Jika Sistem Pajak Ini Diberlakukan, SPSI Sumsel Siap Turun ke Jalan

Jika wacana sistem PTKP ditetapkan, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumsel akan siap melakukan aksi penolakan.

Penulis: Welly Hadinata | Editor: Tarso
Tribun Jogja
Ilustrasi: Buruh tuntut kenaikan upah 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Adanya wacana pemerintah pusat yang akan mengubah sistem Penghasilan Tak Kena Pajak (PTKP) disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR), dinilai bisa memberatkan kalangan pekerja yang penghasilannya pas-pasan.

Bahkan jika wacana sistem PTKP ditetapkan, Serikat Pekerja Indonesia (SPSI) Sumsel akan siap melakukan aksi penolakan.

"Sudah jelas jika pajak penghasilan disesuaikan dengan UMR, sangat memberatkan. UMR saja tidak naik-naik, mengapa harus dipotong pajak penghasilan," ujar Sudirman Hamidi, Sekretaris SPSI Sumsel, Rabu (26/7/2017).

Sudirman mengatakan, saat ini beberapa kebutuhan seperti listrik meningkat belum lagi bahan pokok. Jika UMR diterapkan pajak maka tentunya memberatkan pekerja.

"Bayangkan jika harus dipotong lagi karena PTKP tentu penghasilan akan lebih kecil," katanya.

Pihaknya sangat menolak jika kebijakan tersebut diterapkan pemerintah. Pihaknya juga tak akan tinggal diam dan akan turun ke jalan bersama ribuan pekerja di Sumsel untuk melakukan protes.

"UMR itu hanya sekitar Rp2 juta ini saja tidak mencukupi kehidupan mereka ditambah lagi beban yang sangat banyak tentunya memberatkan dan sangat tidak pro rakyat," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Muhammad Ismiransyah M Zain belum dapat berkomentar.

Dikarenakan baru wacana pemerintah pusat dan sampai saat ini belum ada keterangan resmi dari pemerintah pusat.

Meskipun begitu, memamg menurutnya perlu kajian mendalam lagi untuk penerapan PTKP berbasis UMR ini.

"Perlu ada kajian jangan sampai terlalu memberatkan tapi tetap meningkatkan pendapatan pajak,"katanya.

Jika secara umum rencana pemerintah menerapkan PTKP berbasis UMR tentu sangat menambah pendapatan pajak. Tapi, tentunya akan menurunkan pendapatan Wajib Pajak (WP) akibatnya daya beli masyarakat akan menurun.

Ketika daya beli masyarakat menurun ditakutkan berdampak pada perekonomian di daerah karena tidak ada perputaran ekonomi.

Ia mencontohkan, jika perorangan memiliki restoran penghasilannya melebih Rp 54 per tahun maka tidak akan memberatkan untuk membayat pajak. Tapi, jika orang yang hanya mengandalkan gaji UMR untuk hidup belum lagi kebutuhan lain tentu sangat memberatkan bayar pajak.

"Karena itu perlu kajian mendalam lagi untuk menerapkan rencana ini," ujarnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved