JK tak Setuju Pesawat Kepresidenan Dijual
"Tidak berarti kalau dijual tidak ada ongkos, ongkosnya lebih besar lagi," kata JK di acara silaturahim
SRIPOKU.COM, JAKARTA - Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla tidak sepakat wacana penjualan pesawat kepresidenan. Menurut JK, penjualan pesawat itu akan membuat biaya dinas kepresidenan akan lebih tinggi.
"Tidak berarti kalau dijual tidak ada ongkos, ongkosnya lebih besar lagi," kata JK di acara silaturahim dengan pengurus badan kerja sama perguruan tinggi Islam swasta se-Indonesia (BKS PTIS), di Universitas Al Azhar, Jakarta, Rabu (3/9/2014).
JK menuturkan bahwa pesawat kepresidenan yang dibeli di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu akan menunjang kegiatan presiden terpilih Joko Widodo yang gemar blusukan. Dengan luasnya wilayah Indonesia, dia mendukung Jokowi mengunjungi semua wilayah di Indonesia.
"Jokowi nanti suka blusukan, kalau sewa pesawat biayanya akan lebih mahal lagi. Bagaimanapun negara ini perlu dikunjungi," ujarnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Firmanzah, sempat mengatakan, pembelian pesawat kepresidenan di era Presiden SBY merupakan langkah untuk menghemat biaya perjalanan dinas kepresidenan. Menurut dia, biaya dinas kepresidenan akan jauh lebih besar jika menggunakan pesawat reguler atau pesawat sewaan.
"Alasannya karena lebih murah, kalau pakai Garuda (Indonesia) jauh lebih mahal," kata Firmanzah di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (1/9/2014).
Hal itu disampaikan Firmanzah menyikapi pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait yang berharap Jokowi melakukan berbagai langkah sebelum menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Salah satunya, menjual pesawat kepresidenan.
Pesawat jenis Boeing Business Jet 2 (BBJ2) dibeli Indonesia seharga 89,6 juta dollar AS atau dalam kurs rupiah Rp 847 miliar. Pesawat itu tiba di Indonesia pada 10 April 2014. Setelah itu, pesawat berwarna dominasi biru itu dipakai SBY saat melakukan kunjungan ke luar negeri maupun di dalam negeri.
