Generasi Penerus di Kecamatan Tungkal Jaya Muba Terancam Kurang Gizi Kronis. Ini Penyebabnya
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Penulis: Yuliani | Editor: Sudarwan
Laporan wartawan Sriwijaya Post, Yuliani
SRIPOKU. COM, SEKAYU - Akibat luasnya area perkebunan sawit, mayoritas masyarakat di Kecamatan Tungkal Jaya Kabupaten Musi Banyuasin kesulitan membuka kebun sayur dan buah.
Hal ini berimbas pada kurangnya stok pangan lokal dan membuat masyarakat harus membeli dari luar.
Fasilitator Kecamatan Tungkal Jaya untuk program Kampanye Gizi Nasional (KGN), Dini Etrilia Santi, S.Gz mengatakan, beberapa waktu lalu saat pelatihan Tokoh Agama (Toga) dan Tokoh Masyaramat (Toma) di Sekayu, perwakilan Toga sempat mengeluhkan susahnya masyarakat untuk menanam buah sayuran di daerah tersebut.
"Alasan ini karena sudah kebanyakan perusahaan sawit di sana. Jadi area lahan untuk perkebunan lainnya terbatas," ujarnya Jumat (1/12/2017).
Ia menambahkan, karena daerah di sana jaraknya lebih dekat Jambi dibandingkan Palembang, maka masyarakat yang ingin belanja perginya tentu ke Jambi.
"Tapi pihak PT juga ada yang menyelenggarakan posyandu khusus untuk warga di daerah dekat PT.
Jadi pihak PT meminta tolong orang puskesmas untuk melakukan posyandu tiap bulannya," jelasnya.
Baca: Resmikan Peremajaan Sawit Muba Jokowi Terobos Semak semak Kebun Sawit
Baca: Replanting 4.446 Hektare Sawit di Muba, Ternyata Ini Alasan Jokowi Awali Replanting dari Sumsel
Pihak dinas kesehatan Muba juga sudah menganjurkan agar masyarakat mengusahakan menanam buah yang mudah tumbuh dan dirawat seperti pepaya, pisang di belakang maupun samping rumah.
"Upaya ini agar warga di sana tetap bisa menanam sayur dan buah, sehingga terus mengkonsumsi makanan sehat dan menjalani pola hidup sehat," jelasnya.
Selain itu, guna memutus mata rantai stunting sendiri, Kecamatan Tungkal Jaya terus gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui tiga puskesmas.
Ketiganya yakni Puskesmas Peninggalan, Puskesmas Bero Jaya Timur dan Puskesmas Sumber Harum.
Dini menambahkan, biasanya kebanyakan masyarakat yang berobat langsung ke puskesmas
"Kalau yang di desa-desa itu juga ada poskesdes dan pustu. Jadi kalo warga yang jauh dari puskesmas, mereka bisa berobat ke poskesdes atau pustu. Di sana juga ada bidan desanya," terangnya.
Terkait stunting sendiri untuk di Muba tidak terlalu tinggi seperti di OKI dan masih bisa dikontrol.
"Kemren ada survei pemantauan status gizi tapi hasilnya belum dipublish mbak. Kalau sosialisasi juga bisa dilakukan di posyandu dan kelas ibu.
Jadi bidan bisa sampaikan pesan yang bersangkutan tentang kesehatan ibu dan anak terkhusus stunting," ujarnya.
Apalagi kalau ada pertemuan di kecamatan atau pihak puskesmas mengadakan acara lintas sektor, fasilitator seperti dirinya juga kerap menyampaikan pesan-pesan stunting.
"Awalnya masyarakat nggak tahu apa itu stunting. Sekarang sedikit-sedikit jadi terbiasa mendengar kata stunting dan mereka mulai paham cara mencegahnya," jelasnya.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
