Mengenal Tradisi Barzanji di Palembang. Mulai dari Cukuran Anak Hingga Maulid Nabi
Barzanji sudah dilakukan sejak Palembang masih bernamakan Kesultanan Palembang Darussalam.
Penulis: Refli Permana | Editor: Sudarwan
Dipimpin oleh seseorang yang sudah dipilih dan nantinya akan dibacakan secara bergantian.
Bisa pula yang mendengar ikut membaca syair yang sudah dipegang.
Dalam satu kali bacaan, bisa cukup panjang karena syair Barzanji memang cukup panjang.
Perbedaan sedikit tampak jika kepentingannya adalah marhabah anak.
Dikatakan Vebry, usai pembacaan Barzanji, ada pembagian bendera yang diberikan tuan rumah kepada tamu undangan.
Tak jarang pula ada yang menggunakan telok abang yang juga diberikan kepada tamu undangan.
Kegiatan ini tak akan bisa dilihat andai Barzanji dibacakan untuk kepentingan Maulid Nabi.
"Saat marhabah, Barzanji dibacakan sebelum rambut anak dicukur. Dibacakan oleh seseorang terpilih dan nantinya bergantian," kata Vebry.
Ketika membagikan bendera yang sudah dilengkapi uang, suasana Marhabah pasti seru dan ramai.
Pasalnya, anak-anak akan sangat antusias menggapai bendera tersebut.
Melihat tuan rumah sudah memegangi gedebog pisang, saat itulah anak-anak mendekat karena bendera uang ditancapkan di benda tersebut.
Meski terkadang uang yang ada di bendera bukanlah pecahan besar, orangtua yang datang tak ketinggalan antusiasnya.
Meski tak berebut, mereka kadang kala menitip sama tuan rumah supaya kebagian.
Alasannya untuk membuat anaknya yang tak ikut datang bisa gembira ketika orangtuanya membawa benda ini.
Mengenai syair yang dibaca, jelas Vebry, dari jaman dulu adalah syair karya Syaikh Ja'far Al Barzanji.
Dari namanya, jelas tradisi ini mengutip nama sang penyair.
Adapun isi syair tak lepas dari sejarah Nabi Muhammad hingga puja-pujaan untuk nabi terakhir umat Islam tersebut.
"Barzanji sudah tak ubahnya seperti hiburan Islami di momen-momen tertentu.
Karena namanya tradisi, maka tak ada persoalan tidak melakukannya," tutup Vebry.
