Rincian Fee yang Diterima 22 Anggota DPRD Muaraenim dan Wabup dalam Kasus Korupsi Bupati Ahmad Yani

Rincian Fee yang Diterima 22 Anggota DPRD Muaraenim dan Wabup dalam Kasus Suap Bupati Ahmad Yani

Editor: Hendra Kusuma
Istimewa
Rincian Fee yang Diterima 22 Anggota DPRD Muaraenim dan Wabup dalam Kasus Suap Bupati Ahmad Yani 

Disebutkan Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, bahwa Ahmad Yani diketahui meminta fee sebesar 10 persen dari 16 proyek kepada pengusaha. Itu merupakan Rincian Fee yang Diterima 22 Anggota DPRD Muaraenim dan Wabup dalam Kasus Korupsi Bupati Ahmad Yani.

SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Rincian Fee yang Diterima 22 Anggota DPRD Muaraenim dan Wabup dalam Kasus Korupsi Bupati Ahmad Yani.

Seperti dibacakan oleh JPU bahwa, Bupati Ahmad Yani non aktif sepertinya tidak sendirian menikmati Fee 10 persen tersebut, tetapi juga melibatkan 22 Anggota Dewan, Ketua dan Wabup Muaraenim.

Fakta bahwa Bupati Non Aktif Ahmad Yani juga Seret 22 Anggota Dewan atau DPRD Muraenim, dan Wabup Muaraenim diketahui, berdasarkan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Bahwa Dalam sidang perdana kasus suap proyek pembangunan jalan yang menjerat Bupati Muara Enim Ahmad di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Palembang, Rabu (20/11/2019) itu, terungkap Rincian Fee yang Diterima 22 Anggota DPRD Muaraenim dan Wabup dalam Kasus Korupsi Bupati Ahmad Yani.

Dalam JPU KPK Muhammad Asri Iwan dalam dakwaannya menyebutkan, bahwa ada nama Wabup Muaraenim Juarsah diduga menerima pemberian fee proyek sebesar Rp 2 miliar.

Dilanjutkan dalam JPU KPK Muhammad Asri Iwan bahwa, 22 anggota DPRD Muara Enim yang disebutkan juga turut menerima atau keciprat fee sekitar Rp 200-350 juta, tetapi jika dijumlahkan maka jumlahnya fantastis yakni total suap mencapai Rp 4,8 miliar.

Komitmen Fee dan Rincian Fee yang Diterima 22 Anggota DPRD Muaraenim dan Wabup dalam Kasus Korupsi Bupati Ahmad Yani itu, merupakan bagian dari syarat agar sang Pengusaha bernama Robi Okta Fahlevi yang merupakan Direktur Utama PT Enra Sari, memenangkan 16 proyek di Muaraenim.

Sementara itu, kembali dalam JPU KPK Muhammad Asri Iwan dalam dakwaannya menyebutkan bahwa, Ketua DPRD Muara Enim Arie HB menerima komitmen fee sebesar Rp 3,3 miliar dengan Jumlah Fee Diterima Fantastis.

Saat ini, menurut JPU KPK Muhammad Asri Iwan, nama-nama yang disinyalir menerima aliran dana pengadaan proyek Dinas PU Muara Enim itu masih berstatus saksi, dan waktu dekat akan dihadirkan.

"Statusnya akan lihat pemeriksaan saksi, sejauh mana keterkumpulan alat bukti, kan kita menyidangkan berdasarkan alat bukti, dakwaan itulah tuduhan yang diberikan kepada pemberi suap dan penerima suap dan aliran dana," kata Asri.

Sementara itu, dalam kasus Robi, Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani akan dihadirkan di persidangan, begitu juga dengan Ketua DPRD Muara Enim yang diduga ikut menerima suap tersebut.

"Bupati, ketua dewan, kemungkinan besar kita panggil. Perkara bupati, tunggu saja, dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Palembang," ujarnya.

Berikut Ini Fakta-Fakta Terkati Sidang Perdana Kasus Korupsi di Muara Enim

1. Sidang Perdana di Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang

Sidang perdana kasus suap proyek pembangunan jalan yang menjerat Bupati Muara Enim Ahmad Yani berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang.

Dalam sidang tersebut, terdakwa Robi Okta Fahlevi yang merupakan Direktur Utama PT Enra Sari selaku pemberi suap, dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Fee Sebesar 10 Persen

Disebutkan Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, bahwa Ahmad Yani diketahui meminta fee sebesar 10 persen dari nominal proyek sebesar Rp 129 miliar.

Selain fee proyek, Ahmad Yani ternyata juga meminta dibelikan mobil SUV jenis Lexus dan satu mobil pikap merk Tata.

Pemberian fee tersebut, dilakukan terdakwa Robi secara bertahap, di mulai dari awal Januari sampai Agustus 2019 di lokasi berbeda.

Tersangka Ahmad Yani diketahui sempat memberikan syarat kepada para pemborong untuk mendapatkan 16 paket proyek pembangunan Jalan Muara Enim.

Syarat itu berupa 10 persen pemberian fee untuk Bupati, dan lima persen untuk anggota DPRD Muara Enim, serta para pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Seluruh syarat berhasil disanggupi Robi, hingga akhirnya ia diputuskan sebagai pemenang tender proyek.

"Pihak dari Dinas PUPR membuat skema, menyulitkan syarat untuk mengikuti tender proyek. Sehingga PT Enra Sari berhasil menjadi pemenang, setelah memenuhi berbagai persyaratan," ujarnya.

