Keberadaan Pasar

Pasar Cinde , Icon Kota Palembang

Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksai jual beli atas barang dan jasa

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Pasar Cinde , Icon Kota Palembang
ist
Pasar Cinde Tampak Depan yang dijadikan salah satu Icon Palembang

PASAR CINDE, ICON KOTA PALEMBANG

DR.Irwan Sumadji, MEc .
Pengajar, Peneliti, Penulis, Konsultan dan Praktisi Pembangunan Ekonomi Regional dan UMKM.

Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksai jual beli atas barang dan jasa, salah satu bentuknya, dikenal sebagai pasar tradisional. Kelebihan bentuk pasar ini adalah proses  komunikasi intens antara penjual pemilik dan pembeli, kedekatan hubungan emosional yang terbangun memberi cita rasa pergaulan tersendiri di komunitas pasar.

Kesepakatan harga membentuk struktur pasar persaingan sempurna yang memuaskan kedua belah pihak.

Beberapa pasar tradisional bahkan sangat populer karena memiliki keunikan dan menjadi icon kota setempat.
Pasar Dengan Keunikannya Ikon kota atau Landmark adalah bangunan penting (bisa juga suatu lokasi khusus) yang terkenal dan menjadi ciri khas di sebuah kota, dan biasanya dijadikan sebagai lokasi tempat wisata.

Di Indonesia terdapat pasar pasar tradisional yang telah menjadi icon kota, sekaligus menjadi objek pariwisata.
Sebut saja Lok Baintan pasar terapung di Sungai Martapura kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.

Semua transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan di atas perahu, aktivitas pasar berlangsung tidak terlalu lama, sekitar tiga hingga empat jam sejak dini hari. Pasar terapung ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banjar.

Demikian juga dengan pasar bisu di kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

Pasar ini sangat berbeda dengan pasar pada umumnya, karena aktifitas jual beli tidak menggunakan suara atau mulut, melainkan dengan bahasa isyarat yang disebut Marosok.

Tujuannya, agar harga yang disepakati kedua belah pihak tidak diketahui orang lain, hanya diketahui oleh pihak penjual dan pihak pembeli saja. Keunikanlainnya, waktu operasional hanya pada hari selasa saja.

Pasar Beriman Tomohon merupakan pasar terkenal di kota Tomohon, Propinsi Sulawesi Utara.

Keunikan dari pasar ini adalah adanya penjualan daging yang mungkin tidak biasa dikonsumsi oleh orang pada umumnya.

Di sana terdapat kios-kios yang menjual daging kucing, daging tikus hutan berekor putih, daging kelelawar  (paniki), yaki (tergolong hewan langka), bahkan daging ular yang siap untuk dimasak.

Selanjutnya Pasar 46 di daerah Jambi. Keunikan dari pasar ini bukan dari segi barang dagangannya, melainkan dari waktu operasional yang menjadi ciri khas Pasar 46 ini.

Alasan yang sama yang menjadikan pasar ini dinamai dengan nama Pasar 46, karena pasar ini hanya dibuka pada jam 4 sore sampai dengan jam 6 sore.

Pasar seni Sukowati, di Pulau Bali. Pasar ini menyediakan berbagai macam dagangan souvenir berupa pakaian dan baju khas Bali dengan harga yang relatif cukup murah dan konsumen dapat melakukan transaksi dengan cara tawar menawar.

Pasar unik lainnya adalah pasar kaget di tengah hutan Wamena, Provinsi Papua, merupakan pasar tradisional suku Dani yang menjual barang barang khas mereka. Waktu operasionalnya dibuka dadakan seperti layaknya pasar kaget. Keunikannya adalah lokasinya yang berada di tengah-tengah hutan belantara.

Pasar Beringharjo, Yogya di Kota Yogyakarta berdiri sejak 1925. Nama "Beringharjo" dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono IX karena kawasan ini dulunya hutan beringin. Pasar ini menjadi pusat penjualan batik, dan aneka kerajinan serta kuliner khas Yogyakarta, seperti gudeg, pecel yang diberi remahan peyek kacang, jajanan manis seperti gethuk, es cincau, es campur, atau ketan manis yang disiram gula merah dan kelapa parut.
Waktu operasionalnya dari pagi hingga malam. Di Pasar Beringharjo, wisatawan seperti belanja lintas zaman.

Selain yang bersifat keunikan pasar atas karakter dan atribut tertentu di atas, Pasar juga dapat menjadi objek pariwisata karena telah ditetapkan sebagai cagar budaya, antara lain memiliki keunikan desain arsitektur gaya masa lalu. Salah satunya adalah Pasar Harjonagoro (Pasar Gede) Solo, terbangun tahun 1930 oleh Arsitek asal Belanda Herman Thomas Karsten.

Ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Walikota Solo No 646/116/I/1977.

Pada tahun 2013 pasar direnovasi bagian atap bangunan dengan memenuhi peraturan bangunan cagar budaya. Renovasi dilakukan tanpa merubah keaslian desain, bentuk dan bahan bangunan.

Seluruh material atap sirap bagian barat dan timur diganti bahan kayu jati dan ulin seperti saat awal dibangun.

Lantas bagaimana nasib sebuah pasar jika belum berstatus tetapi diduga cagar budaya?. Bab I Pasal.1 Angka (1) dalam UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan, sejak obyek itu diduga sebagai cagar budaya sampai ditetapkan, harus sudah dilindungi.

Pasal itu juga terkait Pasal 31 Ayat 5. Meskipun bangunan tersebut belum ada penetapan, perlindungannya sama dengan jika sudah ditetapkan, kecuali terbutkri tidak memenuhi syarat sebagai bangunan cagar budaya melalui penelitian dan pertimbangan tim ahli cagar budaya, maka bangunan tersebut dapat dibongkar dan dibuat  bangunan baru.

Namun pertimbangan pemangku kepentingan sebaiknya dilibatkan jika bangunan tersebut merupakan barang publik bersifat pelayanan masyarakat.

Pasar Cinde : Keunggulan Kompetitif

Pasar Cinde dikatakan banyak orang merupakan landmark Kota Palembang, dan termasuk salah satu benda yang dijadikan ikon kota.

Sebagai landmark tentunya pasar ini memiliki keunggulan yang bersifat unik dibandingkan pasar lainnya ditingkat lokal, regional, bahkan nasional.

Perlu menggali apa saja keunikannya sebagai keunggulan kompetitif.

Dari sisi lokasi, letaknya strategis, berada di pusat kawasan CBD (central business district) Bukit Kecil dengan luas sekitar 6.400 meter persegi, sebuah luas yang sulit dicari pada daerah pusat bisnis dimanapun dikota kota besar.

Dari sisi aksesibilitas jaringan transportasi, mudah dijangkau karena dikelilingi akses jalan yang menuju berbagai pusat area lainnya di kota Palembang.

Dari sisi keekonomian, sebagian besar masyarakat menyatakan pasar Cinde pusat oleh oleh makanan khas Palembang, terutama kerupuk Palembang dan pempek Palembang serta kue kue asli daerah, selain itu juga pusat penjualan berbagai jenis ikan basah yang hampir langka didapat dipasar lainnya di Palembang.

Sebagian lagi menyatakan bahwa keunikan pasar Cinde terletak pada keberadaan tiang cendawan (paddestoel) ciptaan Karsten, yang hanya tersisa di beberapa bangunan pasar di kota Semarang. Bahkan terkait dengan sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan tahun 1947 menghadapi agresi Belanda.

Dari berbagai alternatif yang dianggap memiliki keunikan yang tidak dimiliki pasar lainnya di dalam kota dan di luar kota Palembang, nampaknya terkait aspek pariwisata dan ekonomi yang paling kuat dalam membentuk landmark atau icon kota.

Jika kacamata ini yang digunakan, maka perlu memahami kenapa hal tersebut dapat terbentuk, siapa inisiatornya.

Pada awalnya pasar Cinde dibangun untuk melayani kebutuhan masyarakat akan kebutuhan barang harian.

Pedagang kerupuk, kue kue, pempek, ikan basah, umumnya sudah berdagang lebih dari 20 tahun, bahkan sudah ada yang lebih dari satu generasi.

Kemampuan bertahan dan pengalaman berdagang puluhan tahun pada spesifikasi produk yang ditawarkan, pada gilirannya membentuk brand loyalty dibenak masyarakat konsumen akan hubungan bisnis diantara penjual dan pembeli. Bahkan sempat menjadi acuan harga pasar dan mutu barang.

Dalam konsep pemasaran tidak berlebihan apabila posisi produk (product positioning) Pasar Cinde dikatakan sebagai pasar pusat panganan khas Palembang.

Dalam benak konsumen dalam dan luar kota Palembang telah tertanam citra Pasar Cinde pusat segala makanan khas Kota Palembang yang lengkap untuk segala kelas sosial ekonomi, bagi kelas atas dan menengah mereka membutuhkan terutama mutu dan kelengkapan item produk.

Sedangkan sebagian kelas menengahdan kelas bawah harga sesuai dengan mutu barang yang cenderung diyakini produk bermutu baik.

Keunikan lain secara antropologis, sejak awal berdiri berbeda dengan pasar lainnya, Cinde dibangun sebagai ajang perekonomian yang multi rasial di kota Palembang.

Pasar ketika dibangun pada masa kolonial amat kental bernuansa etnis ruang tinggal penduduk (mialnya; Pasar 16 Ilir berada di kawasan Kampung Cina, Pasar Lemabang di kawasan Kampung Arab).

Pasar Cinde menyatukan pedagang-pedagang yang berasal dari berbagai suku bangsa di se-Sumatera Selatan dan luar wilayah Palembang menjadi satu kesatuan Bhineka Tunggal Ika di bawah satu atap, sunggh luar biasa. Hubungan harmonis di antara mereka membentuk kooptasi yang produktif dan positif.

Masa Depan Di dalam bisnis satu aspek yang pasti selalu ada adalah perubahan, hal yang sama akan dirasakan dalam kehidupan pasar Cinde, pertanyaan mau dibawa kemana Pasar Cinde ke masa depannya.

Perubahan sama artinya berpikir kreatif dan selalu berinovasi, namun tidak meninggal konsep bisnis mereka yang dijabarkan dalam kompetensi inti bisnis, inilah yang menjadi filosofis bisnis para pedagang pasar Cinde.

Mereka fokus dengan bidang usahanya yang dijalani lintas generasi, mereka berkomitmen untuk tetap setia berbisnis di bidang yang sudah ditekuni bahkan diwarisi bertahun tahun, serta mereka konsisten menjalan bidang tersebut secara berkelanjutan tanpa ada niatan merubah atau berganti bidang usaha lain.

Perjalanan panjang ini membentuk citra pasar sekaligus citra pedagang, sehingga tertanam dalam benak konsumen "ya di Cinde jika mencari.......". Inilah kekuatan brand image Pasar Cinde baik sebagai pasar maupun untuk pedagangnya.

Revitalisasi bangunan akan tetap terjadi karena minimal secara kelayakan bangunan sudah sampai kepada masa habis daur hidupnya, maka perubahan apapun terhadap bentuk, struktur, desain bangunan.

Aspek utama harus menjadi perhatian adalah pedagang eksisting yang berjasa dalam membangun citra Pasar Cinde mereka adalah subjek pembangunan.

Di mana posisi kios mereka kelak ketika gedung selesai direvitalisasi (dibangun kembali), pertama zoning  berdasarkan bidang usaha mutlak tidak berubah sebagaimana sebelumnya, kedua, posisi etalase strategis, mereka harus ditempatkan pada ruang yang bersifat mudah dilihat, diraba dan dirasakan keberdaannya sebagai kelanjutan citra masa lalu yang merupakan unggulan produk pasar Cinde.

Secara proposrsional luas, terbuka dan kesan lapang baik untuk kios pedagang jenis produk panganan dan sayur mayur/kebutuhan rumah tangga harian.Inilah sebetulnya konsep keunikan pola desain Karsten, adalah keterpaduan pencahayaan dan sirkulasi udara serta kesan luas dan higinies (termasuk sanitasi) pasar.

Semoga kepentingan semua pihak terakomodir dan berkeadilan secara ekonomi dan sosial.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved