Sedang Gituan lalu Berkumandang Adzan, Silakan Teruskan. Kecuali. . .
Tentu ini dengan catatan, jika waktunya masih longgar sehingga ia bisa shalat tepat pada waktunya. Kedua, ia tidak jadikan itu sebagai kebiasaan.
Penulis: Darwin Sepriansyah | Editor: Darwin Sepriansyah
Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadir berkata, “dan di dalamnya untuk mendahulukan keutamaan hadirnya hati atas keutamaan awal waktu.”
Kondisi sedang berjima’ menjadi udzur untuk tidak mendatangi shalat berjama’ah.
Bahkan makruh baginya memaksakan diri untuk ke masjid dengan “ngempet” syahwatnya.
Diterangkan dalam Hasyiyah Al-Raudh Al-Murbi’, milik Ibnu Al-Qasim Al-Najdi Rahimahullah,
وكذا إذا كان تائقا إلى شراب أو جماع، فيبدأ بما تاق إليه ولو فاتته الجماعة
“Dan begitu juga apabila ia ‘kebelet’ (sangat berkeinginan) minum atau jima’, maka ia mulai dengan apa yang sangat ia inginkan itu walau ia tertinggal jama’ah.”
. . . sedang berjima’ menjadi udzur untuk tidak mendatangi shalat berjama’ah. Bahkan makruh baginya memaksakan diri untuk ke masjid dengan “ngempet” syahwatnya . . .
Tentu ini dengan catatan, jika waktunya masih longgar sehingga ia bisa shalat tepat pada waktunya. Kedua, ia tidak jadikan itu sebagai kebiasaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin di Syarh Riyadush Shalihin saat menjelaskan hadits udzur mendatangi shalat berjama’ah karena terhidang makanan di atas, berkata:
ولكنه لا ينبغي أن يجعل ذلك عادة له بحيث لا يقدم عشاءه أو غداءه إلا عند إقامة الصلاة
“Tetapi ia tidak boleh menjadikan hal itu sebagai kebiasaan baginya, yaitu makan malam atau makan siang tidak dihidangkan kecuali saat ditegakkanya shalat.” Wallahu A’lam.