Defisit BPJS Kesehatan

Diduga Ada 4 Penyebab Biang Keladi Defisit BPJS Kesehatan

Diduga ada sejumlah hal yang menyebabkan defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan terus membesar dari tahun ke tahun.

Editor: Salman Rasyidin
kompas.com
Ilustrasi BPJS Kesehatan(Audia 

“Dengan defisit meningkat, apakah kesehatan menjadi prioritas pada saat itu,” kata dia.

Lebih jauh, ia menambahkan, persoalan timbul karena masih banyak pemerintah daerah yang belum tunduk kepada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Keseatan.

Di dalam UU tersebut, pemerintah pusat diwajibkan mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sedangkan pemda sebesar 10 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Sejauh ini, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran kesehatan sesuai dengan UU sebesar 5 persen dari total anggaran yang direncanakan.

“Faktanya, masih ada kepala daerah yang tidak ikut JKN. Contohnya di Kota Bekasi, itu dia pakai Kartu Bekasi Sehat, mengelola sendiri. Artinya apa? Potensi pemasukan tidak jadi masuk,” ungkapnya.

Contoh lainnya, di dalam Pasal 99 dan 100 Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, terdapat kontribusi yang harus disetorkan daerah ke BPJS Kesehatan dari realisasi peneriman pajak rokok.

Besaran pajak tersebut yakni 75 persen dari 50 persen realisasi penerimaan pajak rokok yang menjadi bagian hak dari masing-masing daerah provinsi, dan kabupaten/kota.

 “Kalau saya hitung, itu bisa sekitar Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun. Tapi faktanya, pada 2018 hanya Rp 1,4 triliun yang didapat. Artinya, banyak juga pemda yang tidak patuh,” ujarnya.

Persoalan keempat yakni adanya utang iuran yang gagal dikumpulkan.

Pada 30 Juni lalu, ia menyebut, masih ada sekitar Rp 3,4 triliun utang yang belum dibayar.

Kontribusi utang terbesar berasal dari peserta mandiri Kelas 2 dan 3 sebesar Rp 2,4 triliun, perusahaan swasta Rp 600 miliar dan sisanya sekitar Rp 400 miliar disumbangkan oleh pemerintah daerah yang tidak membayar Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

“Itu baru satu bulan, belum bicara 10-11 bulan. Inilah fakta bahwa sumber pemasukan potensi gagal,” ungkapnya.

Pemerintah, imbuh dia, sebenarnya dapat memberikan sanksi kepada mereka yang menunggak bayar. Untuk perusahaan swasta, misalnya, pemerintah daerah dapat memberikan sanksi dengan tidak menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan bila kantor tersebut berencana membangun pabrik baru atau menunda penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Sedangkan, bagi peserta mandiri, sanksi yang dapat diberikan yaitu dengan tidak memberikan pelayanan sebagaimana seharusnya.

Misalnya, ketika mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) atau perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), para pemegang premi pribadi diwajibkan menyelesaikan urusan BPJS Kesehatan yang masih menunggak terlebih dahulu.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved