KISAH NYATA:Jenderal Roberto sang Algojo Kejam yang Jadi Ulama Besar Usai Bertemu sang Ayah

"Ah ... Rasanya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan Ya, aku pernah mengenal buku ini," suara hati Roberto bertanya-tanya.

Penulis: Hendra Kusuma | Editor: Hendra Kusuma
Ilustrasi
Ilustrasi 

Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia).
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia.

Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi.
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur sekira tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.

Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abaya-nya.

Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi ... ummi ... mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa ...Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi .."

Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

"Hai ... siapa kamu " teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi," jawab sang bocah memohon belas kasihan.

"Hah ... siapa namamu bocah, coba ulang" bentak salah seorang dari mereka "Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab agak grogi.

Tiba-tiba "plak " sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.

"Hai bocah ...Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang ADOLF ROBERTO... Awas Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh " ancam laki-laku itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar dari lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang Ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..." (subhanallah ternyata ustadz itu adalah ayah Syaik Ismail Al Andalusy)

Halaman
1234
Sumber:
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved