Pulau Natuna Jadi Tempat Nelayan Palembang Mencari Ikan, Musim Hujan jadi Halangan Terberat

Dalam satu tahun, lebih dari satu kali nelayan asal Kota Pempek mengais rezeki di perairan Laut Cina Selatan, tempat dimana Pulau Natuna berada.

Penulis: anisa rahmadani | Editor: Refly Permana
sripoku.com/irawan
Sejumlah nelayan asal Palembang yang tengah sibuk mempersiapkan aktivitas berlayar mencari ikan ketika ditemui di kawasan 10 Ulu Palembang Jumat (10/1/2020). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Pulau Natuna menjadi perbincangan pasca diklaim milik salah satu negara di Asia. Pulau yang berada di kawasan Kepulauan Riau ini sendiri sudah menjadi salah satu tempat yang kerap didatangi nelayan dari belahan penjuru Indonesia.

Tak ketinggalan bagi nelayan yang ada di Palembang. Dalam satu tahun, lebih dari satu kali nelayan asal Kota Pempek mengais rezeki di perairan Laut Cina Selatan, tempat dimana Pulau Natuna berada.

Ternyata Begini Perlakuan Anak-anak Sule ke Teddy, Suami Lina Sampai Merasa tak Enak & Minta Maaf

Dijumpai di kawasan 10 Ulu Palembang Jumat (10/1/2020), kawanan nelayan asal Palembang yang biasa ke Pulau Natuna ini sedang berkumpul.

Tampak, mereka melakukan sejumlah persiapan, mulai dari memeriksa jala, mesin kapal, hingga ada juga yang ngobrol santai.

Terlihat ada sejumlah kapal berukuran besar yang disandarkan di dermaga, dalam kapal inilah mereka beraktivitas.

Menurut salah satu nelayan, Hendro, konflik kepemilikan Pulau Natuna sebenarnya tidak pernah muncul.

Barulah di akhir-akhir ini, ada negara yang mengklaim Pulau Natuna milik mereka, bukan milik Indonesia.

"Saya pribadi sudah 30 tahun mencari ikan dan sering datang ke Pulau Natuna. Tapi, selama itu, tidak pernah ada konflik seperti yang sekarang sedang heboh," kata pria yang tinggal di kawasan 7 Ulu ini.

Kapal China Tidak Takut, Tetap Bertahan Curi Ikan di Laut Natuna

Menurut Hendro, memang ada sesekali terlihat kapan-kapal dari negara yang saat ini sedang berkonflik dengan Indonesia.

Selama ini, tidak ada perseteruan antar nelayan.

"Kalau soal konflik, biarlah urusan pemerintah saja. Kami sebagai nelayan hanya berharap perizinan akan aktivitas kami ini tidak diproses terlalu lama. Soalnya, sangat sulit untuk mendapatkan izin berlayar, padahal kami nyari uang dari profesi nelayan ini," kata Hendro.

Ia menceritakan tentang pengalamannya selama di Pulau Natuna.

Menurutnya, sekarang lebih aman daripada waktu 20 tahun yang lalu.

"Sekarang tu aman gak kayak waktu 20 tahun lalu. Sekarang ada polisi yang patroli setiap sehari sekali, dan juga ada pos kesehatan di tepi Pulau Natuna kalau kami kenapa-kenapa," ungkapnya sambil memperbaiki kapal.

Video: Jenderal Bintang Tiga TNI Angkatan Laut, Siap Tempur Jaga Kedaulatan Natuna dari Kapal Asing

Ia juga menambahkan dalam setahun ia bersama 25 orang temannya ke Pulau Natuna ada 3 kali, yakni bulan Maret, Juli dan Agustus.

Biasanya ikan yang dapat di pulau tersebut berupa ikan Tongkol dan ikan sarden.

Kesulitan ketika nelayan itu, menurutnya, hanya ketika musim hujan dan angin kencang dari Barat Daya. Lantaran ikan tidak ada dan ombak laut sedang tidak bersahabat.

"Biasanya itu kalau udah bulan 11 sampe Februari, hujan deras sama angin dari Barat daya. Jadi bulan 10 biasanya udah pulang," tuturnya.

Ia juga menceritakan perjalanan dari Palembang ke Pulau Natuna selama 4 hari 4 malam, maka mereka sedang persiapan dibuat sejak awal bulan 1 ini.

"Kan bulan 3 berangkat, itu 4 hari 4 malam jadi persiapanya kami mulai dari bulan 1 ini baik itu mesin, sembako, kesehatan udah kami persiapkan karena kami pulang 2 bulan sekali jika bak ikan kapal kami udah terisi penuh," ungkapnya.

Prabowo Ajak Berantem Mantan Anak Buahnya Terkait Natuna, Jokowi Berang dan Siap Bawa Kapal Perang

Menurutnya juga, ikan yang telah didapat tersebut bakal dibekukan selama masih di perjalanan.

Ikan tersebut bakal diturunkan langsung di Pasar Induk Jakabaring Kota Palembang.

Sejauh ini menurutnya tidak pernah terjadi hal berat saat nelayan di pulau tersebut kecuali saat angin kencang.

Selain di Pulau Natuna ia bersama teman temannya juga pernah melaut di laut perbatasan Vietnam.

" Kami paling jauh cuman di perbatasan Laut Vietnam, itu seminggu perjalanannya," ujarnya.

Menurutnya tidak pernah ada yang sakit parah saat nelayan kecuali sakit meriang dan sakit 'kanker'0.

"Gak ada yang pernah sakit parah kecuali sakit merindukan kasih sayang dan kantong kering," ujar bapak yang punya anak 3 ini sambil bergurau.

Di akhir wawancara ia pun memberikan harapan kepada pemerintah agar surat perizinan nelayan jangan dipersulit.

Selain itu ia meminta untuk di percepat proses pembuatannya agar keselamatan mereka jika melaut aman dan terkendali.

"Paling harapannya jangan dipersulit kalau mau buat surat izin itu terus kalau bisa di percepat jangan sampai sebulan kan itu menghambat kami terus juga surat itu kan untuk keselamatan kami selamat di laut," tutupnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved