Retno Purwati: Kalau Sriwijaya Fiktif, Berarti Semua yang Menulis tentang Sriwijaya Juga Fiktif
Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Ridwan Saidi Diminta Buktikan, Arkeolog: Fiktifnya Dimana?
Penulis: Tria Agustina | Editor: Sudarwan
Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Ridwan Saidi Diminta Buktikan, Arkeolog: Fiktifnya Dimana?
SRIPOKU.COM - Sejarawan sekaligus budayawan Betawi, Ridwan Saidi baru-baru ini membuat pernyataan yang kontroversi terkait keberadaan Kerajaan Sriwijaya.
Pada wawancara yang diunggah dalam kanal Youtube Macan Idealis, Ridwan menyebut Sriwijaya merupakan kerajaan fiktif.
Hal itu pun menjadi viral dan mendapat beragam tanggapan di masyarakat Sumatera Selatan, telebih video tersebut juga telah diunggah oleh sejumlah akun Instagram.
Budayawan Ridwan Saidi diminta membuktikan pernyataannya yang menyebut Kerajaan Sriwijaya fiktif, peneliti balai arkeologi Sumatera Selatan membantah pernyataan Ridwan Saidi karena keliru.
Di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya di Palembang Sumatera Selatan warga bisa menemukan, bukti sahih berdirinya Kerajaan Sriwijaya Balai Arkeologi Sumatera Selatan menyatakan ada bukti peninggalan sejarah Kerajaaan Sriwijaya seperti Prasasti Kedukan Bukit Telaga Batu dan Talang Tuwo.
Berikut informasi selengkapnya dilansir dari kanal Youtube KompasTV, yang diulas dengan narasumber peneliti Balai Arkeologi Sumatera Selatan Retno Purwati dan Budayawan Ridwan Saidi, Jumat (30/8/2019).

Menurut Retno, pernyatan tersebut perlu diklarifikasi lagi dan diluruskan karena sejarah Sriwijaya ini juga panjang.
"Dari pertama kali dicetuskan tahun 1892, nama Sriwijaya telah muncul di panggung Sriwijaya.
Hanya saja saat itu mengindentifikasi nama Sriwijaya itu sebagai nama Raja bukan nama kerajaan," ujarnya.
• Inilah Fakta Asli Foto Bima Tokoh KKN di Desa Penari hingga Analisa Lokasi Diduga di Banyuwangi
• Nikita Mirzani Murka Diejek Stres Oleh Elza Syarief, Kondisi Psikologi Eks Dipo Latief Terungkap!
• 10 Makanan Sehat ini Diam-diam Bikin Berat Badan Naik, dari Smoothies hingga Sushi
Retno menjelaskan lebih lanjut awal mula kerajaan Sriwijaya.
"Baru setelah dikaji ulang oleh George Cœdès kemudian tulisannya diterbitkan tahun 1913, nama Sriwijaya ini tidak lagi diidentikkan dengan nama Raja, tapi dengan nama kerajaan, atau jika mengacu pada prasasti-prasasti yang dikenal dengan padatuan Sriwijaya," jelasnya.
Lalu, bukti mengenai kerajaan ini, bukan hanya prasasti tapi juga temuan-temuan yang lain, dan hal tersebut sudah dibahas oleh banyak ahli.
• Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Inilah Fakta Prasasti Kedukan Bukit Akta Kelahirannya Sriwijaya
• SO Sebut Pernyataan Budayawan Ridwan Saidi Soal Kerajaan Sriwijaya Fiktif adalah Opini Menyesatkan
• Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Babe Tunjuk Nama Kerajaan Ini yang Paling Besar & Kuat di Palembang
Sedangkan, Ridwan Saidi diminta untuk membuktikan pernyataannya yang kontroversi seputar Kerajaan Sriwijaya dengan menyebutnya sebagai kerajaan fiktif.
"Keberadaan atau eksistensi Sriwijaya didukung oleh Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, kemudian Kota Kapur. Prasasti itu disangka oleh bule-bule sebagai prasasti berbahasa Sansekerta itu salah, melainkan berbahasa Armenia," ujarnya.
Ridwan juga menganggap bukti-bukti yang ada keliru, termasuk prasasti yang tidak bisa diterjemahkan Arkeolog.
• Girlband Korea CLC Rilis Foto Teaser untuk Lagu Terbaru, Penggemar Salah Fokus dengan Benda Ini
• Mulai 2 September Berikut Daftar Tarif Baru Ojek Online, Gojek dan Grab Berlaku di Seluruh Indonesia
• Tes MotoGP Misano Hari ke-2: Fabio Quartararo Tercepat, Marc Marquez Kedodoran
Retno menjelaskan kembali mengenai prasasti yang menjadi bahan perdebatan.
"Prasasti kota kapur tidak ditemukan di Bukit Siguntang, tapi ditemukan di Kota Kapur, Tepi Sungai Mendo Bangka, Provinsi Bangka Belitung," jelas Retno.
Dan semua prasasti dari masa Sriwijaya itu sudah terbaca ditulis dengan menggunakan aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuno bukan bahasa Armenia.
Prasasti-prasasti yang membicarakan tentang Sriwijaya bukan hanya Prasasti Kedukan Bukit, Kota Kapur, Talang Tuwo, tetapi juga ada prasasti Bom Baru, Prasasti Kambang Ulin I, Kambang Ulin II.
Ridwan mengaku telah menyampaikan ide pemikirannya pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Retno bahkan membantah jika pihak LIPI akan menerima pernyataan dari Ridwan Saidi terkait kekeliruan bahasa yang digunakan pada prasasti tersebut.
"Saya kok gak yakin ya temen-temen dari LIPI bisa menerima bahwa bahasa yang digunakan prasasti-prasasti di masa Sriwijaya dari bahasa Armenia, karena pihak mereka juga ada juga arkeolog, dan mereka juga paham sejarah Sriwijaya," timpal Retno.
Retno pun menuturkan jika Sriwijaya bukan hanya milik Indonesia, atau Palembang saja, tetapi sudah jadi milik dunia.
"Saya melakukan penelitian intensif dari tahun 1982-1992, rekomendasi dari organisasi kebudayaan negara-negara Asia Tenggara untuk meneliti sejarah Kerajaan Sriwijaya untuk masing-masing negara.
Kalau Sriwijaya fiktif, berarti semua yang menulis tentang Sriwijaya juga fiktif," kata Retno.
Ridwan tetap menyangkal perihal biografi yang selama ini dibuat tentang Sriwijaya.
• Cuma Gegara Ini, Raffi Ahmad Tega Buat Nagita Slavina Nangis di Malam Hari, Nisya sampai Bela Gigi!
• Kisah Istri Gugat Cerai Suami Cuma Karena Terlalu Baik dan Sempurna, Ini yang Terjadi Setelahnya
• Sulit Buang Air Besar? Jangan Panik, Lakukan 6 Cara Ini agar Buang Air Besar Lancar
Retno kembali menyanggah bantahan budayawan asal Betawi tersebut.
"Sriwijaya ini tidak hanya diberitakan oleh orang lokal, tetapi juga mancanegara," tambah Retno.
Selama ini menurut penelitian menunjukkan bahwa Kerajaan Sriwijaya ada, namun Ridwan mengatakan fiktif, hal ini memperlihatkan dua hal yang berbeda.
Ketika diminta tanggapannya kembali, Ridwan menyangkal pernyataan Retno.
"Mereka cuma klaim dari orang lain, jejaknya mana, yang pasti artefak yang paling nyata adalah Sabokingking," katanya dengan tegas.
Retno pun diminta untuk menjelaskan bukti jejak Sriwijaya yang sudah pernah dipublikasikan.
"Situs-situs dari masa Sriwijaya sendiri di Palembang sekitar 20 situs, bukan hanya Sabokingking yang dikenal masyarakat luas sebagai situs telaga batu," ujar Retno.
Berikut video selangkapnya.