Wacana KPU Ingin Larang Mantan Napi Korupsi Ikut Pilkada Jangan Tebang Pilih
Wacana KPU Ingin Larang Mantan Napi Korupsi Ikut Pilkada Jangan Tebang Pilih
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Odi Aria Saputra
SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Pengamat Sosial Politik Prof DR Alfitri MSi merespon positif adanya rencana KPU menerapkan larangan bagi narapidana kasus korupsi yang ingin maju sebagai calon kepala daerah.
"Wacana itu bagus menurut saya. Tidak ada tebang pilih terhadap mantan-mantan itu. Tetapi juga ada komitmen bersama untuk menegakkan aturan itu," ungkap Prof DR Alfitri MSi ditemui Sripoku.com usai acara pengukuhan pengurus Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (IKA FISIP) Universitas Sriwijaya di Graha Sriwijaya.
Guru besar sosiologi Unsri ini beralasan, dengan demikian diharapkan negeri ini akan lebih bagus untuk bisa melakukan pendidikan politik bahwa pemimpin itu memang harus yang terbaik.
"Tapi memang ada ambiguitas bagimana ketetapan, kebijakan selama ini. Seolah-olah mantan Napi, calon-calon yang terkena pidana lainnya itu bisa mencalonkan diri. Ke depan menurut saya kita harus tiru Amerika. Dimana mantan Napi, mantan narkoba itu bisa clear dalam pertarungan itu. Tidak ada upaya untuk bisa membersihkan karena memang kita butuh pemimpin terbaik. Apalagi di daerah makin banyak pemimpin yang baik, makin banyak persaingan ataupun kompetisi mereka akan jadi lebih baik," pungkasnya.
Seperti tengah hangat pemberitaan beberapa hari terakhir, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya berencana menerapkan larangan bagi narapidana kasus korupsi yang ingin maju sebagai calon kepala daerah. Namun, larangan ini belum bisa dilaksanakan untuk Pilkada 2018.
Menurut Hasyim, pihaknya tidak bisa merubah Peraturan KPU (PKPU), terkait pencalonan kepala daerah. Jika beberapa pihak menginginkan revisi PKPU agar dapat mengganti calon kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, maka KPU berpandangan lain.
"Level (perubahan)-nya harus di undang-undang (UU Pilkada). Untuk ke depannya, agar bisa mendapatkan calon-calon yang bersih, KPU mengusulkan bagi mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg. Usulan ini rencananya juga diberlakukan untuk Pilkada yang selanjutnya (setelah pilkada 2018)," ujar Hasyim, Jumat (30/3).
Hasyim mengatakan pihaknya mengusulkan ada aturan yang melarang para mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif dalam Pemilu 2019 mendatang. Aturan ini akan masuk dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) pencalonan caleg Pemilu 2019.
Menurut Hasyim, poin aturan tentang larangan ini tidak ada dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Namun, wacana larangan ini dianggap perlu dimasukkan dalam PKPU pencalonan caleg.
"Nanti akan kita masukkan juga aturan yang sebenarnya di UU Pemilu tidak ada, terkait mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg. Kami akan masukkan di PKPU pencalonan caleg," jelas Hasyim.
Ia menjelaskan dasar dari usulan tersebut. Hasyim menuturkan, KPU berpendapat jika tindak pidana korupsi mengandung unsur penyalahgunaan wewenang.
"Koruptor itu pasti menyalahgunakan wewenang, orang yang sudah menyalahgunakan wewenang berarti sudah berkhianat kepada jabatannya, negaranya dan sumpah jabatannya. Maka dia tidak layak menduduki jabatan politik/kenegaraan lagi," tegasnya.
Usulan ini baru pertama kali dilakukan oleh KPU. Jika usulan ini disetujui, maka larangan bagi mantan narapidana untuk mendaftar sebagai caleg pemilu juga akan diterapkan untuk pertama kalinya dalam sejarah kepemiluan Indonesia.
Adapun tujuan usulan ini, kata Hasyim, adalah mencari wakil rakyat yang bersih. "Kalau ada penolakan ini berarti termasuk bagian (pihak) yang tidak mau bersih. Dengan adanya aturan ini, berarti partai politik (parpol) harus selektif memilih bakal calegnya," paparnya.
Komisioner KPU, Viryan, mengatakan
pihaknya tidak memiliki dasar untuk melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) agar memungkinkan adanya penggantian calon kepala daerah tersangka atau bermasalah hukum. KPU berpandangan revisi PKPU berpotensi dilakukan jika ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).