Sedang Gituan lalu Berkumandang Adzan, Silakan Teruskan. Kecuali. . .
Tentu ini dengan catatan, jika waktunya masih longgar sehingga ia bisa shalat tepat pada waktunya. Kedua, ia tidak jadikan itu sebagai kebiasaan.
Penulis: Darwin Sepriansyah | Editor: Darwin Sepriansyah
Maka wajib baginya segera menghentikan jima’, pada kondisi ini.”
Haruskan Berhenti untuk Shalat Berjama’ah di Masjid?
Begitu juga orang yang sedang berjima’ tidak harus segera menghentikan jima’nya hanya untuk mendapatkan shalat jama’ah di masjid.
Ini diqiyaskan dengan kondisi orang yang dihadapkan kepada makanan terhidang atau sedang makan.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا صَلَاة بِحَضْرَةِ طَعَام ، وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
“Janganlah seseorang shalat dekat dengan makanan terhidang dan jangan pula shalat sambil menahan buang air kecil dan besar. (HR. Muslim)
Imam Al-Nawawi Rahimahullah di Shahih Muslim berkata,
في هذه الأحاديث كراهة الصلاة بحضرة الطعام الذي يريد أكله لما فيه من اشتغال القلب به وذهاب كمال الخشوع، وكراهتها مع مدافعة الأخبثين وهما البول والغائط، ويلحق بهذا ما كان في معناه مما يشغل القلب ويذهب كمال الخشوع.
“Di dalam hadits-hadits ini ada kemakruhan shalat dengan makanan terhidang yang ia ingin menyantapnya, dikarenakan hatinya sibuk dengan makanan itu dan hilang kesempurnaan khusyu’.
Dan dimakruhkan shalat sambil menahan dua kotoran, yaitu buang air besar dan buang air kecil.
Masuk dalam makna ini, segala sesuai yang membuat hari tersibukkan dan hilang kesempurnaan khusyu’.”
“Kemakruhan ini, menurut jumhur ulama dari sahabat kami dan selainnya, apabila shalat tersebut di waktu lapang.
Jika waktunya sempit, yang maksudnya kalau ia makan atau bersuci akan habis waktu shalat, maka ia shalat dengan kondisinya untuk menjaga kemuliaan waktu.
Dan tidak boleh menundanya.” Tambahan dari pengarang Riyadhus Shalihin ini.