Kemoterapi Kanker

Kanker Payudara dan Paru-paru Tak Perlu Dikemoterapi

Selama ini para penderita kanker payudara atau paru-paru selalu marasa khawatir untuk mengikuti terapi Kemoterapi dengan berbagai dalih dan alasan.

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
kompas.com
Pengidap Kanker Payudara dan Paru-paru Tak Perlu Kemoterapi,Ilustrasi 

Kanker Payudara dan Paru-paru Tak Perlu Dikemoterapi

SRIPOKU.COM -- Selama ini para penderita kanker payudara atau paru-paru selalu marasa khawatir untuk mengikuti terapi Kemoterapi dengan berbagai dalih dan alasan.

Namun untuk umur tertentu, penderita tidak dianjurkan untuk kemoterapi.

Hal itu terungkap dari hasil penelitian dua peneliti besar terkait dengan dua penyakit yang sangat mematikan ini.

Dua penelitian besar yang dirilis Minggu (3/6/2018) mengungkap pengidap kanker payudara dan paru-paru tak perlu melakukan kemoterapi untuk bertahan hidup.

Kabar baik ini disampaikan saat pertemuan kanker tahunan, American Society of Clinical Oncology (ASCO) di Chicago.

Kemoterapi adalah salah satu pengobatan kanker lewat obat-obatan yang berfungsi melawan serta menghancurkan pertumbuhan kanker.

Kemoterapi diberikan dengan cara oral atau melalui aliran darah, seperti suntikan atau infus.

Meski mampu menghentikan pertumbuhan dan perkembangan sel kanker dalam tubuh, kemoterapi tak jarang menimbulkan efek samping beracun yang bisa mengakibatkan kematian.

Julia perez saat akan menjalani kemoterapi.
Julia perez saat akan menjalani kemoterapi. (Instagram.)/ilustrasi

Studi pertama, kanker payudara Lewat tes genetika, studi pertama menemukan mayoritas wanita yang mengidap kanker payudara dapat melewatkan sesi kemoterapi dan efek sampingnya yang beracun.

Sampai saat ini, banyak wanita ragu untuk melakukan kemoterapi setelah didiagnosis mengidap kanker payudara
HER2-negatif yang masih di tahap awal dan belum menyebar ke kelenjar getah bening.

"Kami menemukan sekitar 70 persen pasien kanker payudara tidak perlu melakukan kemoterapi," kata rekan penulis Kathy Albain, seorang ahli onkologi dari Loyola Medicine, dilansir Strait Times, Minggu (3/6/2018).

Tes genetik 21 yang disebut Oncotype DX sudah ada sejak 2004 dan telah membantu membuat keputusan terkait perawatan yang tepat pasca operasi.

Hasil rekurensi yang tinggi, di atas 25, menandakan kemoterapi disarankan untuk menangkal rekurensi.

Sementara bila skor rendah, di bawah 10, artinya tidak perlu dilakukan kemoterapi.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved