Siapa yang Berwenang Memecat DPR? Perbedaan Status Anggota DPR yang Dipecat dan Dinonaktifkan
Menjadi dalang atas kemarahan publik, membuat sejumlah partai politik menonaktifkan anggotanya dari kursi DPR.
SRIPOKU.COM -- Menjadi dalang atas kemarahan publik, membuat sejumlah partai politik menonaktifkan anggotanya dari kursi DPR.
Keputusan menonaktifkan kader-kader mereka dari kursi DPR RI itu dilakukan oleh sejumlah partai dalam waktu yang sama, yaitu pada Minggu (31/8/2025).
Langkah tegas tersebut lebih dahulu dilakukan oleh Partai NasDem terhadap dua kadernya, yaitu Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.
Keduanya dinilai telah melontarkan pernyataan yang menyinggung dan mencederai perasaan rakyat.
Kemudian disusul oleh Partai Amanat Nasional (PAN) yang ikut menonaktifkan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) dari kursi dewan.
Eko dan Uya menjadi sorotan publik usai terekam berjoget dalam Sidang Tahunan MPR RI beberapa waktu lalu.
Setelah itu, Partai Golkar memutuskan untuk menonaktifkan Adies Kadir dari Fraksi Golkar DPR RI.
Adies yang merupakan Wakil Ketua DPR RI menuai kritik setelah menjelaskan uraian kenaikan tunjangan anggota dewan.
Kelimanya secara efektif tidak lagi aktif sebagai DPR RI terhitung mulai hari ini, Senin (1/9/2025).
Pihak Partai memutuskan untuk menonaktifkan nama-nama tersebut, setelah mereka menjadi sasaran kemarahan publik akibat sikap dan pernyataan kontroversialnya.
Kejadian ini pun menimbulkan pertanyaan di masyarakat mengenai perbedaan status antara anggota DPR yang dipecat dan dinonaktifkan.
Termasuk siapa yang berwenang melakukan pemecatan atau pemberhentian wakil rakyat tersebut dari kursi DPR ?
Beda status anggota DPR nonaktif dan dipecat
Anggota DPR yang dinonaktifkan tidak memiliki status yang sama dengan anggota yang dipecat.
Dilansir dari Kompas.com, Senin (1/9/2025), status nonaktif berarti mereka diberhentikan sementara dari tugas dan wewenang sebagai wakil rakyat sampai adanya keputusan lebih lanjut.
Oleh karena itu, nama-nama seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya dan Adies masih secara sah tercatat sebagai anggota dewan aktif, meskipun mereka tidak lagi menjalankan fungsi-fungsi politiknya.
Karena status mereka masih aktif, mereka tetap berhak menerima gaji dan tunjangan.
Hal ini sesuai pada Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam Pasal 19 ayat 4, disebutkan bahwa anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak tersebut tidak hanya berupa gaji pokok, melainkan juga berbagai tunjangan.
Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, tunjangan yang dimaksud meliputi tunjangan istri/suami, anak, jabatan, kehormatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.
Sebaliknya, pemecatan adalah pencabutan status keanggotaan DPR secara permanen.
Proses ini jauh lebih panjang dan melibatkan partai politik pengusung serta keputusan resmi dari lembaga legislatif.
Jika seorang anggota dipecat, ia akan kehilangan kursi di parlemen dan hak-haknya sebagai wakil rakyat.
Siapa yang berwenang memecat anggota DPR?
Secara konstitusi, Presiden tidak memiliki wewenang untuk memecat anggota DPR, karena kedudukan keduanya setara sebagai lembaga negara.
Presiden juga tidak bisa membekukan atau membubarkan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 7C UUD 1945.
Namun, pemberhentian atau pemecatan anggota DPR dapat diusulkan oleh ketua umum partai politik pengusung dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR, dengan tembusan kepada presiden.
Pemecatan anggota DPR dapat diusulkan oleh partai politik pengusung kepada pimpinan DPR, dengan tembusan kepada Presiden.
Dikutip dari Kompas.com (13/10/2020), sejumlah alasan yang menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan, seperti:
- Tidak melaksanakan tugas selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan.
- Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik.
- Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
- Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
- Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD
- Diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau
- Menjadi anggota partai politik lain.
Pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud dalam poin ketiga, empat, tujuh, dan delapan diusulkan oleh ketua umum partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada presiden.
Presiden kemudian akan meresmikan pemberhentian anggota DPR tersebut.
Selain alasan itu, pemberhentian akan didasarkan pada putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
MKD akan menyampaikan laporan dalam rapat paripurna DPR untuk mendapatkan persetujuan mengenai pemberhentian tersebut.
Respons Prabowo Soal Demo Ricuh: Jenguk Korban di RS Polri dan Beri Kenaikan Pangkat |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Curiga Ada Upaya Terencana untuk Ciptakan Kerusuhan, 'Saya Akan Tindak Tegas' |
![]() |
---|
Daftar 8 Bansos Cair Bulan September 2025, Ada PKH Hingga BSU untuk Guru |
![]() |
---|
Kisah Haru Driver Ojol, Ditraktir Warga Austria Saat Demo Akibat Tak Ada Penumpang |
![]() |
---|
Kami Pantau dari Jauh, Polri Pangkat Kombes Beber Alasan Polisi 'Hilang' Saat Demo DPR di Makassar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.