Breaking News

Tata Air Mikro Faktor Penentu Dalam Water Balance System

Faktor utama dan terpenting di dalam pengelolaan lahan rawa baik yang bergambut ataupun tidak adalah sistem pengelolaan air

Editor: Salman Rasyidin
SRiPOKU.COM/BERI SUPRIYADI
Pemadamkan api yang membakar lahan gambut /Ilustrasi 

Tata Air Mikro Faktor Penentu Dalam Water Balance System
Oleh : Bowo Suratmanto S.Hut
Water Management Spesialis
Faktor utama dan terpenting di dalam pengelolaan lahan rawa baik yang bergambut ataupun tidak adalah sistem pengelolaan air (Water Management System).

Dalam water management kita kenal 2 (dua) bagian utama pengelolaan yaitu, makro dan mikro.

Tata Air Makro merupakan pengelolaan water management di areal gambut yang menggunakan unit terkecilnya zona elevasi, sedangkan tata air mikro unit terkecilnya adalah petak.

Petak dibuat sebagai batas untuk mempermudah pengelolaan seperti contohnya petak di perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri maupun pertanian atau persawahan.

Tata air mikro dalam pengelolaan hutan tanaman industri mencakup kegiatan antara lain pembuatan saluran drainase petak, saluran pengalir kolektor, pintu air (overflow), infrastruktur pendukung lainnya seperti jembatan, gorong-gorong dan lain-lain.

Semua kegiatan dalam level petak menjadi sangat penting sebagai faktor penentu dalam water balance system pengelolaan air.

Dalam tata air makro bertujuan untuk tetap mempertahankan tinggi muka air kanal (TMAK) di saluran pada level yang diinginkan, sedangkan tata air mikro bertujuan untuk tetap mempertahankan tinggi muka air tanah (TMAT).

Mempertahankan TMAT ini menjadi kunci bagi keberhasilan pengelolaan gambut, dengan tujuan tidak terjadi overdrainage atau kelebihan penurunan kandungan air dalam tanah gambut sehingga mengurangi resiko bahaya kebakaran lahan khususnya di gambut dan mengurangi laju penurunan gambut (peat subsidence).

Sebagai sebuah pembelajaran, yang perlu diperhatikan dalam tata air mikro adalah kondisi sistem tata saluran di petak, terutama jarak dan dimensi. Jarak dan dimensi saluran dalam petak harus diperhitungan secara matang untuk mengurangi resiko kesalahan dalam pengelolaan.
Jarak saluran drainase harus mempertimbangkan beberapa kondisi, antara lain: curah hujan rata-rata saat bulan basah, curah hujan maksimum dengan periode ulang 5 (lima) tahunan, batasan tinggi muka air tanah.

Perhitungan jarak antar saluran drainase dapat menggunakan persamaan Hooghoudt :

rumus

Dimana : h adalah hydraulic head (m) ; K adalah coefficient of permeability (m/d) ; d adalah equivalnet head (m) ; q adalah drain discharge (m/d) dan L adalah drainage spacing (m). Sedangkan untuk dimensi saluran dapat diperhitungkan dengan persamaan limpasan pembuang air permukaan sebagai berikut:

Rumus II : lihat File Rumus di P:

rumusa
rumusa (i)

Dimana : n = jumlah hari berturut-turut ; D(n) = limpasan pembuang air permukaan selama n hari, (mm ) ; R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun, (mm) ; ET = evapotranspirasi, (mm/hari) ; P = perkolasi, (untuk daerah dataran rendah = 0 dan untuk daerah terjal = 3 mm/hari ; DS = tambahan genangan = 0 , (mm)

Tata kelola mikro tersebut diatas akan sangat mempengaruhi analisa water balance di areal lahan gambut.

Tujuan dari analisa water balance adalah untuk mengetahui ketersediaan air/ aliran dalam suatu wilayah tangkapan hujan, apabila tidak ada data pencatatan aliran.

Dalam siklus hidrologi, terjadi penguapan air dari tanaman, tanah dan air (laut, danau, sungai dan air terbuka lainnya) yang disebut dengan evapotrasnpirasi, kemudian air menguap ke atmosfer dalam bentuk uap air dan terkondensasi di udara membentuk awan kemudian terjadi hujan atau presipitasi.

Air hujan tersebut dapat langsung jatuh ke permukaan tanah sehingga terjadi aliran permukaan (run-off) dan jatuh melalui tajuk pohon (throuhfall) kemudian mengalir melalui batang (stemflow) dan terserap kedalam tanah (infiltration) menjadi aliran bawah permukaan (sub-surface runoff) maupun tersimpan dalam tanah menjadi air tanah (ground water storage) Persamaan umum water balance adalah sebagai berikut:
Rumus II : lihat File Rumus di P:

rumusa
rumusa (i)

Dimana : Q = debit aliran (runoff) ; P = hujan (mm) ; ?et = vapotranspirasi aktual (mm) ; ?S = perubahan cadangan kelembaban tanah.

