Mengkritisi Kenaikan Harga

Mengkritisi Kenaikan Harga Kebutuhan Setiap Menjelang Ramadhan dan Lebaran

Pada saat memasuki bulan Ramadhan atau menjelang bulan Ramadhan, selalu ada berita tentang kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Mengkritisi Kenaikan Harga Kebutuhan   Setiap Menjelang Ramadhan dan Lebaran
ist
Wening Tyas

Pada saat bulan Ramadhan justru perilakunya lebih konsumtif.

Mulai dari menghidangkan makanan yang jumlahnya melimpah saat buka puasa, kemudian padatnya jadwal buka bersama di luar atau setiap masjid menyediakan menu berbuka puasa untuk jamaah.

Kalau sudah begitu, pasti jumlah permintaan bahan pokok makanan di setiap rumah makan dan tempat umum juga meningkatkan.

Selain itu, harga menjadi naik karena adanya spekulasi pedagang yang menimbun bahan makanan dan kenaikan harga pada tingkat distribusi yang disebabkan kenaikan harga BBM.

Hukum ekonomi (pasar) ini bisa diterapkan pada fenomena kenaikan harga saat bulan Ramadhan.

Bisa dikatakan bahwa menjelang Ramadhan, persediaan barang yang dibutuhkan sangat sedikit, sementara para pemakainya banyak. Hal ini membuat harga-harga barangnya menjadi naik.

Sebagai contoh, telur.

Pada hari biasa persediaan telur 1.000, sementara yang membutuhkannya hanya 10 orang.

Di sini telur akan dijual murah agar cepat habis. Tapi pada saat Ramadhan, dimana persediaan telur tetap 1.000, sementara yang butuh lebih dari 500, maka pedagang dengan sendirinya akan menaikkan harga telur itu.

Kejadian yang terus terulang seperti tersebut seakan tidak bias dihilangkan. Inspeksi di pasar-pasar seolah tak ada pengaruhnya bagi pelaku pasar.

Menurut penulis, fenomena kenaikan harga-harga kebutuhan pokok ini terjadi karena sebenarnya bulan Ramadhan bukanlah momen biasa.

Bisa dikatakan bahwa para pelaku pasar ini sengaja menaikkan harga kebutuhan pokok sesuai keinginannya sebab memanfaatkan momentum Ramadhan yang merupakan salah satu bentuk rangkaian ibadah umat muslim yang dilihatnya sebagai pangsa pasar yang besar.

Seperti yang kita ketahui bahwa umat muslim di Indonesia ini merupakan kaum mayoritas.

Artinya, bisa kita lihat bahwa para konsumen pasar yang akan intensif berbelanja adalah umat muslim yang ingin memenuhi kebutuhan.

Dengan memanfaatkan jumlah umat muslim yang besar tersebut kemudian para pelaku pasar ini memperkirakan barang-barang yang dijualnya akan tetap laku dan meraup banyak keuntungan dari pasar karena kebutuhan bulan ramadhan cukup banyak.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved