Izin Lahan Perkebunan Tumpang Tindih
"Kami tidak tahu kalau lahan yang dimaksud bisa dikatakan tidak ada alias bodong," ujar Amir Rasyid
Penulis: Ardani Zuhri | Editor: Tarso
SRIPOKU.COM, MUARAENIM---Perwakilan manajemen PT Teluk Beringin Jaya (PBJ) mengaku kecewa dan lega. Sebab setelah bertahun-tahun tidak ada kejelasan dan kepastian, akhirnya diketahui jika izin lahan yang diberikan kepada mereka diduga bodong.
"Dahulu kami benar-benar tidak tahu, hanya mengantongi izin untuk lahan saja. Kami tidak tahu kalau lahan yang dimaksud bisa dikatakan tidak ada alias bodong," ujar Amir Rasyid yang mewakili manajemen PT Teluk Beringin Jaya usai megikuti rapat di Pemkab Muaraenim, Jumat (8/4/2016).
Menurut Amir Rasyid yang merupakan asli putra Muaraenim ini, bahwa sebelumnya sekitar tahun 2009, mereka mengantongi izin dari Pemkab Muaraenim, untuk berinvetasi perkebunan sawit di wilayah Kabupaten Muaraenim.
Namun setelah dilakukan pengecekan ke lapangan, ternyata lahan yang dimaksud tidak ada alias bodong, bahkan tumpang tindih dengan perusahaan lain yang bergerak dibidang perkebunan sawit yakni PT Lubai Sawit Nusantara (LSN) yang saat ini sudah di take over ke PT EPA dan PTPN VII.
Karena lahannya tidak ada lalu, pihaknya berupaya berjuang mengusulkan untuk minta izin membangun lahan tidur di wilayah Kecamatan Rambang dan sekitarnya untuk dijadikan perkebunan sawit seluas 3000 hektar ke Kemenhut RI, karena lahan yang dimaksud merupakan kawasan hutan bukan Alokasi Penggunaan Lain (APL) sehingga tidak boleh dibuat perkebunan.
"Kerugian kami sudah tidak terhitung lagi, mulai dari finansial, tenaga, waktu dan sebagainya. Kami benar-benar sudah capek," ujarnya.
Masih dikatakan Amir Rasyid, bahwa pihaknya hanya berpesan dan meminta kepada pemerintah baik di Kabupaten/kota, propinsi maupun pusat, jika ingin mengeluarkan suatu izin kepada investor untuk benar-benar dilakukan pengecekan dahulu dilapangan, apakah lahan yang dimaksud ada atau tidak. Jangan hanya tertera di atas kertas saja, namun dilapangan ternyata tidak ada dan banyak permasalahan.
"Kalau dahulu kita seperti beli kucing dalam karung. Kami benar-benar tidak tahu. Kalau sekarang sudah mulai terang, ternyata lahannya ada yang tumpang tindih dan sedikit. Hasil rapat ini akan saya laporkan ke pimpinan saya," ujar Amir dengan nada kecewa.
Dan ketika ditanya apakah manajemen masih berniat menanamkan investasinya ke Muaraenim atau tidak setelah melihat dan mendengar hasil rapat tadi, Amir, mengatakan belum bisa menjawabnya, sebab harus dilaporkannya dahulu ke pimpinan. Sebab dengan lahan tersebut (sedikit) tentu manajemen akan hitung-hitungan dahulu untung dan ruginya.
Sementara itu Asisten Pemerintahan Bulgani Hasan yang memimpin rapat, membenarkan jika sebelumnya lahan tersebut sebagian izinnya ada yang tumpang tindih. Namun saat ini, permasalahan tersebut sudah ada solusinya, tinggal kesepakatan perusahaannya.
Sebagai contoh, PT PBJ direkomendasikan dari usulan 1500 yang keluar sekitar 600-800 hektar. PT EPA sekitar 1500 ha yang telah dikuasai sekitar 800 hektar yakni 350 hektar dalam kawasan hutan, dan 450 hektar berbentuk kebun. Makanya mereka mengusulkan baru namun belum dihitung.
"Kita berharap dengan keputusan yang dibuat oleh tim Pemkab Muaraenim bisa diterima oleh semua pihak karena sudah melalui pertimbangan matang. Dan kepada Kades dan Camat dapat mentralisir dengan masyarakat," ujarnya.
Untuk penyelesaian akhir, kata Bulgani, pihaknya akan mempertemukan manajemen PT EPA dan PT PBJ untuk kesepakatan. Dan PT EPA tidak bisa memaksakan kehendak sesuai dengan izin yang dikantonginya, tetapi kita juga harus mempertimbangkan kondisi dilapangan.
Apalagi ketika mengurusi memperjuangkan lahan PT PBJ sampai sudah menelan empat korban jiwa akibat kecelakaan.