Hidrotopografi lahan gambut adalah karakteristik lahan gambut dalam konteks kerungan muka bumi dan siklus air setempat.

Data hidrotopografi menjadi sangat penting dalam pengelolaan lahan gambut dikarenakan lahan gambut yang keberadaannya sebagian besar pada elevasi rendah sehingga menyebabkan sebagian zona gambut mengalami pengaruh pasang surut.

Lahan gambut yang cenderung datar/ flat plain mengakibatkan sifat pengaliran (air tanah dan overland flow) yang lambat karena head gradient yang rendah.

Lahan gambut mempunyai karakteristik lahan yang cukup unik.

Mikrotopografi di lahan gambut dapat berbentuk hummock and hollow (sebaran cekungan dan gundukan) menciptakan resistensi yang tinggi terhadap aliran permukaan, sehingga sering terjadi sebaran-sebaran genangan (water logged) temporer terutama di musim penghujan.

Hal tersebut menjadi faktor penghambat bagi pengelolaan lahan gambut untuk pertanian, perkebunan maupun kehutanan.

Dikarenakan variasi mikrotopografi tersebut pengelolaan tata air mikro di lahan gambut sangat perlu dilakukan dengan cukup detail.

Berbeda dengan tanah mineral yang kelerengannya cukup besar dan aliran airnya lebih jelas terlihat sehingga memudahkan dalam pengelolaan.

Curah hujan tahunan pada areal lahan gambut umumnya tinggi tetapi tidak merata sepanjang tahun.

Hal ini mengakibatkan munculnya periode defisit yang panjang selama musim kemarau.

Water Balance di areal lahan gambut didominasi oleh limpasan permukaan dan evapotranspirasi.

Hanya sebagian kecil yang merupakan ground water flow (aliran air tanah).

Kondisi lereng yang landai dan elevasi yang rendah menyebabkan tinggi muka air tanah di lahan gambut cukup tinggi sehingga keadaan mudah jenuh air pada saat intensitas hujan yang tinggi.

Setelah keadaan jenih air tercapai se lanjutnya berubah menjadi limpasan permukaan langsung menuju saluran drainase.

Oleh sebab itu semua faktor penghambat di areal lahan gambut harus diperhatikan dengan cermat agar supaya tidak terjadi kesalahan pengelolaan, karena resiko kerusakan lahan gambut sangat tinggi dan butuh waktu lama untuk perbaikan.

Tata air mikro menjadi kunci dalam pengaturan water management di lahan gambut.

Berbagai inovasi dapat dilakukan seperti pengaturan saluran drainase yang optimal dan pemasangan pintu-pintu klep ataupun overflow, drop structure dan lain-lain.

Pada intinya bahwa TMAT harus dijaga pada level yang optimal dan terkontrol dengan baik.

Tata air mikro juga mempertimbangkan elevasi muka tinggi lahan agar tidak terjadi overdrainage.

Pada level tata air makro, akan tetap dilakukan pembagian zona air sesuai dengan elevasi tinggi lahan, pembuatan sekat kanal maupun sekat lahan.

Pembuatan bangunan infrastruktur pendukung seperti pintu air, pintu klep dan lain-lain juga sangat diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Selain tata air makro dan mikro, monitoring water management juga sangat diperlukan sebagai usaha untuk mengkoleksi/ mengumpulkan data-data baik data primer, sekunder maupun data pendukung.

Data-data tersebut sangat berguna untuk membuat perencanaan water management serta evaluasi/ perbaikan-perbaikan yang diperlukan dalam rangka penerapan sistem water management yang lebih baik.

Sebagai salah satu kajian lapangan, penulis mengambil sampel PT. Rimba Hutani (RHM) Mas yang berkedudukan di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. PT RHM ini merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sebagian areal kerjanya berada di kawasan lahan gambut yang sudah berkomitmen untuk tetap menjaga kelestarian gambut.

Pengelolaan tata air secara makro dan mikro diterapkan secara konsisten agar kelestarian usaha dan aspek lingkungan serta sosial ekonomi tetap terjaga.

PT. RHM selama ini dinilai sudah berperan aktif dalam pengem-
bangan teknologi dalam pengelolaan gambut seperti pemasangan water logger, AWS (Automatic Weather System), dan instrument pengamatan water management lainnya.

Selain itu juga dikembangkan berbagai program IT untuk mempermudah pemantauan pengelolaan lahan gambut seperti WMMS (Water Management Monitoring System) dan aplikasi OWMS (Operation Water Management System).

Dalam komitmennya yang penulis lakukan pengkajian, PT. RHM menyadari bahwa tidak mudah dalam pengelolaan lahan gambut agar tetap lestari, tetapi dengan komitmen yang kuat PT. RHM tetap optimis untuk memajukan pembangunan dunia kehutanan khususnya di lahan gambut.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved