Berstatus Decacorn, Gojek Mendapatkan Suntikan Dana Hingga 10 Miliar Dollar dari Para Investor
Berstatus Decacorn, Gojek Mendapatkan Suntikan Dana Hingga 10 Miliar Dollar dari Para Investor
Penulis: Chairul Nisyah | Editor: Fadhila Rahma
Berstatus Decacorn, Gojek Mendapatkan Suntikan Dana Hingga 10 Miliar Dollar dari Para Investor
SRIPOKU.COM - Gojek mulai dilirik oleh para investor. Berdasarkan data CB Insight, beberapa investor telah menyuntikkan dana kepada Gojek hingga mampu menyandang status decacorn, yang bervaluasi 10 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 142 triliun.
Decacorn adalah istilah untuk startup yang telah memiliki valuasi atau nilai sedikitya USD 10 miliar.
Berada di bawahnya adalah unicorn dengan valuasi setidaknya USD 1 miliar.
Untuk level unicorn, Indonesia menurut beberapa pihak sudah memilki 4 startup dengan predikat tersebut.
Hal ini membuat valuasi Gojek 14 kali lipat dari kapitalisasi pasar maskapai Garuda Indonesia yang berada di angka Rp 11,07 triliun.

Lantas, mengapa valuasi Gojek lebih besar dibanding Garuda? Padahal, Garuda memiliki 142 pesawat dan aset senilai 4,5 miliar dollar AS.
Sementara Gojek tak memiliki satu pun motor untuk mengoperasikan bisnisnya.
Mengutip dari laman berita Kompas.com, Akademisi dan Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan, valuasi Gojek lebih besar karena analisa bisnis di era digital sudah berubah.
Saat ini, aset tak lagi berupa tangible (benda yang bisa dihitung bentuk fisiknya) seperti yang dimiliki Garuda Indonesia.
Ada aset intangible yang tak bisa diukur dan dicatat pada balance sheet akuntansi seperti yang dimiliki Gojek.
"Gojek tak punya satu pun motor , tapi valuasinya melebihi Garuda. Apa asetnya? Intangible, bentuknya seperti brand, skill, inovasi, dan keterampilan yang akhirnya menciptakan platform berbasis ekosistem," kata Rhenald Kasali di Jatiwarna, Bekasi, Selasa (13/8/2019).
Adapun aset intangible adalah, aset yang tidak bisa dijamin perbankan, tapi melekat di diri seseorang maupun pelaku usaha, yaitu keterampilan, inovasi, ide, dan sebagainya.
• Timnas U-15 Indonesia Diuji Tim Kuat Asia dan Eropa, Ini Kata Bima Sakti
• Viral Siswa Juara Dunia Penyembuh Kanker Kayu Bajakah Kalimantan, Ini Foto Bentuk Kayunya
• JADWAL AKITA MASTERS 2019 - Ihsan Maulana Buka Perjuangan Indonesia pada Hari Ke-2
• Viral Video Banjir di Mina, Aa Gym Bagikan Kondisi Sebenarnya, Begini Penjelasan Menteri Agama
Meski tak bisa dicatat dengan metode akuntansi, aset ini justru memang digunakan pada bisnis dalam era digital.
"Hal inilah yang menyebabkan teori bisnis lama menjadi usang dan model bisnis tak lagi relevan di era digital," kata Rhenald.
Network Effect (Efeck Jaringan)
Selain itu, Gojek dinilai lebih tinggi karena memiliki nilai network effect yang lebih besar ketimbang perusahaan konvensional yang berdiri sendiri (stand alone).
Semakin banyak pengguna atau user, maka akan baik pula bagi nilai atau pendapatan suatu perusahaan atau organisasi yang memiliki Network Effect, seperti Gojek.
Network effect itu bisa dilihat pada jejaring super apps-nya yang menyatukan ekosistem pemilik warung, pengemudi, restoran, dan sebagainya.

"Memang benar, platform tidak untung dan bakar duit terus. Ada yang menuding valuasinya manipulatif. Pokoknya platform ini dihadang terus sama perusahaan yang stand alone. Tapi mereka (platform) efeknya banyak, melibatkan UKM, membuka lapangan kerja. Lihat berapa banyak yang terbantu," ucap Rhenald.
"Ini yang dibilang Presiden RI Joko Widodo, gunakan cara-cara baru dalam berbisnis," pungkasnya.
Terungkapnya Pemegang Saham Gojek
Belum lama ini sempat heboh soal pemilik para unicorn lokal yang menjadi kebanggaan Presiden Joko Widodo ternyata sudah jadi milik asing, tepatnya Singapura.
sebelumnya perlu diketahui unicorn adalah perusahaan rintisan milik swasta yang nilai kapitalisasinya lebih dari $1 miliar.
Informasi tersebut terlontar dari hasil riset Google Temasek.
Sempat mendukung informasi tersebut, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong akhirnya meralat ucapannya sambil menyebut bahwa para unicorn lokal, yakni Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak, adalah milik lokal dan berbasis di negeri ini.
Para pihak unicorn sendiri juga membantah persoalan tersebut dan memastikan bahwa mereka merupakan perusahaan yang berbasis di Indonesia. Salah satunya adalah Go-Jek.
Dalam catatan Kontan.co.id, Chief of Corporate Affairs Go-Jek Nila Marita menyatakan bahwa Go-Jek adalah perusahaan yang terdaftar di Indonesia dengan nama PT Aplikasi Karya Anak Bangsa.
Seluruh penanaman modal dan investasi ditanamkan dan dibukukan secara penuh di perusahaan tersebut.
Ia pun memastikan Go-Jek tidak memilik induk perusahaan di Singapura.
Menurut penelusuran Kontan.co.id dari data dari Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Go-Jek memang tercatat sebagai PT Aplikasi Karya Anak Bangsa dan berstatus sebagai penanaman modal asing alias PMA.
Alamatnya berada di Gedung Equity Tower Lantai 35, Jenderal Sudirman.
Yang menarik dari data tersebut adalah ternyata cukup banyak pemegang saham dari perusahaan aplikasi tersebut.
• Agenda Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dan Pejabat Pemprov Sumsel, Rabu 14 Agustus 2019
• PREDIKSI STARTING XI Liverpool Vs Chelsea - 6 Perubahan di Kedua Kubu
• PREDIKSI STARTING XI Liverpool Vs Chelsea - 6 Perubahan di Kedua Kubu
• Agenda Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dan Pejabat Pemprov Sumsel, Rabu 14 Agustus 2019
Selain ada nama pendiri seperti Nadiem Makarim yang masih punya tiga seri saham, terdapat juga beberapa pribadi dan perusahaan yang tercatat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Sebut saja ada Allianz Strategic Investments SARL, Anderson Investment Pte Ltd, Asean China Investment Fund (US) III LP, Gamvest Pte Ltd, Golden Signal Limited, dan Google Asia Pacific Pte Ltd.
Kemudian, ada pula KKR Go Investment Pte Ltd, London Residential II SARL, Natural Plus Holdings Limited, OZ GOJ Sculptor Investments SARL, dan investor asing lainnya. Ada juga investor dalam negeri.
Sebut saja PT Astra International Tbk, PT Asuransi Jiwa Sequis Life, PT Chandramahkota Prima, PT Global Digital Niaga, PT Northstar Pacific Investasi, PT Sigmantara Alfindo, PT Union Sampoerna, PT Radianx Capital LP, dan lainya.
Kemudian ada Rakuten Europe SARL, Sequoia Capital India Growth Investments, Sixteen Dragonfruit SARL, Tencent Mobilty Limited, WP Gojek Investments Partnership LP, WP Investments VI BV, dan lainnya.
Para pemegang saham tersebut mempunyai saham dalam seri yang berbeda dengan jumlah yang beragam.
Dengan jumlah per seri dari puluhan juta rupiah hingga puluhan miliar rupiah.