3. Terdakwa Robi Tidak Ajukan Eksepsi

Sementara itu, Terdakwa Robi Okta Pahlevi (35), kontraktor yang diduga menyuap bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani, tidak mengajukan pembelaan (eksepsi) atas dakwaan JPU KPK terhadap dirinya.

Melalui Kuasa hukumnya, Niken Susanti SH, Robi mengatakan tindakan esepsi tidak dilakukan karena dakwaan terhadap dirinya telah sesuai dengan apa yang terjadi.

"Maka dengan ini kami menyerahkan segalanya pada fakta yang akan terungkap pada proses persidangan," ujarnya, Rabu (20/11/2019).

4. Terdakwa Robi Terlihat Menangis

Robi yang sebelumnya hanya mengenakan kemeja biru muda, baru mengenakan rompi tahanan Setelah persidangan selesai.

Dengan mata berkaca-kaca, Robi langsung memeluk anggota keluarganya yang menyaksikan jalannya persidangan.

Pelukan Robi juga disambut hangat anggota keluarganya yang tampak menahan tangis.

Setelah itu dengan penjagaan ketat brimob bersenjata lengkap, Robi kemudian digiring berjalan ke sel sementara di Pengadilan Tipikor Palembang tanpa banyak memberikan komentar.

"Makasih ya, maaf," ujar Robi sembari menyatukan kedua telapak tangannya sebagai tanda ucapan permintaan maaf seraya berlalu meninggalkan awak media.

5. Berikan Uang Rp22 Miliar

Terdakwa memberi uang dalam bentuk Dollar Amerika sejumlah USD35.000 (tiga puluh lima ribu dollar Amerika Serikat).

Apabila dijumlahkan dalam bentuk Rupiah totalnya mencapai Rp22.001.000.000,00 (dua puluh dua miliar satu juta rupiah).

Terdakwa juga memberikan 2 dua unit kendaraan bermotor. Yaitu 1 unit mobil pickup merk Tata Xenon HD single cabin warna putih dan 1 (satu) unit Mobil SUV Lexus warna hitam Nopol B 2662 KS. "Fee tersebut diberikan terdakwa kepada Bupati Muara Enim Ahmad Yani beserta pegawai negeri atau penyelenggara negara di kabupaten Muara Enim," ujar JPU.

Usai membacakan tuntutan, kuasa hukum dari terdakwa tak melakukan eksepsi, sehingga Ketua Majelis Hakim Bonbongan Silaban menutup persidangan. "Sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada Selasa 26 November 2019, dengan agenda keterangan saksi," ucap Bonbongan.

6. Selain Fee Minta Lexus

Sidang perdana kasus suap proyek pembangunan jalan yang menjerat Bupati Muara Enim Ahmad Yani berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang, Rabu (20/11/2019).

Dalam sidang tersebut, terdakwa Robi Okta Fahlevi yang merupakan Direktur Utama PT Enra Sari selaku pemberi suap, dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, Ahmad Yani diketahui meminta fee sebesar 10 persen dari nominal proyek sebesar Rp 129 miliar.

Selain fee proyek, Ahmad Yani ternyata juga meminta dibelikan mobil SUV jenis Lexus dan satu mobil pikap merk Tata. "Total fee yang diberikan terdakwa kepada Bupati Muara Enim sebesar Rp 12,9 miliar," kata JPU KPK Muhammad Asri Iwan saat membacakan dakwaan.

Pemberian fee tersebut, dilakukan terdakwa Robi secara bertahap, di mulai dari awal Januari sampai Agustus 2019 di lokasi berbeda. Tersangka Ahmad Yani diketahui sempat memberikan syarat kepada para pemborong untuk mendapatkan 16 paket proyek pembangunan Jalan Muara Enim.

Syarat itu berupa 10 persen pemberian fee untuk Bupati, dan lima persen untuk anggota

DPRD Muara Enim, serta para pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Seluruh syarat berhasil disanggupi Robi, hingga akhirnya ia diputuskan sebagai pemenang tender proyek. "Pihak dari Dinas PUPR membuat skema, menyulitkan syarat untuk mengikuti tender proyek.

Sehingga PT Enra Sari berhasil menjadi pemenang, setelah memenuhi berbagai persyaratan,"ujarnya.

Robi Okta Fahlevi, terdakwa kasus suap proyek pembangunan jalan yang menjerat Bupati Muara Enim Ahmad Yani meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk membuka pemblokiran rekening miliknya.

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Robi, Tomas Aquino, saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Palembang, Kamis (20/11/2019).

Minta pembukaan rekening Diblokir

Tomas mengungkapkan, pertimbangan pembukaan rekening tersebut berdasarkan kemanusiaan, karena Robi mempunyai seorang istri dan anak yang masih kecil.

Selama rekening diblokir, pembiayaan hidup untuk keluarga Robi menjadi tersendat.

"Kami hanya minta dibuka satu rekening saja dari sekitar lima rekening yang diblokir," kata Tomas.

Tomas mengungkapkan, mereka tidak melakukan eksepsi atau keberatan dari dakwaan yang dibacakan oleh JPU, karena seluruh aspek yang diuraikan sudah jelas.

"Benar tidaknya nanti akan ada dalam pembuktian. Karena pembacaan tadi sudah jelas, tinggal diuji saja,"ujarnya.

Sementara itu, JPU KPK Muhammad Asri Iwan mengungkapkan, permohonan pembukaan rekening milik Robi akan dilakukan kajian.

"Itu nanti, masih kita teliti. Kami melihat dulu, sejauh mana urgensi nya. Kalau tidak ada relevansinya ya kita buka," kata dia. (Sumber Tribun Sumsel)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved