Tak Banyak Yang Tahu, Tradisi ini Ternyata Berasal dari Suara Anak Misterius di Tengah Hutan

Cerita sedekah bumi dimulai pada suatu hari, di saat sebuah dusun mengalami bencana mewabahnya penyakit gatal pada masyarakat.

Penulis: Fajeri Ramadhoni | Editor: Ahmad Sadam Husen
SRIPOKU.COM/FAJERI RAMADHONI
Sejumlah masyarakat Desa Sungai Keruh, Muba ketika menunggu lemang yang akan dilempar oleh pemuka adat. 

Dikatakannya bahwa apa yang diderita oleh masyarakat karena tidak mensyukuri apa yang telah diberikan oleh bumi, bahkan sering mengeluh dengan hasil yang diperoleh. 

Mendengar perkataan tersebut masyarakat langsung bertani dengan giat dan rajin, dan ketika tiba masa panen sejumlah masyarakat mengumpulkan hasil panennya, dan bersedakah dengan memasak lemang untuk dibagikan dan dimakan bersama-sama.

Setelah sedekah bumi tersebut, lambat laun penyakit masyarakat berupa gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya berangsung sembuh.

Hal tersebut setelah sejumlah masyarakat mengucapkan rasa syukur atas hasil yang melimpah setiap kali memasuki masa panen.

Sesaat kemudian Puyang Burung Jauh muncul sambil berkata jika kita mensyukuri hasil panen dan bersyukur atas berkah yang telah di berikan oleh Yang Maha Esa, maka nikmat akan diberikan.

Begitu pula jika tidak mensyukuri nikmat, maka bencana akan menghampiri seperti penyakit yang terjadi.

Dari apa yang dikatakan Puyang Burung Jauh, setiap tahunnya tradisi sedekah bumi tetap di pertahankan dan dilaksanakan sampai sekarang.

Hal itu sebagai wujud warisan kebudayaan yang harus tetap di jaga dan dilestarikan sepanjang masa meski peradaban jaman berubah karena arus modernisasi dan digitaliasi.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved