozi sementara Ali Imron dijatuhi hukuman seumur hidup karena menyatakan penyesalan.
"Saya sempat gak mau hormat sama bendera, baru tahun 2017, baru saya bisa sadar" setelah momen melihat anaknya tidur, katanya.
Ia kemudian mengontak pamannya, Ali Fauzi, dan berjanji untuk berubah.
Bersama Ali Fauzi yang memimpin Lingkar Perdamaian - organisasi yang dibentuk untuk program deradikalisasi termasuk untuk para mantan narapidana terorisme - Hendra juga ikut aktif mengajak anak-anak muda yang disebutnya terpapar radikalisme.