Defisit BPJS Kesehatan

Diduga Ada 4 Penyebab Biang Keladi Defisit BPJS Kesehatan

Diduga ada sejumlah hal yang menyebabkan defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan terus membesar dari tahun ke tahun.

Editor: Salman Rasyidin
kompas.com
Ilustrasi BPJS Kesehatan(Audia 

Diduga Ada 4 Penyebab Biang Keladi Defisit BPJS Kesehatan

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Masalah terjadinya defisit dana BPJS masih menemukan titik temu  untuk berakhir. Diduga ada sejumlah hal yang menyebabkan defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan terus membesar dari tahun ke tahun.

Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar seperti diwartakan Kompas.com, selain persoalan tindakan medis seperti disampaikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, ada hal lain yang yang menimbulkan masalah itu terjadi.

Pertama, dari sisi penganggaran di dalam Rencana Kegiatan Anggaran Tahunan (RKAT).

Menurut dia, penerimaan yang ditargetkan dari iuran BPJS Kesehatan lebih kecil dibandingkan pengeluaran yang harus dibayarkan.

“Di dalam RKAT, pendapatan untuk 2019 sekitar Rp 88,8 triliun, sedangkan pembiayaannya sekitar Rp 102,02 triliun.

Dengan carry over 2018 ke 2019, defisit Rp 9,15 triliun, maka dari sisi penganggaran saja BPJS sudah mengatakan kami defisit,” kata Timboel dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/12/2019).

Persoalan berikutnya yakni terkait iuran.

Ia mengatakan, ketika BPJS Kesehatan mulai dibentuk pada 2014, saat itu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan iuran BPJS sebesar Rp 27.000.

Namun, waktu itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo menetapkan besaran iuran jauh di bawah usulan DJSN, yaitu sebesar Rp 19.225.

Kondisi serupa terjadi pada 2016 ketika tarif BPJS Kesehatan naik. Saat itu, DJSN mengusulkan besaran tarif iuran sebesar Rp 36.000.

Akan tetapi, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan besaran iuran Rp 23.000.

“Artinya, terjadi gap. (Besaran) iuran ini tidak cocok untuk mengoperasikan JKN ini. Ini soal politik anggaran,” ujarnya.

Timboel menyatakan, keputusan politik pemerintah menetapkan besaran tarif iuran yang lebih rendah dibandingkan usulan DJSN, bukanlah sebagai sebuah kebijakan populis.

Namun, pada saat itu pemerintah dianggap belum memiliki perhatian yang cukup besar terhadap sektor kesehatan.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved