Curhat Istri Bambang Widjojanto

”Ini Momentum yang Sayang untuk Dilewatkan” (1)

Kabar Mas Bambang ditangkap polisi pertama kali saya dengar dari Ilmi Sakinah, anak sulung kami.

Editor: Sudarwan
Adrianus Adrianto / NOVA
Sari Indra Dewi 

Ketegaran dan kesigapan sangistri menghadapi penangkapan Bambang Widjojanto , Sang Suami yang menjabat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, beberapa waktu lalu, menjadi teladan bagi anak-anaknya. Bagaimana Sari Indra Dewi (48) dan Bambang mendidik keempat anak mereka? Berikut curahan hati wanita bertutur kata lembut ini kepada NOVA, saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu.

---

Kabar Mas Bambang ditangkap polisi pertama kali saya dengar dari Ilmi Sakinah, anak sulung kami. Ilmi mendapat kabar lewat Line dari Izzat Nabillah, anak kedua kami yang saat penangkapan sedang bersama ayahnya. Mereka saat itu dalam perjalanan pulang dari mengantar Muhammad Yattaqi, anak bungsu kami ke sekolah. Dalam pikiran saya waktu itu, Mas Bambang ditangkap polisi lalu lintas alias kena tilang.

Jadi, saya berusaha menenangkan Ilmi. “Tenang saja, Kak. Tadi Umi (panggilan Dewi di rumah) sudah siapin dompet Abi (panggilan BW di rumah), kok, jadi insya Allah ada SIM Abi di situ,” ucap saya pada Ilmi. Ha ha ha…

Saya dan Ilmi berusaha menghubungi Izzat lagi, tapi ponselnya tidak aktif. Rupanya, saat itu Izzat dan Mas Bambang sedang dalam perjalanan menuju Bareskrim Polri dan polisi yang bersama mereka memintanya menonaktifkan ponsel.

Saya sempat bermain dengan pikiran sendiri. Saya sempat panik karena tidak tahu Mas Bambang ditangkap dalam konteks apa. Lalu saya bilang pada Ilmi, sepertinya saya harus segera merapikan diri dan menyusul ayahnya. Saya langsung ganti baju dan memanaskan mobil. Dalam pikiran saya, saya harus melewati kembali jalan yang dilewati Mas Bambang tadi pagi. Siapa tahu dia masih ada di situ dan saya bisa membantunya.

Waktu itu memang tidak terpikir bahwa yang terjadi akan sedarurat itu. Sebetulnya Izzat mengirim pesan di Line sekitar pukul 07.30-08.00, tapi Ilmi baru membacanya pukul 08.30. Sebelumnya, saya mulai heran, kok, Mas Bambang dan Izzat tak kunjung pulang. Sebab, Mas Bambang sudah harus berangkat ke kantor. Ajudan dan sopirnya sudah siap menunggu di rumah. Setelah membaca Line dari Izzat, barulah kami tahu soal penangkapan itu.

Saya langsung menelepon guru kelas Taqi untuk mengetahui keberadaan Taqi. Ilmi terus berusaha mengontak Izzat. Ketika akhirnya tersambung, saya bertanya pada Izzat di mana mereka? Rupanya mereka sudah sampai di Bareskrim. Saya lalu minta bicara pada Mas Bambang, yang langsung berusaha menenangkan saya layaknya para suami yang sedang berusaha menenangkan istri. Mas Bambang mengatakan dia tidak apa-apa, dan seterusnya.

Malah Menginterograsi

Saya langsung berpikir, kalau sampai ditangkap di Bareskrim, berarti ini sesuatu yang darurat. Firasat saya mengatakan kalau saya bisa berkomunikasi dengan Mas Bambang, pasti waktunya sangat terbatas. Jadi, saya langsung memotong ucapan Mas Bambang. “Abi mohon diam, tidak usah menjelaskan apa-apa, Abi jawab saja pertanyaan saya,” potong saya waktu itu. Saya lalu menanyakan lagi di mana dia berada dan dalam rangka apa ke sana.

Mas Bambang mengatakan ia ditangkap. Siapa yang menangkap? “Polisi,” jawab Mas Bambang. Saya bertanya lagi, berapa orang yang menangkap? Lalu dijawab kembali. Pertanyaan saya berikutnya adalah apakah ada surat penangkapannya? Akhirnya, malah saya yang menginterograsi, ya. He he… Terakhir, saya memastikan apakah Mas Bambang betul ada di Bareskrim. Setelah itu, hati dan pikiran saya tenang.

Lalu saya tanya lagi Izzat akan pulang bersama siapa? Menurut Mas Bambang, Izzat akan pulang diantar Kapolsek Sukamaju, polsek wilayah di mana kami tinggal. Yang pertama terlintas dalam pikiran saya saat itu adalah saya harus mengabarkan soal penangkapan itu pada ajudan Mas Bambang dan saya harus segera menghubungi orang yang bisa membantu dia untuk penanganan hukum, karena saya otomatis tidak bisa masuk ke dunia itu.

Jadi, saya menelepon salah satu sahabat Mas Bambang untuk memberitahu soal penangkapan itu dan minta beritanya dihentikan dulu untuk mengetahui perkembangannya. Beberapa menit kemudian, sahabat Mas Bambang ini memberitahu lewat telepon bahwa berita tidak bisa dihentikan karena sudah menyebar di portal berita online . Saya memutuskan untuk berbagi tugas. Urusan hukum saya serahkan pada beliau dan saya mengurus keluarga.

Saya langsung menelepon Ghazian Shidqi, anak kami yang duduk di bangku SMA, dan menyuruhnya segera pulang. Rupanya, dia sudah mendengar berita penangkapan ayahnya dari temannya. Saya segera menjemput Taqi di sekolah. Saya pikir, dalam kondisi seperti itu sebaiknya saya dan anak-anak berkumpul di rumah. Saya harus melindungi Taqi karena dia masih sangat kecil.

Saya tidak mau informasi yang ia dengar berasal dari orang lain. Jadi harus saya yang memberitahunya. Namun, beberapa guru termasuk guru kelas serta sahabat saya yang sedang mengantar anaknya sekolah juga sudah tahu. Mereka memberi dukungan pada saya. Di mobil, saya pelan-pelan memberitahu Taqi soal penangkapan ayahnya. Ternyata, reaksi Taqi biasa saja. He he.

BW
Halaman
123
Sumber: Nova
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved