Masyarakat OKI Berbondong-Bondong Buru Harta Karun Kerajaan Sriwijaya di Lahan Bekas Kahutla

Masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, berbondong-bondong memburu harta karun di lahan bekas kebakaran hutan dan lahan.

Editor: Bejoroy
TRIBUN SUMSEL.COM/NANDO ZEIN
Benda diduga cagar budaya ditemukan di lahan gambut terbakar di Kecamatan Cengal Kabupaten OKI. 

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya empat provinsi (Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Bangka-Belitung) Iskandar Mulia Siregar mengaku segera memberangkatkan tim ke lokasi perburuan harta karun di OKI.

Iskandar mengatakan tim ini akan berkoordinasi dengan kepolisian, balai arkeologi, dan pemerintah daerah OKI.

"Kalau untuk itu perlu kajian. Secara Undang Undang pastikan itu cagar budaya atau bukan. Baru besok tim saya ke sana," kata Iskandar melalui sambungan telepon, Minggu (6/10/2019).

Undang Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengartikan benda cagar budaya sebagai benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

"Biasanya dilaporkan dulu, biar diteliti, itu cagar budaya atau tidak. Kalau diputuskan cagar budaya juga boleh dimiliki masyarakat, secara UU seperti itu. Ada yang boleh, ada yang harus diambil Negara," tambah Iskandar.

Jika ditemukan "harta karun" sebagai cagar budaya maka pemerintah wajib memberikan kompensasi bagi penemunya. Balai Pelestarian Cagar Budaya memiliki anggaran Rp20 juta per tahun untuk menebus cagar budaya hasil temuan masyarakat.

"Sekitar Rp 20 juta per tahun untuk empat provinsi: Jambi, Sumsel, Bengkulu, Babel. Ada anggaran kita untuk memberi imbalan jasa," kata Iskandar.

Ia mengakui bahwa berdasarkan UU tentang Cagar Budaya, para pemburu harta karun yang masuk kategori cagar budaya bisa terkena ancaman pidana jika tak melaporkan temuannya. Namun, pihak berwenang mengedepankan pendekatan persuasif.

"Kalau semuanya (pakai ancaman pidana) kan repot juga," imbuhnya.

Berburu si mata setan

Seorang pemburu benda zaman Kerajaan Sriwijaya yang tergabung dalam Komunitas Petualang Metal Detektor Indonesia, Arya, nampak tengah mendeteksi benda bersejarah di pinggir Sungai Musi. (Antara News Sumsel/Arya/Aziz Munajar/19)

Salah satu pemburu harta karun, Ringgo mengatakan kebanyakan yang didapat warga biasanya emas dalam bentuk pasir atau butiran. "Ada juga manik-manik. Sama teman-teman di sana, dijuluki mata setan," katanya kepada BBC Indonesia, Minggu (6/10/2019).

Ringgo menambahkan selain harta karun emas, warga juga menemukan benda-benda bersejarah lainnya. "Ada juga yang temu keramik-keramik. Guci. Kendi," lanjutnya.

Pencarian ini dilakukan di Kecamatan Cengal, Dusun Seradang. Tapi, kata Ringgo, ada temuan baru lagi di tempat lainnya. "Bukan lagi di Desa Serdang. Ini lokasi baru sekitar satu minggu belakangan di Desa Pelimbangan. Ini penemuan baru, di lokasi PT Samora. Temuannya itu butiran," tambahnya.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved