Dihina Menikah Dengan Ayah Angkat dan Miskin, Setahun Kemudian Semua Warga Jadi Iri Karena Ini
Saat melihatku yang masih di luar hingga larut malam, ia pun menyuruhku masuk ke rumahnya.
SRIPOKU.COM-- Kisah ini datang dari sebuah desa negeri Malaysia.
Cerita berawal dari seorang gadis desa yang berusia 16 tahun yang lari dari rumah karena tidak tahan selalu dipukul oleh keluarganya.
Berikut penuturan gadis tersebut yang dapat diambil pelajaran bagi kita.
Aku bukanlah seorang gadis yang beruntung, tapi aku merasa gadis yang sangat bahagia.

Saat umur 16 tahun semua keluargaku mulai berlaku jahat denganku karena mereka merasa kalau aku bukanlah seorang gadis yang baik.
Penduduk di kampung pun mulai mengkritik orangtuaku bahwa mereka tidak bertanggung jawab.
Terkadang ketika mereka pulang ke rumah, dan merasa tidak sedang, maka mereka akan memukulku.
Puncaknya, setengah tahun kemudian, saat mereka semua memarahi dan memukulku, aku memutuskan untuk melarikan diri dari rumah.
:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/641789/big/kabur-rumah-140220b.jpg)
Walau tak tahu arah dan tujuan, aku terus melangkah dan tak ingin pulang ke rumah.
Hingga sampailah aku di sebuah rumah yang dihuni oleh seorang laki-laki paruh baya yang biasa dipanggil abang Razak.
Ia adalah orang yang sangat baik, saat melihatku yang masih di luar hingga larut malam, ia pun menyuruhku masuk ke rumahnya.
Ia memberiku makan dan tempat tinggal.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba kaki Abang Razak terluka hingga mengakibatkan ia tidak dapat bekerja lagi.

Ia pun mengajak untuk pindah dan tinggal di rumah adinya yang bernama Luzman.
Di perjalanan menuju rumah abang Luzman, Abang Razak ingin mengantarku pulang ke rumah, namun aku menolaknya karena sudah tidak tahan terus dimarahi dan dipukul dan akupun berniat tidak mau kembali lagi ke rumah.
Luzman adalah seorang petani dan punya peternakan kambing.
Pendapatannya sekitar 1000RM per bulan.
Meskipun hidup dalam keadaan yang susah, kedua beradik tersebut merupakan orang yang sangat baik dan suka menolong.
Mereka pun menganggap aku sebagai putrinya sendiri.

Kalau ada makanan yang enak, mereka selalu memberinya kepadaku.
Saat aku sedang sedih, mereka selalu menghiburku.
Aku menganggap mereka sebagai kakak-kakakku sendiri.
Setelah lima tahun berlalu, kini usiaku sudah 20 tahun, Abang Razak dan Luzman mulai membantu untuk mencarikanku pasangan.
Namun secara halus aku menolaknya, karena aku sudah terlanjur mencintai Abang Luzman yang kini berusia 40 tahun, dan aku tak ingin laki-laki lain selain dengan abang Luzman karena aku sudah terbiasa mengandalkan dia dan selalu menemaninya.

Aku pun memberanikan diri mengungkapkan perasaanku yang selama ini aku simpan kepada abang Razak.
Abang Razak menolaknya mentah-mentah dan mengatakan bahwa aku sudah dianggap sebagai putrinya sendiri, jadi mana mungkin menikah dengan putri sendiri.
Sebelum aku masuk ke kehidupan mereka, Luzman sudah pernah menikah, namun istrinya lari saat usia pernikahannya baru 1 tahun.
Sejak saat itu hidup abang Luzman mengalami masa-masa yang sulit hingga teramat miskin.
Aku pun memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku ke Luzman.
Ia bilang kami beda 20 tahun, dan hidupnya miskin, namun ia memang ada rasa denganku.
Setelah membujuk abang Razak, akhirnya ia setuju kami berdua menikah.

Saat kabar pernikahan kami menyebar ke semua warga, semua orang yang ada di kampung tersebut mulai bergosip yang tidak-tidak tentang kami.
Tapi hal tersebut tidak terlalu kami hiraukan, kami hanya berpikir ke depan tentang kehidupan kami, tanpa memikirkan apa kata orang terhadap kami.
Untuk meningkatkan kehidupan keluarga, kami meminjam uang sebesar 100 ribu RM untuk memperluas peternakan kambing.

Dimulai dari 100 kambing, kini sudah berkembang menjadi 8.000 kambing karena kami bekerja tidak kenal lelah dan tentunya juga mendapat dukungan dari abang Razak.
Kehidupan kami pun mulai sukses dan kami berhasil membangun rumah dua tingkat di kampung tersebut.
Sekarang, orang-orang kampung tempat kami tinggal yang dulunya membicarakan tentang kami yang tidak-tidak dan menghina kami perlahan mulai memujiku, apalagi setelah mengetahui bisnis kami semakin lancar.

Menurutku, hidup ini memang seperti roda berputar.
Aku harus melalui hari-hari susah dan berusaha, baru ada hari seperti ini.
Janganlah pedulikan pandangan dan perkataan orang lain.
Yang penting kamu bahagia dan semua yang kamu jalani itu positif.