Raup Omset Jutaan Rupiah dari Sabut Kelapa

Di Kebumen, Jateng saat musim kemarau harganya hanya Rp 180/butir dan pada musim hujan Rp 100/butir.

Editor: Sudarwan
IDEBISNIS.BIZ
Ilustrasi 

Sabutret merupakan sabut fiber yang diolah lebih lanjut. Sabut yang sudah digiling lalu dianyam jadi tali. Kemudian tali tersebut dioven. Selanjutnya tali itu diurai lagi supaya tidak keriting, lalu ditata di cetakan.

Sabut dalam cetakan itu kemudian disemprot lateks, dan dioven lagi. Jadilah lembaran sabutret yang kemudian dimasukkan ke dalam sarung guling, bantal, kasur, atau jok. Untuk kasur setebal 5 cm ia menjual seharga Rp 600.000. Sementara kasur setebal 15 cm harganya Rp 1,5 juta. Bantal dan guling harganya Rp 50.000.

Ia bercerita bahwa pernah ada permintaan kasur berisi sabut dari Amerika. Tidak tanggung-tanggung, buyerAmerika itu minta dikirim 3 kontainer per bulan. Tapi Hasim mengatakan tak sanggup karena skala usahanya belum bisa mencukupi. Meski saat ini bisnisnya terbilang cukup besar.

Selain mempekerjakan 15 orang yang menjadi karyawan tetap, ia juga punya mitra yang tersebar di lima kecamatan di Kebumen. Mitra paling banyak dari Kecamatan Buluspesantren dan Kliron. Mereka membuat barang jadi atau setengah jadi lalu dibawa ke AKAS (Aneka Kerajinan Anyaman Sabut Kelapa) untuk dipasarkan. Padahal, awalnya Mahasim hanya punya dua karyawan. Lalu, ia membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang diberi nama AKAS.

Omzet Ratusan Juta

Salah satu produk yang memberi pemasukan besar adalah coconet. Setiap bulan Mahasim harus mengirim produk berupa jaring dari sabut kelapa itu ke Timika, Balikpapan, dan Medan. Untuk coconet tali kecil harganya Rp 8.000/m, sementara coconet tali besar dijual seharga Rp 13.000/m. “Masing-masing tempat itu dikirimi satu tronton. Satu tronton isinya 200 rol. Satu rol panjangnya 50 m,” papar Mahasim.

Jadi, kalau dihitung untuk produk coconet saja omzet yang diperoleh Rp 240 juta (Rp 8.000 x 50 m x 200 rol x 3). Itu baru pemasukan dari satu produk. Selain itu masih ada pemasukan dari keset kecil sebanyak 5.000 lembar dan keset besar 2.000 lembar. Masing-masing harganya Rp 5.000 dan Rp 35.000. Selain melayani pasar lokal Kebumen, Mahasim juga mengirim produk ke Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Pontianak, dan Medan.

Ada pula pengiriman pot gantung untuk eksportir yang selanjutnya akan mengirim ke Australia. Tiap bulan Mahasim mengirim pot gantung sebanyak 200-300 pot, harganya Rp 30.000/pot. Selain Australia, Mahasim juga melayani permintaan tali sabut ke Jepang sebanyak 2500 ikat. Satu ikat panjangnya 10 m dan tiap meter dijual seharga Rp 5.000.

Untuk mencukupi permintaan sebanyak itu, Mahasim mengaku cukup mengandalkan bahan baku dari Kebumen. Ia punya 4 pemasok tetap yang tiap minggu mengirim 1-2 truk. Tiap truk berisi 4.000 butir sabut kelapa. Selain itu, ia juga punya banyak jaringan pedagang kelapa yang bisa mengirim ratusan butir sabut tiap hari. Jadi, bahan baku tak pernah jadi masalah.

Satu kendala yang kerap dihadapi adalah tenaga kerja. Jika tiba waktu panen atau tanam, ia sulit mencari pekerja. Pasalnya, pekerjanya sebagian besar adalah warga desa yang juga petani. Bila tiba waktu bagi petani harus mengurusi sawahnya, Mahasim hanya bisa mengandalkan sedikit pekerja.

Selain itu, kendala lain adalah musim hujan. Misalnya untuk pembuatan coconet, biasa dilakukan di lahan yang cukup luas seperti lapangan. Kalau hujan turun pekerjaan harus terhenti. Jika hambatan itu muncul, ia kerap minta kelonggaran waktu pengiriman produk.

“Yang tadinya 10 hari, saya minta kelonggaran jadi 20 hari,” kata Mahasim.

Berkat jalinan relasi yang baik dengan pelanggan dan pemasok, kendala bisnis itu tak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan.
Keliling Indonesia

Pohon kelapa merupakan tanaman yang mudah didapati di hampir seluruh wilayah Indonesia. Itu sebabnya, bisnis ini bisa diterapkan oleh masyarakat di daerah manapun. Banyak lembaga atau pemerintah daerah yang mengadakan pelatihan tentang bisnis kerajinan dari sabut kelapa ini.

Keterampilan Mahasim baik dalam pembuatan produk maupun penguasaan tentang manajemen bisnis ini membuatnya laris jadi pembicara di beberapa pelatihan. Karena bisnisnya pernah meraih juara III Green Productivity tahun 2010, ia diminta berbagai instansi dari wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara. (Teguh Jiwabrata/idebisnis.biz)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved