Komitmen Seorang Mukmin

Komitmen Seorang Mukmin Di Hadapan Allah SWT.

Roh manusia sudah disiapkan Allah SWT jauh sebelum ditautkan kedalam janin yang ada di rahim seorang ibu

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Komitmen Seorang Mukmin  Di Hadapan Allah SWT.
ist
Drs. H. Syarifuddin Ya'cub MHI

Komitmen Seorang Mukmin Di Hadapan Allah SWT.

Drs. H. Syarifuddin Ya'cub MHI

Dosen Universitas Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang

Roh manusia sudah disiapkan Allah SWT jauh sebelum ditautkan kedalam janin yang ada di rahim seorang ibu setelah berusia empat bulan sepuluh hari. Bahkan roh tersebut sudah menyatakan komitmennya d ihadapan Allah SWT di alam Arwah.

Sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam surah Al A'raf 7:172 yang artinya; "Perhatikanlah ketika Tuhanmu mengeluarkan semua turunan anak Adam dan mempersaksikan atas diri mereka, 'Bukankah Aku ini Tuhan kamu?' Mereka menjawab, "Benar Engkau Tuhan kami ,kami menjadi saksi". Agar kalian di hari kiamat tidak mengatakan: "Sungguh kami lupa terhadap itu".

Atau kamu mengatakan bahwa yang syirik itu hanya ayah-nenek kami, dan kami sebagai turunannya, apakah kami akan disiksa karena perbuatan orang-orang yang sesat."

Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Abbas ra berkata; Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mengambil bai'at (janji/tugas) pada semua anak cucu Adam, dari punggung Adam as di tempat bernama nukman di hari Arafah, maka mengeluarkan semua turunan dan membentangkannya di depan lalu berfirman kepada mereka: Tidakkah Aku Tuhanmu? Dijawab semua bibit manusia itu, "Ya, benar. Kami bersaksi dan mengakuinya". Supaya kalian di hari kiamat jangan berkata, "Kami lalai tentang itu, atau kamu mengatakan bahwa yang syirik itu hanya ayah-nenek kami, dan kami sebagai turunannya, apakah kami akan disiksa karena perbuatan orang-orang yang sesat". (HR.Ahmad, Annasa'i, Ibn Hatim, Alhaakim).
Komitmen ini dinyatakan supaya kelak di hari kiamat ketika bertemu dengan Allah SWT jangan berkata; "sesungguhnya kami termasuk orang yang lalai beribadah kepadaMU".

Proses berikutnya sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah SAW; Allah SWT mengutus malaikat memeriksa kandungan ibu yang dalam proses empat puluh hari pertama bernama nuthfah.

Empat puluh hari kedua bernama 'alaqoh dan empat puluh hari ketiga bernama mudghoh, lalu Allah SWT tiupkan roh ke dalam janin yang sudah berusia empat bulan sepuluh hari tersebut dan Allah SWT perintahkan malaikat untuk menulis rezekinya, jodohnya, ajalnya, celaka dan bahagia. Inilah yang disebut dengan Taqdir atau Qadar yang tersimpan di Lauhil Mahfuz.

Apa yang terjadi pada diri manusia di dunia ini, itulah yang dinamakan Qadla.

Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan; "Demi Allah yang tiada tuhan selain DIA (ALLAH) yang keleluasaan ada di TanganNya, karena ada orang yang pada mulanya suka melakukan amal-amal penghuni surga, tetapi karena sudah tertulis di lauhil mahfuz dia penghuni neraka, maka menjelang akhir hayatnya dia gemar melakukan amalan penghuni neraka, maka masuk nerakalah dia.

Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia Allah, karena ada orang yang pada awal kehidupannya suka melakukan amal-amal ahli neraka, tetapi karena sudah tertulis di Lauhil mahfuz dia penghuni surga, maka menjelang akhir hayatnya dia gemar melakukan amal-amal penghuni surga, maka masuk surgalah dia.

Sabda Rasulullah SAW secara lengkap sebagai berikut; Dari Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas'ud ra telah berkata; "Telah bersabda Rasulullah SAW dan dialah yang selalu benar dan yang dibenarkan", "Sesungguhnya tiap orang diantaramu dikumpulkan pembentukannya (kejadiannya) di dalam rahim ibunya dalam 40 hari berupa nutfah (air yang kental).

Kemudian menjadi 'alaqoh (segumpal darah) selama itu juga (40 hari), kemudian menjadi mudghoh (gumpalan seperti sekerat daging), selama itu juga (40 hari), kemudian diutuslah kepadanya Malaikat, maka ia meniupkan roh padanya dan diperintahkan (ditetapkan) dengan 4 perkara: 1.ditentukan rizkinya, 2. Ajalnya (umurnya), 3. Amalnya (pekerjaannya), 4., Ia celaka atau bahagia. Maka demi Allah yang tiada Tuhan selain dari pada-Nya, sesungguhnya seorang di antara kamu ada yang mengerjakan pekerjaan ahli surga sehingga tidak ada antara dia dengan Surga itu kecuali sehasta saja, maka mendahuluilah atasnya ketentuan (Takdir) Tuhan, lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli neraka, maka iapun masuk neraka. Dan sesungguhnya salah seorang diantara kamu mengerjakan pekerjaan ahli neraka sehingga tak ada antara dia dan neraka kecuali sehasta saja, maka ia didahului ketentuan Tuhan atasnya, lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli Surga, maka iapun masuklah ke dalam Surga." (HR.Imam Bukhari dan Muslim).

Pada saatnya setelah sembilan bulan sepuluh hari di dalam kandungan seorang ibu, Allah mengeluarkan bayi itu dari dalam rahim ibu ke dunia ini.

Inilah yang dinamakan kehidupan di alam dunia.

Allah SWT hidupkan manusia di muka bumi ini dalam waktu yang relatif singkat untuk memberikan peluang kepadanya melakukan amal-amal yang baik, berkwalitas yang disebut dengan amal shaleh.
Begitu kehendak Allah SWT sebagaimana dalam firman-Nya: "Yang menjadikan mati dan hidup (bagi manusia) untuk menguji, siapa diantara kamu (manusia) yang baik amal ibadahnya dan Allah maha gagah dan maha pengampun", (QS:67 Al Mulk:02).

Manusia menikmati kehidupan di dunia ini dengan menjalani Qadar-taqdir yang sudah tertulis di Lauhil Mahfuz, maka dengan upaya dan ikhtiarnya berlakulah qodlo Allah SWT susah dan senang, bahagia, celaka mewarnai kehidupan hambaNya di dunia ini.

Bagi mereka yang memiliki keimanan yang tangguh, apapun yang terjadi mereka hadapi dengan sabar dan senantiasa mematuhi komitmen-nya ketika belum terjelma di alam dunia ini.

Dalam merespon apa yang dikemukakan Rasulullah SAW tentang Qadar-Taqdir, hendaknya berhusnu-zzon (berbaik sangka), insya Allah ketentuan Allah SWT adalah baik (sebagai penghuni surga) maka dalam menyikapi kehidupan ini senantiasa mengarahkan diri dalam upaya identifikasi diri kedalam kelompok amalan-amalan calon
penghuni Surga.

Menurut ulama Tauhid; bahwa Qadar-Taqdir dalam arti bahasa adalah ketentuan atau ukuran. Menurut istilah Ilmu Tauhid Qadar itu adalah ketentuan dan ukuran yang ditetapkan Allah SWT bagi segala makhlukNya yang sudah tertulis di Lauhil mahfuz.

Sedangkan Qadla adalah menjelmakan makhluk sesuai dengan ketentuan Qadar.

Artinya pelaksanaan ketentuan tersebut pada masing-masing makhluk di dunia ini.

Qadla ada dua macam, yaitu Qadla Mubram dan Qadla Mu'allaq. (Saleh Abdurrachman, Akhlaq Ilmu Tauhid, III. hal. 82).

Ilustrasi Berdoa
Ilustrasi Berdoa (ist)

Qadla Mubram, ialah sesuatu yang terjadi pada manusia di dunia ini sedikitpun tidak melenceng dari apa-apa yan sudah tertulis dalam Qadar-Taqdir di Lauhil mahfuz. Allah berfirman yang artinya: "Dan Allah telah menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu lakukan,"(QS.37.As Shafat: 96). Qadla Mu'allaq, ialah apa yang terjadi pada manusia di dunia ini tergantung pada keadaan dan situasi, bisa terjadi dan dapat juga tidak terjadi. Artinya manusia dalam kehidupannya ada ikhtiar (pilihan), upaya dan do'a.

Tuhan tidak akan merobah keadaan suatu komunitas, selama mereka tidak mau mengubah sebab-sebab kemunduran mereka, makanya dalam menyelesaikan permasalahan, dituntut untuk mencari akar permasalahan, yaitu menelusuri penyebab terjadinya, lalu berupaya dengan segenap potensi serta memohon ridlo Allah SWT sehingga dengan izin-Nya keadaan dapat berubah dari negatif menjadi positif.

Tanda utama seorang dikatakan taat beragama adalah manakala ia dapat menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun iman dan Islam dengan benar.

Orang yang beriman kepada Allah hanya meyakini ketentuan-Nya, meyakini bahwaAllah SWT yang menciptakan, mengatur dan memeliharanya.

Meyakini bahwa dia diciptakan Allah SWT. dan dihidupkan di muka bumi ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Tanda lain seorang dikatakan taat beragama bila dia menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh Islam dengan tekun dan benar.

Ibadah pokok dalam Islam dan tidak dapat ditinggalkan adalah Shalat.

Siapapun yang telah mengikrarkan diri sebagai seorang muslim harus melaksanakannya.

Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa shalat adalah hal pokok dalam Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. "Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Perbuatan manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik, dia akan beruntung dan selamat. Akan tetapi, bila shalatnya tidak benar, dia akan gagal dan merugi. Jika ada yang kurang sedikit dari kewajiban yang dilakukannya, kelak Tuhan Yang Mahagagah dan Mahamulia akan berfirman: "(Wahai malaikat), perhatikanlah apakah hamba-Ku melakukan shalat sunnah sehingga dapat menyempurnakan kekurangannya dalam melakukan shalat wajib, kemudian semua amalnya akan dihisab dengan cara seperti ini." (HR.Tirmidzi, Hadits Hasan) .
Maksud hadits ini adalah seseorang dinilai taat beragama manakala dia menunaikan kewajiban shalat dengan benar.

Seseorang yang mengaku muslim tetapi terkadang meninggalkan shalat fardhu berarti tidak taat beragama.

Bila dia melakukan shalat tetapi tidak mengikuti tuntunan Rasulullah SAW berarti shalatnya tidak benar.

Shalat yang dilaksanakan dengan benar syarat dan rukunnya berdasar-kan petunjuk Rasulullah SAW adalah shalat yang sah.

Sedangkan shalat yang dilaksanakan secara khusyuk; Tuma'ninah, khudhur dan Tadabbur adalah shalat yang diterima Allah SWT dan inplikasinya akan tampak pada perilaku akhlaq kesehariannya dalam hidup bermasyarakat.

Untuk mencapai martabat shalat yang dimaksud, maka perlu diperhatikan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. yang artinya; "SHALATLAH KAMU SEBAGAIMANA KAMU MELIHAT AKU SHALAT".
Pada bagian lain Rasulullah SAW bersabda: "Telah berfirman Allah SWT, Aku telah mewajibkan kepada ummatmu shalat lima waktu, dan Aku berjanji kepada diriKu. Sesungguhnya barang siapa yang melaksanakan shalat itu tepat pada waktunya, akan Aku masukkan ke dalam surga. Dan barang siapa yang tidak menjaganya, maka tak ada ikatan janji lagi baginya terhadapKu." (HR.Ibnu Majah dari Abu qatadah)

Keutamaan shalat berjama'ah di masjid juga untuk memupuk sikap kebersamaan, saling menumbuhkan rasa kasih sayang antar sesama komunitas jama'ah dan untuk menghindari kemurkaan Allah SWT sebagaimana Hadits qudsi yang sampaikan rasulullah SAW : "Sesungguhnya Allah SWT berfirman, 'Sesungguhnya Aku benar-benar akan menimpakan azabKu kepada penduduk bumi, tetapi apabila Aku memandang kepada orang-orang yang meramaikan rumaKu (masjid) dan orang-orang yang saling menyayangi demi karena Aku, serta orang-orang yang mohon ampun di waktu sahur (shalat Tahajjud), maka Aku kesampingkan azabKu dari mereka". (HR.Al-Bayhaqy).

Orang yang meramaikan rumahku, maksudnya memakmurkan masjid dengan shalat berjamaah lima waktu dan jum'at, menghadiri majelis ta'lim.

Adapun fadhilah atau keutamaan shalat berjamaah adalah 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendirian, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW. riwayat dari Ibnu Umar, Abu Hurairah ra. dari Abu Sa'id al-Khudri, Ahmad dari Ibnu Masud: "Shalat berjamaah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat (kedudukan di sisi Allah) daripada shalat sendiri. Sedangkan dalam riwayat lain, Dua puluh lima derajat." (HR.Bukhari).

Di dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Masud ra. dinyatakan; "Siapa yang ingin bertemu dengan Allah, besok dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia menjaga shalat-shalat.

Karena dia akan dipanggil dengan shalat-shalatnya itu.

Allah telah mewajibkan kepada Nabi SAW kalian sunnah-sunnah pada Nabi.

Di antara sunnah-sunnah itu adalah shalat berjamaah. Jika kalian melakukan shalat di rumah kalian saja, seperti yang dilakukan oleh orang bodoh di rumahnya, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi SAW kalian. Jika kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian niscaya kalian akan sesat.
Setiap orang yang bersuci dengan benar di rumahnya, lalu sengaja pergi ke masjid, maka Allah akan mencatat
setiap langkahnya itu sebagai kebaikan, diangkat satu derajat untuknya, dan dihapus satu kejelekan darinya.

Kami telah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa orang yang meninggalkan shalat berjamaah hanyalah orang munafik yang terkenal kemunafikannya berdiri di barisan shalat," (HR.Muslim dan Abu Dawud).
Shalat berjamaah di masjid ini diutamakan bagi laki-laki, adapun kaum wanita menurut mazhab Syafi'i di dalam kitab Mughnil Muhtaaj, Vol.1, hlm.220; dibolehkan atas izin suami dan tidak memakai parfum, meskipun rumah tetap lebih baik bagi mereka.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW: "Janganlah kalian melarang kaum wanita untuk keluar ke masjid, meskipun rumah mereka lebih baik untuk mereka." Dalam teks lain berbunyi: "Jika para istri kalian meminta izin untuk keluar ke masjid di malam hari, maka berilah mereka izin." (HR Semua imam hadits kecuali Ibnu Majah).

Ada pula hadits dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW. bersabda :"Janganlah kalian melarang para wanita Allah ke masjid Allah, dan hendaknya mereka keluar tanpa memakai parfum." (HR.Ahmad dan Abu Dawud). Menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya, Rawatib, Tahajjud dan Dhuha, maka seseorang dikelompokkan pada kelompok hamba Allah yang istqomah, konsisten dengan pernyataan atau komitmentnya sejak di alam ruh.

===

Tonton Video Terbaru di Youtube Sriwijaya Post! Dont Forget Like, Comment, Subscribe and Share!
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved