Sosok Jenderal Polisi yang Jujur, Kapolri Pertama Bongkar Kasus Besar, Dipensiunkan di Usia 49 Tahun

Mengenal Polisi Jujur Indonesia Hoegeng Imam Santoso, Kapolri Pertama RI Berani Bongkar Kasus Besar

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
Kolase Youtube dan Intisari
Sosok Jenderal Polisi yang Jujur, Kapolri Pertama Bongkar Kasus Besar, Dipensiunkan di Usia 49 Tahun 

Sosok Jenderal Polisi yang Jujur, Kapolri Pertama Bongkar Kasus Besar, Dipensiunkan di Usia 49 Tahun

SRIPOKU.COM - Mengenal Polisi Jujur Indonesia Hoegeng Imam Santoso, Kapolri Pertama RI Berani Bongkar Kasus Besar

Jendral Hoegeng Ia merupakan salah satu sosok terkenal di Indonesia.

Tokoh Indonesia yang satu ini terkenal sebagai polisi paling jujur dan sederhana ditengah ketidakpercayaan masyarakat kepada institusi kepolisian.

Nama lengkapnya adalah Hoegeng Imam Santoso merupakan putra sulung dari pasangan Soekario Kario Hatmodjo dan Oemi Kalsoem.

Beliau lahir pada 14 Oktober 1921 di Kota Pekalongan.

Meskipun berasal dari keluarga Priyayi (ayahnya merupakan pegawai atau amtenaar Pemerintah Hindia Belanda).

Berikut profil dan biografi Hoegeng Imam Santoso dirangkum Sripoku.com dari berbagai sumber.

Penyanyi Legendaris Ahmad Albar Sudah 15 Tahun tak Pakai HP, Terungkap, Ternyata Ini Alasannya!

Foto Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin di Kota Palembang, Masih Diburu Pembeli

Seleksi Penerimaan CPNS Segera Dibuka, BKN Palembang Mulai Lakukan Persiapan

Jenderal Polisi Hoegeng
Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso (Kolase Youtube dan Intisari)

Masa Kecil

Masa kecil Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang sederhana karena ayah Hoegeng tidak memiliki rumah dan tanah pribadi, karena itu ia seringkali berpindah-pindah rumah kontrakan.

Hoegeng kecil juga dididik dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal. Hoegeng mengenyam pendidikan dasarnya pada usia enam tahun pada tahun 1927 di Hollandsch Inlandsche School (HIS).

Tamat dari HIS pada tahun 1934, ia memasuki Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), yaitu pendidikan menengah setingkat SMP di Pekalongan.

Pada tahun 1937 setelah lulus MULO, ia melanjutkan pendidikan ke Algemeene Middlebare School (AMS) pendidikan setingkat SMA di Yogyakarta. Pada saat bersekolah di AMS, bakatnya dalam bidang bahasa sangatlah menonjol.

Ia juga dikenal sebagai pribadi yang suka bicara dan bergaul dengan siapa saja tanpa sungkan-sungkan dengan tidak mempedulikan ras atau bangsa apa.

Kemudian pada tahun 1940, saat usianya menginjak 19 tahun, ia memilih melanjutkan kuliahnya di Recht Hoge School (RHS) di Batavia.

Lirik dan chord gitar lagu Andmesh Lagu Cinta Luar Biasa dan cover Oleh Doyoung dan Haechan NCT 127

Menjadi Seorang Polisi

Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952).

Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966.

Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak.

Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966.

Inilah Fakta Tentang Bipolar Disorder, Gangguan Mental Yang Diderita Artis Ariel Tatum

Menjadi Kapolri

Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo.

Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso.

Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif.

Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya.

Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).

Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri.
Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol.

Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol.

Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif.

Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Jenderal Polisi Hoegeng Imam
Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso (id.wikipedia.org)

Berani Membongkar Kasus Besar

Selama ia menjabat sebagai kapolri ada dua kasus menggemparkan masyarakat.

Pertama kasus Sum Kuning, yaitu pemerkosaan terhadap penjual telur, Sumarijem, yg diduga pelakunya anak-anak petinggi teras di Yogyakarta.

Ironisnya, korban perkosaan malah dipenjara oleh polisi dengan tuduhan memberi keterangan palsu.
Lalu merembet dianggap terlibat kegiatan ilegal PKI.

Nuansa rekayasa semakin terang ketika persidangan digelar tertutup.

Wartawan yg menulis kasus Sum harus berurusan dengan Dandim 096. Hoegeng kemudian bertindak.

Kasus lainnya yg menghebohkan adalah penyelundupan mobil-mobil mewah bernilai miliaran rupiah oleh Robby Tjah Jadi.

Berkat jaminan, pengusaha ini hanya beberapa jam mendekam di tahanan Komdak.

Sungguh berkuasanya si penjamin sampai Kejaksaan di Jakarta pun menghentikan kasus ini.

Siapakah si penjamin itu?

Tapi, Hoegeng tak gentar, pada kasus penyelundupan mobil mewah berikutnya, Robby tak berkutik.

Pejabat yang terbukti menerima sogokan ditahan.

Rumor yang santer, gara-gara membongkar kasus ini pula yg menyebabkan Hoegeng di pensiunkan, 2 Oktober 1971 dari jabatan Kapolri.

Kasus ini ternyata melibatkan sejumlah pejabat dan perwira tinggi ABRI (hlm 118).

Pensiun Diri Dari Kepolisian

Bayangan banyak orang, memasuki masa pensiun orang pertama di kepolisian pasti menyenangkan.

Tinggal menikmati rumah mewah berikut isinya, kendaraan siap pakai.

Semua itu diperoleh dari sogokan para pengusaha.

Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Presiden Soeharto.

Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian.

Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak.

Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.

Hoegeng diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971, dan ia kemudian digantikan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Moh. Hasan.

Penyebab Diberhentikan Dari Kapolri

Pemberhentian Hoegeng dari jabatannya ini menyisakan sejumlah tanda tanya di antaranya karena masa jabatannya sebagai Kapolri saat itu belum habis.

Berbagai spekulasi muncul berkaitan dengan pemberhentiannya tersebut, antara lain dikarenakan figurnya terlalu populer dikalangan pers dan masyarakat.

Selain itu ada pula yang menyebutkan bahwa ia diganti karena kebijaksanaannya tentang penggunaan helm yang dinilai sangat kontroversi.

Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yg anti disogok.

Pria yg pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah.

Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian. Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yg kemudian menjadi satu-satunya mobil yg ia miliki.

Pengabdian yg penuh dari Pak Hoegeng tentu membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari.

Pernah dituturkannya sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri dan pensiunnya masih diproses, suatu waktu dia tidak tahu apa yg masih dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.

Kesederhanaan Hidup Hoegeng Imam Santoso

Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran.

Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.

Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu.

“Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.

Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun.

Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng.

Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.

Masa Pensiun

Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis sebagaimana di lansir oleh Historia.id.

Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga.

Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!

Setelah pensiun, mantan Kapolri periode 1968-1971 ini beralih ke dunia dunia seni musik dan gelar wicara.

Hoegeng memang menaruh minat dan berbakat dalam menyanyi. Sejak 1968, tatkala menjabat Kapolri, Hoegeng tergabung dalam orkes “tempo doeloe”.

Ketika sudah tak aktif lagi di Kepolisian pada awal 1970-an, Hoegeng bersama grup musik Hawaian Seniors tampil berkala di TVRI dalam acara bertajuk “Irama Lautan Teduh”.

Lebih menarik lagi, Hoegeng kerap berduet dengan sang istri, Merry Hoegeng. Sesekali ikut pula putri mereka, Reny Hoegeng.

Suara yang merdu dipadu penampilan panggung yang apik menyebabkan Hoegeng dijuluki “The Singing General” oleh majalah berita Jakarta Ekspress.

“Yang juga membuat kami senang, kami memiliki banyak penggemar di seluruh Nusantara,” tutur Hoegeng dalam otobiografinya Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan karya Abrar Yusra dan Ramadhan K.H.

Selain mejeng di TVRI, Hoegeng kondang pula sebagai penyiar pemandu acara “Obrolan Mas Hoegeng”, yang disiarkan radio Elshinta saban minggu pagi.

Acara ini menjadi program unggulan Elshinta karena ramai pendengar. Tema yang jadi perbincangan seringkali berkaitan soal keadilan dan ketertiban namun dikupas secara kelakar dan lucu.

“Memang, ternyata acara ‘Obrolan Mas Hoegeng’ itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat.

Bukan disebabkan pembawa acaranya adalah seorang Kapolri, melainkan masalah yang dibicarakan selalu aktual dan dibawakan dengan gaya bahasa yang asyik,” catat Aris Santoso dkk dalam Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa.

Hanya kurang lebih satu dekade Hoegeng tampil dan bersiaran.

Pada 1980, dia terpaksa berhenti dari panggung hiburan. Pemerintah mencekalnya lantaran terlibat Petisi 50.

Dalam acara Kick Andy di metro TV, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000.

Berfoto Sebelahan dengan Nadiem Makarim, Menkeu Sri Mulyani Merasa Miles Away

Hoegeng Wafat

Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun.

Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya.

Hoegeng mengisi waktu luang dengan hobi melukisnya.

…Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng – Gus Dur

Itulah sekadar beberapa catatan kenangan untuk Pak Hoegeng.

Seorang yg hidupnya senantiasa jujur, seorang yg menjadi simbol bagi hidup jujur, dan simbol bagi kejujuran yg hidup.

Dikutip dari Tribunnewswiki.com, berikut biodata lengkap Jenderal Hoegeng Imam Santoso.

Biodata Hoegeng Imam Santoso

Nama Jenderal polisi (Purn.) Drs. Hoegeng Imam Santoso

Lahir : 14 Oktober 1921

Pekerjaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 1968 - 1971

Riwayat Pendidikan

- Hollandsch Inlandsche School (HIS)

- Meer Uitgebried Lager Onderwijs (MULO)

- Algemeene Middlebare School (AMS) Recht Hoge School (RHS)

- Pendidikan untuk kader polisi tinggi kepolisian di Sukabumi

- Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)

Riwayat Kerja dan Karier

- Kasi Reskrim Kepolisian Komisariat Jakarta

- Kepala Jawatan Imigrasi

- Menteri Iuran Negara

- Menteri/Sekretaris Kabinet Inti

- Deputi Menteri Muda Panglima Angkatan Kepolisian Urusan Operasi

- Komisaris Jenderal Polisi

- Panglima Angkatan Kepolisian RI

Anggota Keluarga Hoegeng Imam Santoso

Pasangan : Merry Roeslani

Orangtua : Soekario Kario Hatmodjo (ayah)

Oemi Kalsoem (ibu)

Perjalanan Karier

- Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952).

- Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatra Utara (1956) di Medan.

- Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960)

- Menteri luran Negara (1965)

- Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966.

- Deputi Operasi Pangak dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi (1966).

- Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri)

Penghargaan

Atas semua pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda jasa,

- Bintang Gerilya

- Bintang Dharma

- Bintang Bhayangkara I

- Bintang Kartika Eka Paksi I

- Bintang Jalasena I

- Bintang Swa Buana Paksa I

- Satya Lencana Sapta Marga

- Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II)

- Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan

- Satya Lencana Prasetya Pancawarsa

- Satya Lencana Dasa Warsa

- Satya Lencana GOM I

- Satya Lencana Yana Utama

- Satya Lencana Penegak

- Satya Lencana Ksatria Tamtama

Buku 'Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan' 

Kariernya yang tiba-tiba hilang, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.

Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.

Momen ini dituliskan dalam buku 'Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan' seperti yang dikutip oleh Intisari.

"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.

Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.

"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi beraksi memberantas kejahatan.

Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.

Melansir dari Kompas.com, putra Hoegeng, Aditya Soetanto sempat membeberkan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.

Hoegeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya dengan menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.

Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.

Setelah bertahan 10 tahun, akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.

Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved