Romi Herton Tersangka
Alamsyah Hanafiah Sarankan KPU Minta Fatwa ke MA
Pasca terpidananya Ketua MK dihukum seumur hidup dan pasca tersangkanya Romi Herton. Berita ini mendunia. Ini mencatat rekor masuk penjara korupsi.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Mantan pengacara KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kota Palembang, Alamsyah Hanafiah SH mengaku sangat senang sekali terbongkarnya dugaan isu suap Pilwako Palembang, pasca terpidananya Ketua MK Akil Mochtar dan ditetapkannya tersangka Walikota RH.
"Pasca terpidananya Ketua MK dihukum seumur hidup dan pasca tersangkanya Romi Herton. Berita ini mendunia. Ini mencatat rekor masuk penjara korupsi. Saya ini mantan Pengacara KPU yang mentekel permasalahan. Saya waktu itu dikalahkan MK. Rupanya dia berbuat kejahatan. Kesimpulannya, semustinya saya menang waktu itu. Setelah putusan hakim. Apakah terjadi kevakuman, apakah pemilihan ulang?," ungkap Alamsyah Hanafiah dalam dialog dengan para wartawan di Palembang, Jumat (4/7/2014).
Dalam kajian yang dipelajarinya, Alamsyah berkeyakinan bahwa apapun itu hasil dari Pilkada yang ditetapkan dalam SK 34-35 te rpilihnya Sarimuda-Nelly itu sudah benar dan harus dilaksanakan.
"Saya pernah melaporkan Ke Majelis Kehormatan Hakim. Karena halaman 82 putusannya penghitungannya sesuai KPU, tapi dalam amarnya lain," ujar Alamsyah.
"KPU dan Panwas dia kan penyelenggara pemilu. Dia bisa menanyakan. Sekarang hasil pemilu kan yang dipegang, karena yang ditetapkan MK itu hasil kejahatan. KPU, Panwas, Mendagri, Gubernur bisa minta fatwa ke MA soal kepastian hukum. Tidak bisa dilakukan carateker. Kalau pemilihan baru, pertanggungjawaban yang lama bagaimana? Kalau tidak dikembalikan ke pemenang sesuai versi KPU, bisa dipidanakan saat audit pertanggungjawaban. Apakah tidak dikatakan itu pemborosan negara. KPU tidak bermasalah. Ada lembaga yang berwenang membatalkan putusan KPU. Tapi ini kan putusan MK itu cacat karena kejahatan yang memenangkan Romi. Harus dikembalikan ke hasil KPU yang notabenenya. Pilkada Pemilu menyangkut dalam kasus korupsi. Ini penyidiknya KPK, bukan Gakumdu. Dikembalikan ke pemilu serta merta. KPU sudah menetapkan Sarimuda dan Nelly. Kan diadili MK, MK menetapkan Romi dan Harnojoyo. Itu kan kata MK, bukan pemilu. MK melakukan kejahatan. Yang tadi kalah jadi menang, dilantik. Ternyata terbukti dan masuk penjara dan dihukum seumur hidup. Yang dinyatakan menang pun calon masuk penjara. Hasil finalnya dengan hasil kejahatan. Bukan final secara administrasi. Gugur, sesuai UU, penetapan KPU hidup kembali. Kalau tidak jadi vakum," beber Alamsyah Hanafiah.
Apabila pemenang Sarimuda-Nelly, menurut Alamsyah tidak dilantik melanggar hak memilih dan hak asasi orang yang dipilih melanggar HAM Pasal 43 UU HAM Tahun 1999 Bagian kedelapan Hak Turut Serta dalam Pemerintahan.
Adapun isinya (1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2).Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (3). Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
"Seluruh masyarakat sudah meninggalkan kerjanya untuk memilih pada hari pencoblosan pemilu yang sudah dibiayai uang negara. Hak konstitusi orang harus dijaga. Kalau mau lantik carateker, balik ke zaman dahulu, eksekusi. Kalau wakilnya dilantik, itu sama juga dengan melantik hasil kejahatan hukum juga. Mana mungkin melantik hasil kejahatan. Kepastian hukumnya menurut hasil sidang tipikor," katanya.
Menurutnya, atas usul gubernur dengan mendapat masukan dari DPRD Palembang untuk mengusulkan untuk mengembalikan SK 35 yang menetakan Sarimuda-Nelly.
"Yang menyatakan menang itu terpidana, sedangkan yang dinyatakan menang sekarang tersangka. Saat itu MK dianggap legap saat itu, jadi KPU membacakan putusan MK yang memenangkan Romi-Harnojoyo," ujarnya.
