Mimbar Jumat
Mukjizat Isra’ dan Mi’raj
DI saat menghadapi ujian yang sangat berat dengan tingkat perju angan yang sudah mencapai pucaknya,
Apala Risma
Sarjana Ekonomi (S1) Jurusan Akuntansi Unsri Tahun 1995
“Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Kami beri berkah sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS Al-Isra’ 1)
DI saat menghadapi ujian yang sangat berat dengan tingkat perju angan yang sudah mencapai pucaknya, gangguan dan hinaan, aniaya serta siksaan yang dialami semakin hebat dan dahsyat, maka Nabi Muhammad SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjalani Isra’ dan Mi’raj dari Mekah ke Baitul Maqdis di Palestina, terus naik ke langit ke tujuh dan Sidratul Muntaha. Di sana beliau menerima perintah salat lima waktu secara langsung dari Allah SWT.
Hikmah Isra’ dan Mi’raj adalah untuk menambah kekuatan iman dan keyakinan beliau sebagai Rasul yang diutus Allah SWT ke tengah-tengah umat manusia untuk membawa risalah-Nya. Dus akan menambah kekuatan batin kala menerima cobaan, musibah dan siksaan yang ba gaimanapun juga besarnya, dalam memperjuangkan cita-cita luhur, mengajak seluruh umat manusia kepada agama dan jalan yang benar serta diridhai-Nya.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke 11 sesudah beliau diangkat menjadi Rasul (pendapat lain: per tengahan tahun ke 12 atau 622 M)). Kejadian Isra’ dan Mi’raj ini, selain memberikan kekuatan batin kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjuangan menegakkan agama Allah, juga menjadi ujian bagi kaum muslimin, apakah mereka beriman dan percaya kepada kejadian yang menakjubkan dan di luar akal manusia itu, yaitu perjalanan yang beratus-ratus mil serta menembus tujuh lapis langit dan hanya ditempuh dalam satu malam saja.
Isra’ menurut bahasa (lughawi) berarti berjalan di waktu malam. Sedangkan menurut istilah ialah perjalanan Nabi Muhammad SAW di waktu malam dari Masjid al-Haram Mekah ke Masjid al-Aqsha Palestina bertepatan malam 27 Rajab, satu tahun sebelum hijrahnya Nabi.
Mi’raj menurut bahasa berarti alat untuk naik (tangga). Sedangkan menurut istilah adalah naiknya Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Aqsha ke langit sampai ke Sidratul Muntaha, terus sampai ke tempat paling tinggi untuk menghadap kepada Allah SWT.
Kedua peristiwa itu terjadi dengan tubuh dan rohnya Nabi Muhamamd SAW sebagai mukjizat yang diberikan Allah SWT kepadanya. Jika manusia abad ini sudah mampu ke ruang angkasa dengan tubuh dan rohnya, maka peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini mudah diterima akal sehat manusia yang percaya bahwa Allah SWT itu Maha Kuasa berbuat segala-galanya.
Menurut Syekh Muhammad al-Khudhari Bek dalam bukunya Nuurul Yaqiin Fii Siirati Sayyidil Mursalin, pada malam itu juga Nabi Muhammad SAW turun ke bumi. Keesokan harinya beliau berangkat menuju tempat orang Quraisy berkumpul. Di situ beliau didatangi Abu Jahal. Rasul bercerita kepadanya tentang apa yang telah dialaminya semalam. Sebelum Rasul bercerita, Abu Jahal berseru, “Hai Bani Ka’b Ibnu Luay, kemarilah kalian semua.” Maka semua orang Kafir Quraisy datang berkumpul di dekatnya.
Kemudian, lanjut al-Khudhari Bek, Rasulullah SAW menceritakan kepada mereka tentang peristiwa yang dialaminya. Sebagian di antara mereka ada yang bertepuk tangan (mengejek) dan sebagian yang lain meletakkan tangan di kepala mereka masing-masing sebagai ungkapan rasa takjub tetapi dibarengi rasa ingkar.
Ternyata peristiwa itu mengakibatkan murtadnya orang-orang yang masih lemah imannya.
Selanjutnya orang-orang pun bergegas menemui Abu Bakar, tetapi Abu Bakar berkata kepada mereka,” Jika benar Rasulullah SAW mengatakan hal tersebut, niscaya apa yang dikatakannya itu benar.” Mereka lalu bertanya, “Apakah engkau percaya kepada ceritanya itu?” Sahabat Abu Bakar menjawab, “Sesungguhnya aku percaya kepadanya lebih jauh dari itu.” Sejak saat itu sahabat Abu Bakar dijuluki Ash-Shiddiq.
Tidak berhenti hingga di situ, orang-orang kafir mulai menguji kebenaran cerita Rasulullah SAW itu. Mereka menanyakan spesifi kasi Baitul Maqdis. Kala itu, ada beberapa orang dari kalangan mereka yang pernah melihat Baitul Maqdis, sedangkan Rasulullah SAW belum pernah sama sekali sebelum peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Allah SWT menampakkan Baitul Maqdis kepada Rasulullah SAW sehingga ia mampu menggambarkan kepada mereka pintu demi pintu dan tempat demi tempat.
Mereka, orang-orang kafir itu berkata, “Mengenai spesifikasinya memang benar. Sekarang coba engkau beritahukan kepada kami tentang iring-iringan ekspedisi kami.” Memang iring-iringan ekspedisi niaga mereka saat itu sedang dalam perjalanan kembali dari negeri Syam. Rasulullah SAW memberitahu mereka ikhwal jumlah unta yang dipakai berikut keadaannya. Mereka akan datang pada hari anu bersamaan dengan terbitnya matahari pada hari itu dan berada paling depan adalah unta yang paling muda.
Pada hari yang telah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW itu mereka keluar menuju lembah, lalu seseorang dari mereka berkata, “Demi Allah, memang benar sekarang matahari telah terbit.” Sedangkan orang yang lainnya mengatakan, “Demi Allah, coba lihat, iring-iringan kita itu telah datang dan yang paling depan adalah unta yang paling muda, persis seperti yang diberitakan oleh Muhammad.”
Akan tetapi, kenyataan tersebut hanyalah membuat mereka, orang-orang kafir itu semakin ingkar dan besar kepala sehingga akhirnya mereka mengatakan, “Ini adalah perbuataan sihir yang nyata.”
Perintah Salat
DALAM kitab Mukasyafatul Qulub dan Hayatu Muhammad karya Muhammad Husein Haykal disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW melaksanakan Isra’ dan Mi’raj dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Palestina), dengan mengendarai Buraq, bersama Malaikat Jibril, lalu naik ke langit (Mi’raj). Nabi SAW menerima perintah salat lima waktu di Sidratul Muntaha atau Baitul Makmur.
Sebelum sampai di Sidratul Muntaha, pada langit pertama, Rasulullah SAW bersama Malaikat Jibril minta dibukakan pintu langit dan ditanya: “Siapa?” Jibril menjawab: “Saya Jibril.” Ditanya lagi: “Siapa yang datang bersama kamu?” Jibril menjawab: “Muhammad.” Ditanya lagi: “Apakah ia diutus?” Jibril kembali menjawab: “Ya.”
Kemudian kalimat selamat datang pun diucapkan untuk Baginda Rasulullah SAW dan pintu langit dibukakan. Saat dibukakan pintu langit, Rasulullah SAW melihat Nabi Adam As. Lalu Jibril memperkenalkan: Ini ayahmu; Adam, kemudian mengucapkan salam padanya, Rasul pun mengucapkan salam. Nabi Adam menjawab salam tersebut dan mengucapkan: “Selamat datang wahai Nabi yang saleh.”
Perjalanan dilanjutkan ke langit kedua, ketiga hingga ke tujuh. Di langit kedua sampai ke tujuh, Rasulullah SAW bertemu dengan Yahya dan Isa, dengan Nabi Yusuf (ketiga), Nabi Idris (keempat), Nabi Harun (kelima) dan Nabi Musa (keenam).
Saat akan berpisah dengan Nabi Musa As di langit keenam, Musa menangis. Saat ditanya kenapa dia menangis, Musa menjawab: “Aku menangis karena umat Nabi (Muhammad) yang diutus setelahku akan banyak masuk surga dari umatku.”
Kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke langit yang ke tujuh. Rasulullah SAW bertemu Nabi Ibrahim, ayah para nabi. Nabi Ibrahim menyambutnya: “Selamat datang wahai anakku dan Nabi yang saleh.” Dan langsung naik ke Sidratul Muntaha, kemudian dilanjutkan ke Baitul Makmur.
Baitul Makmur adalah tempat yang selalu dimasuki oleh tujuh ribu malaikat setiap harinaya. Di sana, Rasulullah SAW disuguhi tiga gelas masing-masing berisi khamr, susu dan madu. Rasul memilih gelas yang berisi susu yang berwarna putih seperti putih (fitrah)-nya diri Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Di sana pula Rasulullah SAW untuk pertama kalinya menerima perintah salat sebagai ibadah wajib bagi umat Islam. Saat itu, perintah salat wajib dilaksanakan 50 kali setiap harinya. Rasulullah kemudian turun dan bertemu dengan Nabi Musa dan menceritakan perihal salat ini.
Nabi Musa mengatakan sesungguhnya umatmu akan merasa berat mengerjakan salat 50 waktu setiap hari. Rasulullah SAW kembali meminta keringanan dan didapatlah keringanan sehingga perintah salat menjadi 40 waktu setiap harinya. Kemudian Rasul menghadap Nabi Musa dan menceritakan masalah ini.
Nabi Musa kembali menyarankan seperti saran yang dia berikan sebelumnya: “Sesunggunya umatmu akan merasa berat mengerjakan salat 40 waktu setiap hari. Kembalilah kepada Tuhanmu (Allah) dan mintalah keringanan untuk umatmu.”
Setelah berkali-kali Nabi Musa menyarankan agar minta keringanan, Rasulullah SAW pun kembali menemui Allah SWT selama beberapa kali sebelum akhirnya Dia menetapkan salat dikerjakan lima kali dalam sehari semalam. Dengan jumlah itu yang sudah lima kali itu pun, Nabi Musa masih menyarankan agar Rasul kembali menghadap-Nya dan meminta keringanan.
Pada pagi hari setelah malamnya Rasulullah SAW melakukan isra’, malaikat Jibril datang mengajarkan cara salat dan ketentuan waktu pelaksanaannya kepada Nabi. Malaikat Jibril memberikan contoh. Ia melaksanakan salat dua rakaat sewaktu fajar menyingsing (salat subuh), empat rakaat kala matahari tergelincir sedikit dari tengah, empat rakaat lagi sewaktu bayangan mencapai dua kali lipat panjangnya, tiga rakaat sewaktu matahari tenggelam dan empat rakaat sewaktu mega merah lenyap.
Sebelum disyariatkannya ibadah lima waktu, Rasulullah SAW hanya melaksanakan ibadah salat dua rakaat pada pagi hari dan dua ra kaat pada sore harinya seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim As.
Disukai Malaikat
SALAT lima waktu itu adalah Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Waktu untuk melaksanakan masing-masing salat itu telah ditentukan Allah SWT dalam QS Al-Isra’ (17): 78: “Dirikanlah salat sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam. Dan dirikanlah pula salat Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh) malaikat.”
Ayat barusan menerangkan waktu-waktu salat yang lima. Tergelincir matahari waktu salat Zuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya. Sedangkan Subuh langsung dijelaskan dalam ayat tersebut.
Menurut hadist Nabi yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia bercerita: Suatu hari ketika Rasul sedang berbincang-bincang dengan sahabat Anshar dan Muhajirin, datanglah orang Yahudi dan menanyakan tentang sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada umat Islam.
Rasulullah SAW mengatakan: “Salat Zuhur dikerjakan setelah tergelincir matahari; Ashar adalah salatnya Nabi Adam ketika makan buah khuldi dan tobatnya diterima oleh Allah SWT pada saat Magrib. Sedangkan Isya adalah salatnya para Rasul dan Subuh sebelum terbit matahari.”