Pentingnya Pendidikan Berkarakter Dalam Membentuk Sosok Kartini
Di setiap peringatan hari Kartini, tradisi mengenakan kebaya atau pakaian adat dari berbagai daerah Indonesia menjadi suatu kewajiban
Oleh : Dr. Kencana Sari, MPd.
Tenaga Pendidik di Kota Palembang/Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
Di setiap peringatan hari Kartini, tradisi mengenakan kebaya atau pakaian adat dari berbagai daerah Indonesia menjadi suatu kewajiban bagi institusi pemerintah.
Kewajiban itu dimulai dari dunia pendidikan, perkantoran, bahkan sampai pusat perbelanjaan, dan
lebih berwarna lagi diaktualisasikan dengan penampilan karnaval atau perlombaan busana.
Dari rutinitas tersebut muncul suatu pertanyaan "pakah peringatan hari Kartini merupakan peringatan mengenakan kebaya atau pakaian Adat?".
Mindset atau pola pikir seorang anak tentunya akan berbeda dengan pemikiran orang dewasa.
Pemikiran seorang anak memang ringan terhadap pertanyaan tersebut.
Mereka cenderung mengaplikasikan hari Kartini sebagai hari peringatan mengenakan kebaya atau pakaian
Adat.
Padahal, dengan memperingati hari Kartini, diharapkan mampu mengaplikasikan "Karakter Kartini" sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari sebagai kaum perempuan Indonesia seperti: bersahaja, sederhana, cerdas berwawasan luas, serta taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disinilah perlunya kedewasaan serta profesionalisme seorang pendidik dalam menumbuh-kembangkan karakteristik Kartini dalam proses pendidikan.
Salah satunya dengan memberikan penguatan serta pemahaman pendidikan karakter terhadap peserta didik.
Pendidikan Karakter itu sendiri sedang menjadi Pokok Utama dalam kurikulum 2013.
Hal ini menjadi alasan yang mendasar juga dalam , Perubahan Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013.
Selain itu juga merupakan Program Pendidikan Nasional yang harus diimplementasikan kedalam lembaga di seluruh jenjang Pendidikan.
Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita.
Krisis tersebut antara lain berupa meningkat dan semakin tidak berbatasnya pergaulan bebas di kalangan remaja saat ini.
Tidak terkesuali maraknya angka kekerasan terhadap anak dan remaja, bullying (kejahatan) terhadap sasama teman.
Bahkan yang lebih parahnya lagi sudah meningkat pada pencurian yang dilakukan oleh anak dan remaja, kebiasaan menyontek di kalangan peserta didik.
Selain itu sudah mengarah pada penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang, pornografi dan porno-
aksi, serta perusakan barang milik orang lain sehingga sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
Pada acara seminar peringatan hari Kartini yang diadakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palembang, Selasa, 17 April 2018 lalu yang mengangkat sub tema "Pendidikan Karakter yang memiliki quality education penulis mengambil inti sari dari kendala yang dihadapi diatas, meliputi ;
1. Pada kemajuan teknologi era digital sekarang ini tidak bisa dielakan dan tidak terbantahkan yang diperkuat dengan teori Cherry (1957) bahwa era digital tidak bisa kita hindari karena di satu sisi bermanfaat bagi kemajuan dan di sisi lain sebaliknya.
Bertitik tolak dari teori itu, tinggal lagi bagaimana peran pendidik di sekolah ata di lembaga-lembaga pendidikan dan peran orangtua di rumah dengan memberikan pemahaman, pengarahan dan bimbingan atau dengan membuat kesepakatan antara anak dan orangtua.
2. Untuk mewujudkan kualitas keimanan tidak terlepas dari nilai agama karena kadar keimanan dan ketakwaan diukur dari: secara tulus dia patuh pada Sang Khalik sehingga bisa tertib dan disiplin dalam melaksankan perintah dan menjauhi laranganNya.
Kesimpulan dari seminar Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota (DPPPMK), diharapkan pandai membagi waktu untuk anak-anak, mengusahakan waktu Maghrib berada di rumah bersama akak dengan memberikan pengarahan, pemahaman, kepercayaan pada anak sehingga anak dapat mendesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan karakter melalui beragam aktivitas dan metode penyampaian.
3. Pengaruh lingkungan yang positif tidak kalah pentingnya untuk menunjang penerapan pendidikan karakter.
Di Negara-negara berkembang antara keseimbangan hard skill dan soft skill sudah dirasakan dampaknya.
Namun di Indonesia baru sebagian lembaga pendidikan menerapkan itu dan ke depan diharapkan sangat diharapkan terlaksana.
Keseimbangan antara hard skill dan soft skill sangat diperlukan agar di kalangan pendidikan tidak hanya menitik-beratkan kiprah di bidang pengajaran saja (hard skill) tapi harus dapat mengembangkan aspek soft skill bagi siswa terdidik meliputi; melakukan pendekatan dengan komunitas sekolah/lembaga, mewujudkan situasi yang ramah bagi siswa, mengedepankan aspek yang terkait kedewasaan emosional dan prilaku secara umum.
Sehingga ke depan siswa tidak hanya mengejar target "satu tambah satu" tidak adanya lingkungan harmonis dengan manusia lain dan kemapuan bahagia saat membahagiakan orang lain.
Memiliki sosok Kartini masa lalu, tentu sangat bisa disejajarkan dengan ibu dalam keluarga. Terutama dalam pembentukan karakter.

Raden Ajeng Kartini menjadi simbol perjuangan seorang ibu dalam membentuk karakter anak dalam keluarga.
Adapun partisipasi yang dapat kita lakukan untuk menyiapkan generasi yang berkarakter, yaitu dengan cara:
1. Orangtua dan keluarga hendaknya memiliki perhatian yang besar terhadap perkembangan digitalisasi/teknologi informasi yang sering diistilahkan gaptek.
Sehingga, mereka mampu memiliki pengetahuan serta memberikan pemahaman yang baik terhadap informasi-informasi yang berkembang dan dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
2. Penanaman spiritual pada anak sangat penting dalam membangun karakternya.
Anak belajar bagaimana aturan aturan agama dan penerapan dalam kehidupan di keluarga maupun lingkungan yang mendukung aktivitasnya.
3. Menerapkan konsep hard skill dan soft skill secara seimbang sehingga anak tidak hanya memiliki kecakapan intektual semata, namun mampu bersosialisasi, mewjudkan lingkungan yang hidup dengan santun untuk mengembangkan budaya bangsa yang berkarakter.

Sehingga, kita tidak hanya mencetak generasi seperti: "kecil menjadi robot besar menjadi monster".
Semoga pendidikan karakter yang kita usung sebagai reformasi pendidikan terwujud dengan adanya kerjasama mulai dari pemerintah sebagai pelaksana kebijakan hingga sekolah sebagai pelaksana pendidikan di lapangan.
Dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum, orangtua diharapkan sebagai faktor pertama pembentuk karakter anak serta lingkungan sebagai cermin penerapan budayanya.
Apabila semua unsur tercapai dan dijalankan sesuai dengan fungsinya masing masing maka karakter Kartini dapat terwujud dan sesuai dengan harapan.