Lonjakan Inflasi
Waspadai Lonjakan Inflasi Selama Ramadhan dan Menjelang Lebaran
Tak dapat dipungkiri, harga-harga barang yang demandnya tinggi selama Ramadhan bisa mengatrol angka inflasi pada bulan Mei 2018
Waspadai Lonjakan Inflasi Selama Ramadhan dan Menjelang Lebaran
Oleh : Desi Eryani, S.ST, MSi
Seksi Analisis Statistik Lintas Sektor, Badan Pusat Statistik/ S2 Magister Ilmu Ekonomi Unsri
Tak dapat dipungkiri, harga-harga barang yang demandnya (jumlah permintaan) tinggi sepanjang Ramadhan seperti daging ayam ras, daging ayam kampung, daging-dagingan, ikan, sayur-sayuran, serta telur ayam ras bisa mengatrol angka inflasi pada bulan Mei 2018.
Hal tersebut terbukti dengan masyarakat yang harus mengeluarkan kocek lebih dalam pada momen Ramadhan kali ini, dimana harga daging ayam mencapai harga Rp.45.000,- pada bulan Mei sedangkan sebelumnya hanya Rp.30.000.
Begitu juga daging sapi yang sudah mencapai harga Rp.140.000 sampai saat ini.
Secara umum, pada April 2018 harga barang-barang atau jasa kebutuhan pokok masyarakat di Kota Palembang semua mengalami kenaikan di seluruh kelompok pengeluaran yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,26 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,36 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,28 persen; kelompok sandang sebesar 0,11 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,06 persen; dan kelompok trasnportasi dan komunikasi sebesar 0,52 persen, atau secara keseluruhan laju inflasi bulan April mencapai 0,29 persen.
Besarnya inflasi Kota Palembang sebesar 0,29 persen disumbang dari komponen inti dengan andil sebesar 0,13 persen, komponen pemerintah dengan andil 0,10 persen, dan komponen bergejolak dengan andil sebesar 0,06 persen.
Adapun tingkat inflasi berdasarkan kelompok komponennya, maka komponen yang diatur pemerintah (administered prices) mengalami inflasi sebesar 0,49 persen dengan komoditas penyumbang tertinggi berupa bensin, angkutan udara, dan tarif taksi.
Sedangkan, komoditas dari komponen bergejolak (volatile goods) sangat dipengaruhi oleh pola musiman.
Adapun komoditas penyumbang tertinggi pada komponen volatile goods adalah bawang merah, jeruk, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Sebelumnya, laju inflasi Kota Palembang pada awal tahun masih terkendali, bahkan di bulan Februari mengalami deflasi sebesar 0,06 persen, namun hal tersebut tidak bertahan lama.
Pada bulan Maret kenaikan BBM non subsidi, kelangkaan cabai merah dan bawang putih justru mengerek laju inflasi menjadi 0,39 persen.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada Maret 2018 di Kota Palembang antara lain cabe merah, sepeda motor, mobil, bawang putih, bensin, daging ayam ras, obat dengan resep, jeruk, kangkung, dan rokok putih.
Panen raya padi yang dimulai akhir Februari serta panen beberapa tanaman pangan lainnya baru mempengaruhi laju inflasi di bulan Maret dan April dikarenakan panen raya yang terjadi di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) tidak terjadi secara serentak tetapi cenderung bergantian antar wilayah.
Beras mengalami penurunan harga sejak Maret bahkan memberikan andil tertinggi untuk meredam lonjakan inflasi di bulan Maret dan April 2018.
Di samping dari gejolak bahan makanan, kenaikan BBM non subsidi pada Februari dan Maret 2018 juga bisa menjadi pemicu inflasi pada Bulan Mei 2018 seperti bulan-bulan sebelumnya.
Secara teori ekonomi, apabila terjadi kenaikan harga suatu barang maka akan berdampak pada penurunan tingkat konsumsi.
Akan tetapi, penggunaan bensin telah bergeser menjadi kebutuhan pokok layaknya pangan,sandang, dan papan.
Dengan demikian, pengurangan akan penggunaan BBM sulit untuk dihindari.
Kebijakan menaikkan harga BBM non subsidi dan pembatasan stok BBM bersubsidi seakan memaksa masyarakat untuk menyisihkan pendapatan mereka lebih dari biasanya untuk konsumsi kelompok transportasi dan bahan bakar.
Sementara di lain sisi, masyarakat masih memperoleh pendapatan yang tetap seperti sebelumnya. Sebagian besar masyarakat masih sulit membedakan antara need and want (kebutuhan dan keinginan).
Setiap individu senantiasa ingin hidup berkecukupan atau serba ada, sedangkan itu semua melebihi batas kemampuan ekonomisnya.
Hal tersebut sudah diungkap jauh di beberapa abad sebelumnya dalam Teori Keynes mengenai teori inflasi.
Ketika suatu barang diminta dalam jumlah yang besar, sedangkan jumlah barang tersebut masih terbatas, hal inilah yang mengakibatkan harga secara umum naik.
Selain itu inflasi juga bisa disebabkan terjadinya kelangkaan barang kebutuhan di pasaran yang disebabkan terjadinya penimbunan barang atau kegagalan distribusi barang. Persiapan selama Ramadhan seharusnya tidak hanya bersifat profan (duniawi) atau bersifat material semata.
Akan tetapi persiapan yang dimaksud adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa ataupun ibadah agung lainnya.
Ramadhan masih dijadikan ibadah yang terpisah dari kehidupan sehari-hari, karena tidak sedikit orang berpuasa tetapi hanya hanyut dan larut dalam euforia Ramadhan tetapi tidak megindahkan rangkaian ibadah utamanya.
Pada bulan puasa, umat Islam yang berpuasa dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu selama satu bulan penuh, namun tingkat konsumsi untuk kebutuhan pokok semakin meningkat tajam.
Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan masyarakat yang lebih konsumtif pada bulan Ramadhan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan bahan makanan hingga persiapan lebaran.
Sikap hedonisme semakin menjadi-jadi dimana semua makanan dibeli untuk hidangan sahur dan berbuka hingga melimpah ruah sementara masih ada fakir miskin yang kelaparan.
Di penghujung Ramadhan, dimana ALLAH SWT menjanjikan umatNya pengampunan apabila beribadah dengan khusyu', namun ironisnya hal tersebut tidak membuat masjid semakin ramai.
Yang terjadi justru hampir di setiap perbelanjaan baik pasar modern (mall) ataupun pasar tradisional dibanjiri para pengunjung hingga tengah malam.
Merujuk pola historis, inflasi akan terjadi di Provinsi Sumsel selama menjelang puasa, saat bulan puasa, serta menjelang lebaran.
Modus Penyumbang kontribusi terbesar atas terjadinya inflasi disebabkan oleh kelompok bahan makanan, makanan jadi, serta transportasi dan komunikasi.
Pada kelompok bahan makanan, komoditi telur, daging sapi, serta daging ayam ras yang memberi andil pada lebaran tahun lalu.
Fenomena kenaikan harga telur sekaan wajar menjadi penyebab inflasi terjadi di Provinsi Sumsel, hal tersebut disebabkan tradisi menyambut lebaran di mana hampir di setiap lapisan masyarakat Sumsel membuat kue berbahan dasar telur bebek dengan jumlah yang tidak sedikit, seperti kue basah maksuba, lapis legit, lapan jam, bolu kojo, srikaya, dan cake lainnya. Bahan makanan lainnya yang patut diwaspadai kenaikan harganya adalah daging sapi, dan daging ayam ras.
Naiknya permintaan konsumsi terhadap beberapa bahan makanan tidak diiringi dengan meningkatnya persediaan di pasaran.
Ada kalanya pelaku pasar dengan sengaja menghilangkan komoditas tertentu di pasar dengan tujuan melakukan penimbunan barang-barang yang dibutuhkan lalu pada saat tertentu barang tersebut dikeluarkan di pasar dengan harga tinggi.
Kenaikan harga selama puasa dan lebaran bersifat musiman, sehingga fenomena yang terjadi itu selalu disebut sebagai inflasi musiman.
Karena selalu terjadi setiap kali menjelang hari besar.
Meskipun, sudah diantisipasi karena fenomena ini terjadi berulang setiap tahun, tetap tidak dapat dicegah karena sikap konsumtif masyarakat yangbelum mampu dikontrol dengan belanja sesuai kebutuhan.
Sikap konsumtif masyarakat Sumsel yang meningkat selama bulan puasa hingga Lebaran patut dicermati bersama.
Pengeluaran masyarakat Sumsel diperkirakan cenderung meningkat untuk kebutuhan pangan, sandang, dan kegiatan mudik pada bulan puasa dan lebaran.
Pada triwulan pertama 2018, secara umum optimisme konsumen di wilayah Sumsel tidak setinggi optimismenya seperti pada triwulan sebelumnya.
Nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Sumsel pada triwulan I-2018 sebesar 102,3.
Dalam rilis awal Mei 2018, BPS Provinsi Sumsel memperkirakan tendensi konsumen wilayah Sumsel pada triwulan kedua akan mengalami peningkatan, dimana nilai indeks tendensi konsumen sebesar 114,06. Optimisme konsumen pada triwulan kedua meningkat seiring karena meningkatnya pendapatan rumah tangga pada triwulan kedua.
Adanya pencairan gaji ketigabelas, gaji keempatbelas, serta THR menjelang lebaran semakin memicu konsumen bertindak agresif dalam memenuhi kebutuhan.
Pemerintah khususnya diharapkan tetap mewaspadai gejolak inflasi khususnya pada harga bahan pangan bergejolak.
Kesiapan pemerintah untuk menghindari terjadinya kekurangan pasok pangan untuk menghindari penimbunan pasokan kebutuhan pokok, serta jaminan dalam pendistribusian bahan pangan agar tetap aman dan lancar di berbagai daerah Sumsel.
Dan akan menjadi hal yang tidak arif, apabila kelangkaan pangan atau lonjakan harga justru ditanggapi pemerintah dengan melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan masyarakat seperti impor beras atau impor ayam dari Birma.
Hal tersebut tentunya bukan solusi yang diinginkan masyarakat.
Sepatutnya, kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan harga terjangkau dan juga petani masih bisa menerima hasil ladang mereka dengan harga yang layak.
Pengalaman adalah guru yang terbaik, inflasi musiman pada hari besar sekiranya merupakan hal yang tidak dapat dihindari namun masih dapat dikendalikan lajunya.
Setiap pihak memiliki peran besar dalam laju inflasi musiman. Kebijakan pemerintah yang tepat sasaran dalam perekonomian khususnya distribusi barang selama puasa dan menjelang lebaran, serta masyarakat yang semakin cerdas untuk membedakan antara “kebutuhan “ dan “keinginan” dalam berkonsumsi.