Sejarah Berdiri Jembatan Ampera, Sebagai Ikon Kota Palembang, Jembatan Kebanggaan ‘Wong Kito Galo’
Sejarah Berdiri Jembatan Ampera, Sebagai Ikon Kota Palembang, Jembatan Kebanggaan ‘Wong Kito Galo’
Penulis: Tria Agustina | Editor: Sudarwan
Sejarah Berdiri Jembatan Ampera, Sebagai Ikon Kota Palembang, Jembatan Kebanggaan ‘Wong Kito Galo’
SRIPOKU.COM - Provinsi Sumatera Selatan yang berpusat di Kota Palembang merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia.
Sebagai pusat dari Provinsi Sumatera Selatan, Kota Palembang yang terkenal lewat Pempek-nya ini banyak sekali menyimpan sejarah peradaban kerajaan Sriwijaya.
Jempatan Ampera (Amanat penderitaan rakyat) yang merupakan ikon dari kota yang berada di ujung selatan pulau Sumatera ini.
Jembatan yang menghubungkan dua kawasan yakni seberang ilir dan seberang ulu ini yang dipisahkan oleh Sungai Musi sangat membantu kelancaran transportasi antara kedua kawasan ini.
Jadi wajar jika jembatan ini begitu dibanggakan oleh masyarakat kota Palembang sampai sekarang.
Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tanggal 30 September tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan.
Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia Tenggara.
Namun banyak yang belum mengetahui tentang sejarah berdirinya jembatan ampera ini.
Berikut ulasan sejarah berdirinya Jembatan Ampera yang telah dirangkum Sripoku.com dari berbagai sumber.
• Berpenampilan Mewah, Begini Busana Krisdayanti saat Dilantik Jadi Anggota DPR RI, Bak Putri Raja
• Waspada! Suka Mengkhayal Bisa Jadi terkena Gangguan Psikis, Ini Tanda-tanda Maladaptive Daydreaming
• 10 Objek Wisata Menarik di Palembang, No 5 Lokasi Sakral yang Menyimpan Cerita Kerajaan Sriwijaya

Telah Direncanakan Sejak Zaman Belanda
Pada Tahun 1906 pada masa pemerintahan Belanda, Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, muncullah Ide membuat jembatan untuk menyatukan Kota Palembang antara Seberang ulu dan seberang ilir yang terpisah Oleh Sungai Musi, akhirnya tahun 1924 ide ini di realisasi dan dilakukan banyak usaha untuk mewujudkan ide membangun Jembatan tersebut.
Namun, sampai masa jabatan Le Cocq de Ville berakhir, bahkan ketika Belanda pergi dari Indonesia, proyek pembangunan jembatan itu tidak pernah terealisasi.
Pada Masa Kemerdekaan, masyarakat seberang ulu dan seberang ilir memiliki gagasan untuk membuat jembatan yang dapat memudahkan akses transportasi penyeberangan.
Permintaan Masyarakat Palembang tersebut di bawa oleh DPRD Peralihan Kota Besar Palembang ke sidang pleno tanggal 29 Oktober 1956, Tahun 1957 di bentuk Panitia Pembangunan yang terdiri atas Harun Sohar (Panglima Kodam II/Sriwijaya), H.A. Bastari (Gubernur Sumatera Selatan), M. Ali Amin, dan Indra Caya.
Kemudian Panitia Pembangunan ini menyampaikan gagasan Pembangunan jembatan tersebut Kepada Presiden RI Ir. Soekarno.
Gagasan tersebut di setujui oleh Bung Karno, dengan Syarat di buat juga taman terbuka di kedua ujung jembatan itu.
Penandatanganan kontrak pembuatan Taman Kota atau boulevard dilakukan pada tanggal 14 Desember 1961 dengan biaya USD 4.500.000 atau sekitar Rp. 900.000.000 pada masa itu dengan kurs Dolar USD 1 = Rp 200.
• Kisah Inspirasi Ibu Asal Lombok, Mantan Suami Kembali Nafkahi Anak, Baca Sholawat Urusan Dipermudah
• Bawa Tiga Istrinya Sekaligus di Acara Pelantikan, Anggota DPRD Terpilih dari PKB Ini Jadi Sorotan!
• Ayu Dewi Melahirkan Anak Ketiga, Masih Dirahasiakan Hidung Bayi Laki-lakinya Jadi Sorotan

Dibangun dari Dana Rampasan Perang
Pada April 1962 di mulai pembangunan Pembuatan Jembatan atas biaya pemerintah Jepang, sebagai bentuk kompensasi perang Dunia II dari Pemerintah Jepang terhadap Indonesia, tak hanya biaya Tenaga Ahli pembuat Jembatan pun di datangkan dari Negara Jepang.
Dengan Fuji Mobil Manufacturing Co Ltd yang diberikan tanggung jawab untuk desain dan konstruksi.
Proses Pembuatan Jembatan memakan waktu sekitar 3 tahun lama nya.
Akhirnya di tahun 1965 Jembatan pun diresmi oleh Letjen Ahmad Yani, pada tanggal 30 September 1965. kemudian jembatan ini di namai dengan Jembatan Bung Karno.
Namun pada tahun 1966 terjadi pergolakan gerakan Anti-Soekarno, Nama jembatan yang mengambil dari Nama Presiden RI pun di Rubah menjadi Jembatan Ampera yang artinya Amanat Penderitaan Rakyat.
• Harga Emas Dunia Anjlok Lebih Dari Dua Persen 33,5 Dollar AS, Ini Sebabnya
• Potret Ayu Mulan Jameela Sebelum Dilantik Jadi DPR, Sibuk Pamer Suasana hingga Gaji Baru Terungkap
• Niat Sholat Taubat Nasuha, Tata Cara Sholat Taubat, Waktu & Hikmah Mengerjakan Sholat Taubat Nasuha

Dulunya Merupakan Jembatan Angkat
Jembatan Ampera yang memiliki panjang total 1.117 meter dan lebar 22 meter serta 63 meter ini di rancang agar bisa mengangkat bagian tengah jembatan dengan peralatan mekanis yang terdapat di kedua menara Jembatan, dengan pemberat berupa bandul seberat masing masing 500 ton.
Butuh waktu sekitar 30 menit untuk mengangkat dengan sempurna bagian tengah jembatan, agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan, ukuran maksimum kapal yang dapat melewati jembatan ampera pada saat posisi terangkat sempurna berukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi 44,50 meter.
Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, maka tinggi kapal maksimum yang bisa melewati di bawah Jembatan Ampera hanyalah 9 meter dari permukaan air sungai.
Meski menakjubkan, nyatanya teknologi buka-tutup Jembatan Ampera tersebut tidak berumur sepanjang Jembatan Ampera itu sendiri.
Hanya tujuh tahun pasca diresmikannya Jembatan Ampera, tepatnya pada tahun 1970, teknologi buka-tutup Jembatan Ampera berhenti beroperasi karena alasan mobilitas penduduk yang semakin intens.
Jembatan Ampera setidaknya memerlukan waktu masing-masing 30 menit untuk menaikkan dan menurunkan bagian tengahnya.
Lamanya waktu buka-tutup tersebut dinilai kurang efisien dan memungkinkan kemacetan lalu-lintas, karena pada masa itu kegiatan ekonomi di Palembang sudah mulai berkembang.
Pada tahun 1990, bandul raksasa di menara Jembatan Ampera akhirnya diturunkan karena faktor keamanan.
Aktivitas turun naik bagian tengah jembatan Ampera ini hanya berlangsung selama kurang lebih 5 tahun.
Di tahun 1970 aktivitas ini di hentikan dengan alasan waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan yang berlangsung sekitar 30 menit itu dianggap mengganggu arus lalu lintas transportasi penyebrangan darat dari ulu ke ilir jembatan.
• Jenderal Polisi Bintang Empat Mantan Kapolri Ini Dulunya Kuli Bangunan dan Jualan Bambu Keliling
• Hamil 6 Bulan, Ibu Muda di Kendari Ini Tertembak Saat Demo Mahasiswa Ricuh
• Inilah 20 Kebaikan Membaca Al Quran, Diantaranya Dinaungi Para Malaikat & Membersihkan Penyakit Hati

Telah Puluhan Kali Direnovasi
Jembatan ampera pernah direnovasi pada tahun 1981, dengan menghabiskan dana sekitar Rp 850 juta.
Renovasi dilakukan setelah muncul kekhawatiran akan ancaman kerusakan jembatan ampera bisa membuatnya ambruk.
Klaim umur 100 tahun Jembatan Ampera oleh kontraktor Jepang tentu hanya angan-angan jika tidak disertai dengan perawatan bangunan jembatan secara berkala.
Sejak pertama kali berdiri, tak terhitung sudah berapa kali pasak Jembatan Ampera terhantam kapal tongkang pengangkut hasil bumi.
Belum lagi ditambah pencurian rangka besi dan onderdil mesin menara jembatan oleh orang-orang tidak bertanggunjawab semasa resesi ekonomi.
Pada tahun 1981, Jembatan Ampera pernah direnovasi besar-besaran hingga menelan biaya Rp. 850 juta.
Pada era Walikota Edy Santana, Ampera dipercantik dengan pemasangan lampu hias dan lampu taman.
Hingga saat ini Ampera tercatat pernah berganti warna cat hingga dua kali, yaitu pada tahun 1992 dari abu-abu menjadi kuning, kemudian tahun 2002 dari kuning menjadi merah.
Menyambut Asian Games 2018, Jembatan Ampera terus dipercantik dengan penambahan lampu hias dan bangku taman.
• Gapura Jembatan Ampera Masuk 10 Besar Nasional, Warga Kecamatan Bukit Kecil Palembang Bersukacita
• Agenda Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dan Pejabat Pemprov Sumsel, Selasa 1 Oktober 2019
• Sindir Bagian Tubuh Tampelan, Rosa Meldianti Buat Elly Sugigi Naik Pitam, Dewi Perssik Ikut Terseret

Sempat Dinamai “Jembatan Soekarno”
Tidak semua orang Palembang yang lahir di atas tahun 1967 tahu bahwa Jembatan Ampera dulunya pernah dinamai “Jembatan Soekarno”.
Hal tersebut karena Jembatan Soekarno berganti nama menjadi Jembatan Ampera pada tahun 1967, beriringan dengan lengsernya pemerintahan Soekarno.
Awalnya jembatan penghubung Seberang Ulu dan Seberang Ilir Palembang tersebut dinamai Jembatan Soekarno sebagai bentuk apresiasi kepada Presiden RI pertama atas keseriusannya dalam mengusahakan pembangunan jembatan.
Namun memasuki tahun 1966, terjadi konflik politik di Indonesia, yang kemudian meruncing menjadi konfrontasi bersenjata antara PKI dengan pemerintah RI dan ABRI.
Konflik tersebut berimbas pada stabilitas keamanan dalam tubuh masyarakat, tak terkecuali bagi masyarakat Palembang.
Sentimen anti PKI berkembang di antara warga Palembang, terutama pasca terbunuhnya Jenderal A. Yani, Panglima ABRI yang pernah turut serta meresmikan Jembatan Ampera.
Citra Presiden Soekarno yang pada masa itu dikenal menjalin hubungan dekat dengan para petinggi PKI tak luput dari sasaran kebencian massa.
Demi meredam suasana yang keruh pada masa itu, pemerintah akhirnya mengganti nama Jembatan Soekarno menjadi ‘Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat)’, sebuah slogan yang pada masanya sering dielukan oleh Soekarno.
• Selain Menara Eiffel, 11 Icon Ini Juga Simpan Misteri Tersembunyi, No 2 Penting Tapi Terabaikan
• Siap Dilantik Hari Ini, Inilah 14 Artis yang Terpilih Menjadi Anggota DPR RI Periode 2019-2024
• Jadwal Sholat atau Waktu Sholat untuk Daerah Kota Palembang, Hari Ini Selasa 1 Oktober 2019

Struktur bangunan Jembatan Ampera
Jembatan Ampera dibangun dengan panjang 1,117 meter dan lebar 22 meter
Sementara tinggi jembatan Ampera adalah 11,5 di atas permukaan air, sedangkan tinggi menara mencapai 63 m dari tanah.
Antar menara memiliki jarak sekitar 75 meter dan berat jembatan berkisar 944 ton
Pada masa orde baru dibawah kepemimpinan walikota saat itu Eddy Santana Putra, jembatan Ampera dihias sedemikian rupa untuk menjamin di gunakan jembatan Ampera sebagai ikon utama kota Palembang.
Hal ini sangat di apresiasi oleh masyarakat Palembang dengan tujuan melestarikan warisan sejarah kemerdekaan Palembang.
Berbagai ornamen digunakan untuk menghias jembatan mulai dari lampu, dan pewarnaan.
Hingga akhirnya jembatan Ampera benar-benar menuju ketenarannya.
Jembatan Ampera sering menjadi tempat diadakannya perhelatan besar dan event ternama yang mengatasnamakan kota Palembang.
Tahun 1997, kericuhan terjadi ketika berbagai ornamen penghias dan lampu lenyap dicuri.
Sejak itulah jembatan Ampera tidak lagi dihias dengan ornamen atau pencahayaan yang mahal.
Ampera saat ini tetap dilestarikan dalam bentuk yang lain seperti renovasi warna dan perbaikan bagian jalan saja.
• Niat Puasa Senin Kamis, Ustadz Abdul Somad:Ada Terapi Kecantikan Ajaran Rasulullah 14 Abad Silam
• Prakiraan Cuaca BMKG di Kota Palembang Hari Ini, Selasa 1 Oktober 2019, Awal Bulan Waspada Asap
• Inilah 3 Manfaat Yoga untuk Pasien Penyakit Kronis

Jembatan Ampera Saat Ini
Jika dilihat saat ini jembatan Ampera semakin menunjukan perkembangannya, begitu juga dengan kota Palembang Sumatera Selatan.
Jembatan Ampera saat ini sering digunakan untuk transportasi umum yang sangat diandalkan.
Bahkan usai renovasi terakhir sekitar tahun 2007, jembatan Ampera diperkirakan masih akan kuat selama 50 tahun ke depan.
Setidaknya hal tersebut dapat menjadi kelegaan bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Palembang untuk tetap menjaga bangunan dari tindakan yang merugikan.
Perubahan tersebut sebenarnya sudah mulai terjadi sejak bagian bawah jembatan tidak lagi menjadi sarang pemukiman yang “kumuh” dan kotor.
Pemerintah setempat sangat menjaga kebersihan di sekitar tempat ini agar dapat menjadi tujuan wisata yang ikonik.
Sebagai bukti pelestarian ikon sejarah kota Palembang ini, setiap waktu tertentu diadakan berbagai event penting di sebagian sisi jembatan.
Kegiatan yang dilangsungkan di bawah temaram lampu tersebut biasanya diadakan oleh para mahasiswa atau mereka seniman yang peduli dengan nilai budaya di Jembatan Ampera.

Kegiatan di Jembatan Ampera Dikenal dengan Proyek Musi
Kegiatan yang berlangsung antara lain:
Perhelatan Seni Drama Mini
Mengenang Pahlawan
Pameran Lukisan Seniman Lokal
Kegiatan semacam itu agaknya memang penting dilakukan apalagi bagi anak muda saat ini yang harus melestarikan budaya warisan serta mengenang jasa pahlawan.
Namun, dukungan dari pemerintah setempat juga harus turun terhadap kegiatan tersebut agar dapat terlaksana dengan baik setiap tahunnya.
Hal tersebut sudah dibuktikan oleh Pemerintah Kota Palembang sehingga wajar sampai saat ini Jembatan Ampera justru menjadi kebanggaan tak terhingga juga bagi Indonesia.
Jembatan Ampera yang juga dikenal sebagai proyek Musi oleh masyarakat Palembang ini sekarang semakin ramai dan berkembang serta dikelola dengan tata pencahayaan yang artistik untuk semakin menyemarakan berbagai perhelatan di kota Palembang.
Sempat tenar tahun lalu karena menjadi ikon saat gerhana matahari total terjadi di kota Palembang, Jembatan Ampera yang kini berwarna merah menyala tersebut semakin dikenal di mata dunia.