Makam Kesultanan Palembang Hilang
Ternyata Ini Sosok Makam Kesultanan Palembang yang Hilang. Masih Menantu SMB II
Ini sebagai upaya zuriat untuk mencari makam Kesultanan Palembang terakhir itu yang hilang karena ditimbun
Penulis: Yandi Triansyah | Editor: Yandi Triansyah
Laporan Wartawan Sripoku.com Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - - Zuriat pangeran Kramodjayo perdana menteri Raden Abdul Azim Kesultanan Palembang Darussalam
di Komplek Pangeran Kramadjayo dan keluarganya, melakukan pemasangan plang di komplek makam, Senin (14/5/2018)
Ini sebagai upaya zuriat untuk mencari makam Kesultanan Palembang terakhir itu yang hilang karena ditimbun.
Kondisi makam begitu mengkhawatirkan, beberapa titik ada tumpukan sampah. Selebihnya sudah ditumbuhi oleh semak belukar.
Siapa sebenarnya sosok Kramadjayo ini? Dan apa perannya bagi Kesultanan Palembang.
Sejarawan dari UIN Raden Fatah Palembang Kemas Ari Panji mengungkapkan, pada masa yang sama Pangeran Kramojaya (menantu Sultan Mahmud Badaruddin II) dari zuriat Raden Abubakar Pangeran Ratu Purbayo.
Juga menjalankan pemerintahan sebagai Pedana Menteri (1823-1825).
Ketika Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan oleh pemerintahan Belanda Pangerang Kramojayo tetap menjadi pejabat dari golongan pribumi dengan jabatan sebagai Regent Rijksbestuurder hingga tahun 1851 dan kemudian jabatan inipun dihapuskan, setelah Pangeran Kramojayo ditangkap karena mengadakan perlawanan.
Beliau diasingkan ke Purbolinggo dalam bulan Agustus 1851 dan wafat pada tanggal 5 Mei 1862 (Amin, 1986: 91).
Di masa awal kekuasaan Belanda di daerah Palembang telah dijadikan suatu daerah keresidenan yang dipimpin oleh seorang Residen dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh asisten residen dan beberapa pejabat Belanda lainnya.
Jabatan yang masih disediakan untuk orang pribumi menurut Husni Rahim (1993) adalah sebagai berikut:
1. Rijksbestuuder / Pedana Menteri (Pangeran Kramo jayo)
2. Ambstenaar bij den residen (Pangeran Tumenggung Astra menggala)
3. Hoofd de politie (Pangeran Tumenggung Kerta Menggala)
4. Asistent der politie (Demang Derpa Cito)
5. Hooge prister (pangeran Penghulu Nata Agama)
6. Hoofd der Arabieren (Pangeran Syarif Ali)
7. Kapiten der Chinezen (Tjoa Kilien)
8. Divisie hoofd van de Ogan (Demang Sur Nindita)
9. Divisie hoofd van de Komering Ilir (Demang Jaya Laksana)
10. Divisie hoofd van de Komering Ulu(Demang Wiro Teruno)
11. Divisie hoofd van de Rawas (Demang Laksana Jaya)
12. Divisie hoofd van de Lematang (Demang Astra Nidata)
13. Divisie hoofd van de Musi Ilir (Demang Raden Abdul Rahman)
14. Divisie hoofd van de Musi Ulu (Demang Kerangga Saca Manggala)
15. Divisie hoofd van de Musi Tengah (Demang Pangerang Kerama Dinata)
Berdasarkan data diatas, tampak bahwa Belanda masih menggunakan pejabat-pejabat pribumi untuk membantu pemerintahan di Keresidenan Palembang.
Hal ini dimaksudkan untuk menenangkan rakyat agar tidak menentang pemerintah Belanda.
Demikian juga dengan jabatan kepala polisi yang masih diserahkan kepada orang pribumi, tentu dengan maksud untuk memudahkan pengamanan masyarakat bila timbul gejolak dari rakyat.
Begitu pula dengan pengangkatan kepala untuk orang Arab Hoofd de Arabieren) dan Kepala Orang Cina (Kapitein di chinezen) Hal yang sama terhadap Pangeran penghulu Nata Agama masih tetap dijadikan pejabat tertinggi agama Islam sebagaimana di masa kesultanan, walaupun dengan kadar wewenang yang terbatas.