Anak Bunuh Ibu Kandung di OKU Timur, Begini Penjelasan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Dengan pengobatan yang teratur, kontrol rutin ke dokter, dan dukungan penuh, ODGJ memiliki peluang besar untuk pulih. 

|
Istimewa
dr. Latifah Nurfadliana, Sp.KJ (Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RS Ernaldi Bahar Prov. Sumsel) 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -  Peristiwa tragis yang terjadi di Desa Bantan, Kecamatan Buay Pemuka Peliung, Kabupaten OKU Timur, Sumsel, Selasa (9/9/2025) malam, menyisakan duka mendalam.

Seorang ibu, Sulzana (66), tewas di tangan anak kandungnya sendiri, Jauhari (37), yang diketahui mengidap gangguan jiwa

"Tragedi ini bukan sekadar kriminal biasa, melainkan cermin dari kompleksitas masalah kesehatan mental yang sering kali diabaikan," kata dr. Latifah Nurfadliana, Sp.KJ, seorang dokter spesialis kedokteran jiwa dari RS Ernaldi Bahar saat dimintai pendapatnya, Rabu (10/9/2025).

Latifah menjelaskan, gangguan jiwa bukanlah kondisi yang muncul tiba-tiba. Ada banyak faktor yang saling berkaitan, seperti aspek biologis, psikologis, dan sosial, yang secara bersamaan meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan tersebut.

"Secara biologis, riwayat keluarga dengan gangguan jiwa bisa menambah risiko," jelas dr. Latifah.

Ia juga menambahkan bahwa dari sisi psikologis, mekanisme koping atau proses adaptasi yang tidak lancar atau kesulitan mengelola masalah hidup dapat membuat seseorang lebih rentan. 

Sementara itu, faktor sosial seperti kurangnya dukungan keluarga, perundungan, hingga sulitnya akses layanan psikologis juga memegang peran besar.

Tragedi ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk tidak menyepelekan tanda-tanda awal gangguan jiwa.

Dr. Latifah mengimbau agar perubahan perilaku, seperti bicara sendiri, menarik diri, atau perubahan emosi yang drastis, harus segera ditanggapi serius.

"Jika ada dugaan gangguan jiwa, bawa segera ke psikiater atau psikolog," tegasnya.

Pada kasus Jauhari yang diduga mengalami kondisi akut, dr. Latifah menjelaskan bahwa pasien bisa kesulitan mengendalikan diri hingga melakukan tindakan berisiko, seperti melukai orang lain.

Dalam situasi seperti ini, perawatan di rumah sakit menjadi sangat penting untuk keselamatan pasien dan orang di sekitarnya.

"Mereka bisa mengalami kesulitan membedakan realita, bicara sendiri, atau merasa orang lain ingin mencelakainya. Situasi ini berisiko menimbulkan kegaduhan hingga perilaku membahayakan, sehingga lebih aman bila dirawat inap," paparnya.

Namun, di balik kegelapan ini, ada harapan. Menurut dr. Latifah, peran keluarga sangat krusial dalam proses pemulihan.

Dengan pengobatan yang teratur, kontrol rutin ke dokter, dan dukungan penuh, ODGJ memiliki peluang besar untuk pulih. Mereka bisa kembali beraktivitas, bekerja, dan berfungsi secara sosial.

Latifah menekankan, kasus Jauhari dan Sulzana menjadi pelajaran berharga bahwa kesehatan mental adalah isu serius yang membutuhkan perhatian bersama. 

Dukungan dari lingkungan, akses yang mudah ke fasilitas kesehatan mental, dan kesadaran akan pentingnya penanganan dini adalah kunci untuk mencegah tragedi serupa terulang kembali. 

 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved