Masjid Suro di Palembang, Bernilai Sejarah tapi tak Terawat

Masjid Suro masih tetap tampak klasik dan tradisional dengan atap layaknya bangunan rumah-rumah penduduk.

Penulis: Candra Okta Della | Editor: Eko Adiasaputro
SRIPOKU.COM/CANDRA OKTA DELLA
Masjid Al-Mahmudiyah atau Masjid Suro di Palembang 

Laporan Wartawan Sriwijaya Post: Candra Okta Della

TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG— Wisata religi di Kota Palembang, belum lengkap jika belum mengunjungi Masjid Al-Mahmudiyah atau lebih populer dengan sebutan Masjid Suro.

Ini salah satu masjid yang masuk dalam cagar budaya karena nilai-nilai sejarah yang terkandung padanya.

Masjid yang berada persis dipertigaan Jalan Kirangga Wira Sentika dan Jalan Kigede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II ini merupakan salah satu masjid tertua di Palembang.

Dibangun oleh seorang ulama besar, Ki Haji Abdurahman Delamat di atas tanah wakaf milik Ki Kgs H Khotib Mahmud dan selesai dibangun 1889 (1310 H).

Masjid unik dengan ciri khas melayu ini, awalnya sering disebut dengan nama Masjid Suro.

Lalu Kiagus H. Matjik Rosad, cucu dari Kiagus H Khotib Mahmud mengusulkan nama Al-Mahmudiyah, hingga akhirnya jadilah nama Al-Mahmudiyah.

Tak seperti masjid-masjid masa kini yang dibangun semegah dan semewah mungkin, Masjid Suro masih tetap tampak klasik dan tradisional dengan atap layaknya bangunan rumah-rumah penduduk.

Begitu juga dengan bangunan menaranya yang tampak kokoh berbentuk lancip pada ujungnya. Bentuk menara yang demikian itu, menambah kesan klasik masjid ini.

Bahkan, bila masjid-masjid lainnya menggunakan kubah berbentuk bundar dan pipih, kubah Masjid Besar Al-Mahmudiyah ini justru hanya berbentuk tajuk limas dengan mustaka dan kubah dari aluminium.

Simbol ini menandakan arsitektur masjid ini terpengaruh oleh masjid-masjid di Jawa, seperti Masjid Agung Demak.

Dari luar, masjid ini tampak biasa-biasa saja. Bahkan, menurut warga setempat, masjid ini seperti kurang terawat.

Namun, di bagian dalam, masjid ini tampak begitu indah, kendati dinding-dindingnya masih berupa beton semen.

Luas bangunan masjid yang berukuran 40 X 30 meter persegi ini, mampu menampung jamaah hingga sekitar 1.000 jemaah.

Dengan usianya yang terbilang sudah lebih dari satu abad, Masjid Besar Al-Mahmudiyah kini menyimpan berbagai benda peninggalan sejarah.

Diantaranya beduk, sokoguru (tiang) untuk penyangga masjid, kolam tempat berwudhu, serta mimbar tempat makam Kiai Delamat.

Tapi, di balik berdirinya masjid benuansa klasik ini ternyata punya sejarah yang cukup menarik.

Menurut pengurus Masjid, usai dibangun Kompeni yang waktu makin gerah dengan penyebaran agama Islam dan proses pembelajaran Islam yang dilakulan Ki Delamat, akhirnya memanggil paksa Ki Delamat.

Perdebatan panjang hingga pelarangan Salat lima waktu oleh Residen Belanda pernah terjadi di Masjid besar Al-Mahmudiyah.

Puncaknya, Ki Delamat yang tetap bersikeras mengajarkan Islam akhirnya dibuang oleh Belanda ke Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin.

Di Babat Toman pun, Ki Delamat membangun Masjid ditengah dusun, dengan bangunan persis serupa dengan Masjid Suro.

Ki Delamat wafat di Dusun Sereka dan dimakamkan di Masjid Babat Toman, Musi Banyuasin.

Tetapi semasa hidupnya, Ki Delamat pernah meminta bila ia wafat dimakamkan di Masjid Suro.

Akhirnya, makam jenazah dipindahkan ke Masjid Suro (al-Mahmudiyah) tepatnya di belakang mimbar Khatib.

Mendengar hal ini, Residen Palembang marah dan memerintahkan agar makam Ki Delamat dibongkar.

Makam Ki Delamat akhirnya kembali dipindahkan ke Pemakaman Jambangan belakang Madrasah Nurul Falah, 30 Ilir.

Kolam Wudu Bisa Jadi Obat

Selain kisah pembangunan dan perjuangan. Di Masjid Suro, tersapat satu kolam yang menyimpan ceritanya sendiri.

Keberadaan kolam tempat berwuhu di Masjid Al-Mahmudiyah ini juga menyimpan cerita unik.

Menurut cerita yang berkembang luas di masyarakat, air kolam tempat berwudhu ini berasal dari empat mata air yang mengalir terus.

Meski bagian dasar kolam tersebut sudah dirombak dari sebelumnya masih berupa tanah menjadi sebuah kolam permanen dengan bagian dasar menggunakan keramik, namun masih terdapat rembesan dari keempat mata air tersebut.

Cerita lain yang berkembang seputar keberadaan kolam tersebut adalah air yang berasal dari kolam ini dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Karenanya, banyak di antara pengunjung yang singgah di sana tidak lupa membawa pulang air dari kolam ini untuk dijadikan obat.

Terkesan tak Terawat

Sebagai masjid yang memiliki banyak sejarah, kesan Masjid Suro, jauh dari kata terawat.

Masjid kebanggaan Masyarakat Palembang ini seakan dibiarkan begitu saja.

Meskipun terlihat kokoh, di beberapa dinding terlihat banyak retakan dan cat-cat yang mengelupas.

Bukan itu saja, beberapa waktu lalu atap Masjid pernah bocor, hingga menuntut masyarakat sekitar melakukan swadaya untuk memperbaikinya.

Sumber:
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved